9. Pagebluk

123 4 0
                                    

Seluas mata memandang hanya kesepian yang menyesakan dada

Perkampungan yang harus ramai dan damai, kini lengang.

Hanya ada hawa kematian yang mengambang pekat

Hampir tidak ada kehidupan

Bahkan, beberapa burung gagak yang berkaokan di atas pohon menjadikan suasana menjadi seram menggedikan

Angin serasa mati berhembus

Matahari dari pagi masih muram

Bersembunyi di balik pohon Mahoni Tua yang kehabisan daunnya dan beranting kurus

Tidak ada yang bergerak

Tidak ada tanda

Hanya sebuah tanda?

Ayam jantan yang biasa bertengger di atas pohon dengan jumawa membangunkan pagi kini jatuh terkapar tepat di bawah pohon.

Tidak ketinggalan beberapa pasang burung kecil yang meramaikan pagi berseripun mati berserakan di tanah.

Semua diam tidak bergerak

Bahkan pucuk dedaunan yang biasanya melambai kini tertekuk mati

*

Pagebluk datang tiba-tiba. Menyapu bersih semua yang berdiri tegak di bumi.

Tetumbuhan, bebinatangan juga manusia tumbang sekarat kemudian mati.

Semua berawal dari rekahan tanah di bawah pohon Asam Tua yang mengeluarkan asap berwarna biru muda. Asap itu keluar perlahan, berkumpul di udara kemudian bergulung dibawa angin. Menyebar ke seantero dan menyungkup dukuh Mlonggo Sari dalam malapetaka, kematian yang tidak pernah diduga oleh siapapun.

Asap itu mengambang perlahan dan menyebar, tanpa aroma, tanpa rasa hanya menguarkan warna biru muda yang sangat aneh. Asap biru muda itu ternyata asap yang beracun!

Entah nasib, entah hukuman?

Asap biru itu masuk di sesap oleh hidung, masuk tenggorokan, masuk paru-paru. Tanpa sakit, tanpa teriakan. Semua yang bernyawa seketika jatuh berkaparan mati.

Semua menjadi korban. Bangkai binatang menggeletak di mana terakhir di berdiri. Pohon yang semula hijau segar merayu, kini meranggas mati kering.

Bebungaan yang semula mewangi beraneka warna, melayu seketika.

Manusia, bayi, kanak, tua muda, mati di mana terakhir mereka beraktivitas.

Mati di atas ayunan

Mati di gendongan

Mati mengejar kupu-kupu

Kupu-kupu mati pula

Mati di kali

Mati di ladang

Mati di atas pohon

Atau mati ketika masih belum bangun tidur

dan tidak bangun lagi!

Semua mati...

Semua punah...

Semua berwarna biru muda seperti di cat saja

Semua berubah biru muda duka

Alam memilih dukuh Mlonggo Sari, untuk memutuskan satu generasi.

Ini adalah suratan

Ini adalah takdir

Tidak ada seseorangpun yang bisa melawan

Tapi tunggu...

Ada yang bergerak-gerak di antara mayat-mayat yang malang melintang itu!

Apa atau Siapa dia?

*

Ah... seorang bocah lelaki kecil.

Bergerak dari dalam tumpukan serakan tubuh-tubuh yang tak bernyawa.

Semula perlahan bergerak, tanpa keluh meski dia menderita. Seluruh tulangnya seakan dilolosi, membuat lemas tubuhnya, namun semua keadaan itu hanya dikunyahnya sendiri. Dia hanya berusaha bangun meski kesulitan karena susah bergerak.

Tubuhnya lemas seperti tanpa tulang, dia hanya bisa menangis diam-diam tanpa meminta pertolongan.

Air matanya mengalir melalui pipi kurusnya yang kotor berdebu.

Siapakah dia?

Mengapa dia tidak mati?

Lolos dari pagebluk yang mengerikan itu?

Bersambung...



Lentera MautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang