Sujiwo Bebek setengah membebek mengikuti langkah lebar si Codet Api.
Melewati lorong yang penuh dengan lentera aneka warna dan aneka bentuk, yang digantung sepanjang lorong.
Tidak itu saja, semakin ke tengah bagian bangunan itu, semakin luas dan indah pemandangannya penuh cahaya.
Malam gelap di angkasa tak berpengaruh lagi, karena kegelapan hilang berubah penuh cahaya yang berada di kiri kanan bangunan berdinding serba hitam, juga banyak lentera yang bergantungan seantero gedung dari Markas Perguruan Lentera Merah ini.
Banyak penjaga yang berpakaian serba hitam di jalanan yang dilewati Sujiwo Bebek dan Codet Api. Tegak berdiri tak bergerak hanya matanya yang melirik tajam siaga.
Tersamar dengan segala dinding hitam di belakangnya. Mereka berdiri tegak tak bergerak.
Memejamkan mata, bernafas halus seperti bersemedi layaknya.
Meski malam hari, suasana di markas Lentera Merah seperti pasar malam saja, terang, penuh cahaya dari ratusan lentera yang didominasi oleh warna merah.
Sujiwo Bebek dibawa oleh Codet Api ke ruang pertemuan, di mana sudah ada menunggu beberapa orang yang duduk melingkar di ruang pertemuan ini.
Di tengah setengah lingkar di atas sebuah kursi besar berwarna putih disepuh dengan warna kuning keemasan duduk nyonya rumah yang terlihat angker dan menyeramkan.
Sangat kontras antara kursi kebesaran dengan yang mendudukinya.
Wajahnya yang cantik dan berias menor ini memakai pakaian kebesarannya yang serba merah.
Rambutnya panjang berwarna merah dibiarkan terurai bebas. Matanya tajam memandang tak lepas akan kedatangannya Codet Api bersama Sujiwo Tejo.
Codet Api segera berjalan menuju ke arah dua kursi kosong yang kelihatannya sengaja diperuntukan bagi mereka. Mengangkat kedua tangan menghormat dan berkata singkat.
"Hamba, Codet Api datang menghadap bersama Sujiwo Bebek, Ketua."
Tanpa bicara Drugmo Agni hanya mengulapkan tangannya memberi isyarat bagi Codet Api dan Sujiwo Bebek duduk dalam posisi tepat di depannya.
Codet Api dan Sujiwo Bebek segera duduk tanpa menunggu perintah lagi.
Sementara suasana menjadi hening.
Sujiwo Bebek dengan hati-hati mencuri lihat ke arah Ketua Lentera Merah yang sekali lihat saja, langsung bergetar hatinya. Apa lagi ketika tanpa ia duga tangan kanan Drugmo Agni terangkat dan mengayun ke arah dirinya.
Betapa mencelos hatinya, karena ia merasakan lontaran bola api merah menyala keluar dari tangan kanan Drugmo Agni dan mengarah cepat kepada dirinya.
Paparan panas sudah menyergap ke wajahnya, ia tidak mampu bergerak apalagi menghindar. Jurus Tebar Lentera Mencabut Nyawa adalah jurus istimewa yang tidak bernama kosong. Sudah banyak nyawa yang melayang karena pukulan ini.
Mereka yang hadir sangat terkejut melihat peristiwa itu, semua yakin Sujiwo Bebek yang sial akan melayang jiwanya.
"Celaka, mati aku," keluh Sujiwo Bebek putus asa. Keringat sebesar jagung meluncur deras membasahi sekujur tubuhnya.
Semua mata memandang nyalang tak bisa berbuat apa-apa. Sepasang mata tajam berkilat api memerangkap Sujiwo Bebek yang membelalak ketakutan. Untung saja, disaat terakhir, sepasang mata nyalang berapi itu berkedip bersamaan dengan lenyapnya bola api, secepat kilat tanpa bekas.
Hanya sisa bau terbakar yang mengawang tipis terbang meninggalkan ruangan pertemuan itu.
Terdengar suara tarikan nafas lega. Disambung...
"Hi... Hi... Hi...."
"Duk... duk... duk!"
Suara tawa Drugmo Agni renyah terdengar. Tangan kanannya yang semula melontarkan pukulan, kini memukuli meja di depannya diiringi tawa. Tawa geli, melihat wajah-wajah pucat, ketakutan akibat ulahnya tadi.
Apa selanjutnya yang terjadi dengan Sujiwo Bebek?
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Maut
AcciónLentera Merah menjadi tanda elmaut datang lebih cepat. Benarkah?