Layar komputerku menampilkan segala macam tas yang aku lihat di online shop langgananku. Sepertinya mamaku akan sangat mengamuk kalau tahu aku membeli tas lagi bulan ini. Saat asyik melihat-lihat, telepon di mejaku berbunyi.
"Gingga, bawakan laporan meeting kemarin ke ruang saya sekarang." perintah Dave selaku bos-ku.
"Baik, akan saya antarkan ke ruangan bos sekarang." jawabku lalu menutup sambungan. Dengan senang hati aku mengantarkan laporan meeting itu ke ruangan Dave. Hmm kira-kira sopan tidak ya aku memanggilnya Dave tanpa embel-embel pak, bos, sir atau apapun itu. Ah biarkan saja hanya aku dan Tuhan yang tahu isi hatiku.
Lalu sebelum mencapai pintu, aku membenahi diri agar saat bertemu pangeran tampan aku terlihat cantik.
Tarik nafas dan hembuskan oke aku mengetuk pintu ruangannya dan dia langsung menyuruhku masuk. Pemandangan yang pertama kali aku lihat adalah wajah tampannya yang begitu menggoda iman. Dave terlihat makin kece dengan kacamata yang bertengger manis di hidung mancungnya. Dia tetap duduk tenang dengan matanya yang fokus menatap layar komputer di depannya.Kenapa juga dia masih betah men-jomblo di umurnya yang sudah hmm kira-kira hampir 30 tahun. Tapi, ada untungnya karena aku masih bisa tebar-tebar pesona padanya.
"Kamu mau berdiri disitu sampai kapan Gingga?" tanyanya sekaligus membuat aku terkesiap. "Mana laporan yang saya minta?" tanyanya lagi.
Aku ulurkan laporan itu kepada bos Dave dan dia mulai memeriksanya dengan seksama. Aneh, sebenarnya apa sih yang dia baca? Baru juga satu detik sudah pindah ke halaman berikutnya.
"Saya menggaji kamu untuk bekerja bukan untuk berdiri mematung di depan saya." tegasnya. Lagi-lagi aku dibuat skak mat. Senang sekali sih mengagetkan aku. Tidak, ini salahku. Ah tidak juga. Ini salahnya dia yang terlewat tampan.
Aku permisi dan segera pergi dari ruangannya sebelum aku kehabisan oksigen karena terlalu sesak melihat kadar ketampanan Dave.
Jam istirahat aku dan kedua sahabatku menghabiskan waktu di kantin kantor yang lumayan ramai hari ini. Mungkin karena tanggal muda jadi rata-rata para karyawan makan siang di kantin dengn harga yang lumayan mahal. Kedua sahabatku, Sinar dan Indri pun bekerja di Maharaja Group namun kami berbeda divisi.
Ah aku lupa memperkenalkan siapa aku? Oke dari awal, namaku Ratu Gingga, perempuan pengoleksi tas berusia 25 tahun dan posisiku cukup bagus di Maharaja Group karena aku seorang sekretaris pribadi Dave Maharaja. Ya catat sekretaris pribadi.
Inilah yang terkadang membuat beberapa populasi di Maharaja Group -khususnya perempuan single- iri dengan jabatanku. Tapi kalau saja mereka tahu aku dan Dave tidak dekat. Kami selalu bersikap profesional. Mana pernah kami bicara masalah apapun selain pekerjaan. Misalnya berbasa basilah dia tahu apa hobiku, dimana rumahku, berapa nomer sepatu, ukuran bajuku apa. Tapi kami tidak pernah seperti itu.Sikapnya terhadap perempuan saja dia bersikap sangat dingin. Bukan hanya padaku saja tapi hampir kepada semua perempuan. Awalnya aku berpikir kalau dia itu tidak menyukai perempuan.
"Gingga, bengong aja sih. Tuh bos Dave." kata Indri sambil menunjuk seseorang dengan dagunya. Aku mengikuti arah dan melihat Dave berjalan. Tunggu, kok semakin lama semakin dekat denganku.
Satu langkah lagi dia akan datang. Tidak! Aku belum siap! Jeritku tertahan.
"Maaf mengganggu makan siangmu. Sehabis ini ikut saya meeting di The Rainbow Cafe. Saya tunggu di parkiran." kata Dave setengah berbisik.
Tubuhnya terlalu dekat denganku sehingga aku bisa mencium wangi parfumnya. Dia berjalan meninggalkan kantin.
"Cieelah disamperin pak bos. Kenapa nggak sms atau telpon aja ya? Ribetin banget sih sampe nyamperin kemari." ledek Sinar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segitiga Sama Sisi
Romance"Aku suka sama bossku sendiri itu wajar kan? Dia ganteng, charming, bijaksana tapi ya gitu dia nggak suka sama cewek" -Ratu Gingga- "Aku bukannya gay, tapi aku nggak segampang itu jatuh cinta" -Dave Maharaja- "Aku bukannya playboy, aku hanya lagi m...