Seorang cewek berbadan mirip Victoria Beckham menghampiri aku dan Bima yang sedang asyik makan. Dengan tidak tahu malu, cewek itu mencium bibir Bima sekilas.
Sumpah demi apapun, aku mual dan ingin rasanya aku pergi dari sana sekarang juga.
"Kamu kok ada disini? Bilangnya kamu lagi sibuk tadi." kata cewek itu dengan suara dibuat mendesah-desah macam anak kucing kejepit buntutnya. "Dia siapa Bim?" tanya cewek itu padaku. Aku masih sibuk dengan makananku dan tidak berminat untuk menjawab pertanyaannya.
"Dia Gingga. Calon istriku." jawab Bima santai. Hey, aku tidak mau dapat masalah hanya karena pengakuannya itu. Siapa juga yang sudi jadi calon istrinya?
"Aku nggak percaya. Sejak kapan selera mu berubah. Dari yang angsa cantik menjadi itik buruk rupa." kata cewek gila itu. Enak saja mulutnya main judge orang sembarangan. Gini-gini aku cewek asli bukan seperti dia serba oplas sana sini.
"Cukup ya aku nggak terima kamu hina dia. Pergi atau aku seret kamu keluar dari sini." kata Bima mengancam.
Cewek itu memilih untuk meninggalkan kami daripada menjadi tontonan gratis pengunjung restoran lain. Di kejauhan, dia mengarahkan jari tengahnya kepadaku. Sinting!
◆◆
Aku memilih tidur sepanjang perjalanan pulang alasannya jelas-jelas aku menghindari pembicaraan tentang cewek 'plastik' itu.
"Hey Gingga bangun! Kita sudah sampai." aku merasakan tangannya yang hangat menyentuh pipiku. Aku terkesiap dan benar saja sekarang aku sudah berada di depan rumah. Sepertinya mama dan papa sudah pulang karena aku lihat sudah ada mobil papa terparkir di garasi.
"Terima kasih ya sudah mau nemenin aku nyari kado."
"Iya sama-sama. Aku masuk duluan. Hati-hati jangan ngebut."
"Cie perhatian nih sama aku."
"Cih jangan kegeeran ya, aku cuma nggak mau dijadiin saksi sama polisi kalau kamu kenapa-kenapa di jalan karena aku orang terakhir yang bersamamu. " jawabku ketus. Dia justru tertawa.
Aku keluar dari mobilnya dan masih mematung di depan gerbang sambil memperhatikan mobil Bima yang semakin lama hilang di telan malam.
"Assalamualaikum. Aku pulang nih." kataku.
"Waalaikum salam sayang. Kamu darimana saja sih? Dia sudah lama nunggu kamu." kata mama.
Dia? Siapa?
Sebelum aku tahu jawabannya, mama menarik tanganku ke arah ruang tengah. Seorang cowok sedang sibuk mengobrol dengan papa. Saat cowok itu berbalik, aku mendapati pangeranku. Dia Dave Maharaja, bos kesayanganku.
Lagi apa dia disini? Jangan bilang kalau dia mau lamar aku. Aku belum siap meskipun aku menginginkannya. "Kenapa kamu cuma mematung disitu sayang? Sini duduk." panggil papa.
Aku dipaksa duduk di sebelah Dave oleh mama. Ini apa-apaan sih mama tumben sekali genit.
"Saya sudah minta izin kedua orang tuamu. Kamu diminta oma untuk makan malam di rumahnya." ujar Dave.
"Oma? Oma siapa ya bos?" tanyaku heran.
"Oma Dien yang kamu tolong saat kecopetan."
Mulutku sukses dibuat menganga. Jadi oma Dien adalah omanya Dave. Dan oma Dien yang tak lain adalah calon nenek mertua mengundangku ke rumahnya. Mimpi apa aku semalam. Ah senangnya...
Aku meminta waktu untuk bersiap-siap semaksimal mungkin dan aku pilih peplum dress warna fuscia dan juga flat shoes. Cukup tidak perlu menor-menor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segitiga Sama Sisi
Roman d'amour"Aku suka sama bossku sendiri itu wajar kan? Dia ganteng, charming, bijaksana tapi ya gitu dia nggak suka sama cewek" -Ratu Gingga- "Aku bukannya gay, tapi aku nggak segampang itu jatuh cinta" -Dave Maharaja- "Aku bukannya playboy, aku hanya lagi m...