"Mami, aku boleh ketemu Dave?" tanya Alina dengan tatapan sendunya. Tia masih bungkam. "Aku janji, nggak akan membuat kekacauan, mi. Please"
Tia akhirnya mengiyakan permintaan anaknya. Sudah setahun belakangan ini Alina depresi karena Dave yang sudah nggak ingin lagi bertemu dengannya. Papi dan maminya sudah sangat putus asa menghadapi Alina.
"Mi, aku akan nurutin mau mami dan papi untuk pergi ke rumah oma di Singapura. Karena aku yakin, semua orang sudah nggak sayang sama aku. Semuanya-" Tia langsung memeluk Alina sambil berurai air mata. Dia bukan nggak sayang pada putrinya dengan cara membawa Alina pergi ke Singapura.
Tia hanya ingin putri kesayangannya tersebut mendapat seseorang yang tepat untuknya.
◆◆
Dave POV
Pekerjaanku semakin hari semakin banyak saja. Bagaimana aku bisa bermesra-mesraan dengan Gingga -meskipun hanya lewat skype atau telpon-kalau akhir pekan seperti ini saja aku masih berduaan dengan segala macam dokumen.
Aku lirik jam yang tergantung manis di ruang kerjaku. Sudah jam tujuh pagi rupanya. Pantas saja perutku sudah berisik meminta jatah sarapannya.
Sepertinya membuat roti panggang nggak susah.
Aku keluar dari ruang kerjaku setelah dari jam 5 subuh tadi memulai aktifitas.Tanganku mengambil roti yang aku simpan di rak yang berada di dapur dan juga bahan-bahan lain. Aku mengolesi rotiku dengan margarin lalu aku masukkan ke dalam alat toaster.
Sambil menunggu matang, aku menyeduh teh sebagai teman sarapanku pagi ini.
Siapa pagi-pagi bertamu? Ganggu saja. Jangan-jangan si rese Bima gerutuku saat mendengar bel berbunyi.Dengan langkah berat, aku berjalan menuju pintu. Kalau sampai Bima yang datang, aku berjanji akan menjitak kepala sepupuku itu.
"Mau apa sih pa-" ucapanku terhenti saat yang aku lihat bukan Bima. Melainkan Alina.
Gadis itu langsung menerobos masuk ke dalam apartemenku tanpa aku persilakkan. Sedangkan aku hanya mampu mendengus kesal.
"Mau apa kamu kesini?" tanyaku ketus. Untuk apa berbuat baik-baik pada gadis di depanku ini.
"Aku hanya ingin kemari saja. Kamu nggak jalan-jalan gitu weekend begini?" tanyanya sambil mendaratkan bokongnya di sofa empuk. "Oh ya ngomong-ngomong kode apartemenmu ganti ya"
Sungguh pagi yang menyebalkan sekali sudah didatangi tamu tak diundang macam dia. "Aku sibuk. Lebih baik kamu pulang" kataku.
Alina pun tertawa pelan. "Sibuk? Weekend seperti ini? Kasihan sekali kamu, sayang" ejeknya. Shit, kenapa tiba-tiba sesuatu mengeras di bawah sana akibat melihat gerakan Alina yang slow motion seperti adegan di film-film..ah you know lah!
Nggak, aku harus kuat menahan ini. Ingat, kau sudah melamar Gingga, Dave!
"Dave.." panggil Alina mendesah. Aku hanya bergumam. "Sepertinya kamu sedang memasak sesuatu ya. Bau..gosong"
Sialan! Aku lupa kalau aku meninggalkan roti panggangku. Segera aku berlari menuju dapur dan benar saja kalau rotiku berubah menjadi hitam gesang. Sebuah pelukan mendarat di pinggangku dari arah belakang.
Saat aku berbalik, tubuhku tertahan. "Sebentar saja seperti ini Dave" ujar Alina. Dia menahan tubuhku. Jari jemarinya bermain di sekitar perutku dan membuatku harus menggeram kesal.
"Lepaskan Alina.." kataku.
"Aku ingin seperti ini sebentar saja. Sebelum aku pergi dari Indonesia" tubuhku menegang. Aku pegang kedua tangannya yang tengah memelukku dan aku sekarang dapat membalikkan tubuhku menghadap Alina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Segitiga Sama Sisi
Romance"Aku suka sama bossku sendiri itu wajar kan? Dia ganteng, charming, bijaksana tapi ya gitu dia nggak suka sama cewek" -Ratu Gingga- "Aku bukannya gay, tapi aku nggak segampang itu jatuh cinta" -Dave Maharaja- "Aku bukannya playboy, aku hanya lagi m...