Bagian Keenambelas

6K 346 2
                                    

Aha! Dia Alina kan? Pacarnya bos Dave. Semula yang tadinya aku akan membuang air kecil, kini nggak terasa sama sekali.
Tunggu, untuk apa dia kemari? Ini kan bukan Maharaja Group.

"Kamu Alina kan?" tanyaku memberanikan diri. Dia mengangguk dingin dan berlalu begitu saja dari hadapanku.

Alina sedikit berubah. Nggak seperti pertama kali bertemu di mall dan di kantorku dulu. Ada apa dengannya?

Aku mematut diriku di depan cermin. Dari pantulan cermin, tepat di belakangku ada Alina yang sedang berdiri di depan pintu. "Hay Lin, apa kabar?" tanyaku sambil tersenyum.

Alina berdiri tepat di sebelahku sambil merapikan rambut hitam panjangnya yang tergerai indah. Membuatku semakin envy.

"Kenapa kamu pindah dari Maharaja Group?" tanya Alina sambil memandangku dari cermin. Aku mengambil nafas dengan rakus. Nggak mungkin kan alasanku mengundurkan diri karena menyukai pacarnya.

Tatapan Alina seakan mengulitiku.

"Karena kamu suka sama bosmu itu kan yang nggak lain adalah PACARKU" tembak Alina dengan penekanan.
Aku bengong dengan perkataan Alina barusan. "Jawab Gingga, kamu itu nggak tahu diri ya sekretaris kok mintanya lebih dari bosnya"

Siapa saja tolong keluarkan aku dari situasi mengerikan ini. Kenapa dia bisa tahu masalah itu? "Aku tahu karena Dave sendiri yang bilang sama aku kalo kamu suka sama dia. Lucu juga. Awalnya aku merasa cemburu tapi Dave memastikan kalo dia nggak akan menghianati aku. Dia nggak akan pernah suka apalagi cinta sama kamu" Alina mensejajarkan tingginya di hadapanku.

"Kamu masih ingat kan kata-katamu sendiri, kalo aku ini cantik dan pacarku nggak akan selingkuh. Dan itu terbukti sekarang. Terima kasih" Alina meninggalkanku sendiri di toilet.

Mataku perih menahan air mata yang meronta ingin turun. Tapi setengah mati aku menahannya. Aku nggak mau mataku sembab dan ditanya macam-macam sama bu Tia.

◆◆

Karena aku anak baru, aku memilih duduk sendiri di pojok kantin sambil menikmati gado-gado pesananku. Beberapa karyawan lain yang melihatku hanya melemparkan senyum sebagai sapaan.

Sekarang aku yakin kalau bos--maksudku Dave memang nggak memiliki perasaan yang sama padaku. Perkataan Bima semalam yang bilang kalau Dave menyukai ku juga ternyata hanya sebagai angin penyegar ditengah gurun pasir. Aku tahu Bima baik sekali padaku. Dan sebagai rasa terima kasihnya, dia berkata demikian.

"Maaf boleh aku duduk disini?" tanya sebuah suara. Aku mendongakan wajahku. Tepat di hadapanku seorang cewek bertubuh gemuk seperti Indri menghampiriku dengan sepiring gado-gado di tangannya. "Boleh kok. Silakan duduk" jawabku.

"Maaf orang baru juga ya?" tanyanya. Aku mengangguk.

"Aku juga orang baru disini. Baru satu minggu. Namaku Ayu dari divisi pemasaran. Kamu?"

Aku mengulurkan tanganku untuk berjabat. "Aku Gingga. Sekretaris bu Tia. Aku baru sehari disini"
Ayu membalas uluran tanganku sambil tersenyum.

Setidaknya hari pertama nggak terlalu buruk. Aku dapat teman baru.

♥♥♥♥♥

Bima POV

Pintu kamarku terbuka dan masuklah oma dengan segelas air dan obat paracetamol untukku.
Sudah dua hari ini aku demam. Sejak pulang dari rumah Gingga tepatnya. Apakah ini efek dari menahan rindu dengan cewek itu? Just kidding, right.

Aku sudah mundur dari persaingan antar sepupu. Alasan tentu saja karena aku lebih ingin melihat Dave dan Gingga bersatu. Dengan kembali akurnya aku dan oma itu saja sudah cukup membuatku bahagia.

"Minum dulu obatnya Bim. Ini oma bawakan" aku menerima obat itu dari oma dan langsung meminumnya.

Aku menyandarkan bantal di punggungku sambil bersandar di headboard. "Oma cemas dengan kalian berdua. Demam dengan waktu hampir bebarengan" kata oma menghela nafas kasar.

Aku tersenyum dan memeluk oma. "Aku mungkin karena faktor kecapekan. Kalo Dave mungkin efek patah hati" jawabku asal dengan senyum jahil.
Oma langsung melepaskan pelukannya.

"Maksud kamu?"

"Dave itu terlalu gengsian untuk ngungkapin perasaannya. Makanya.karena dipendam jadinya sakit begitu deh. Sebenarnya dia juga sayang sama Gingga cuma karena ada alasan yang nggak Bima tahu, makanya dia berlagak jual mahal nggak mau dijodohin dengan Gingga" kataku dengan yakin.

"Oma pun sama pemikirannya dengan kamu, Bim. Oma nggak mau salah pilih calon istri untuk Dave. Oma nggak mau dia dapet cewek kayak Alina lagi"

Aku memutar bola mataku. Sebenarnya aku sudah tahu hubungan Dave dan Alina yang mulai dijalin kembali. Sepertinya aku harus menahan dulu agar oma nggak mengetahui hal ini. Bisa-bisa oma akan akan menghabisi Alina.

Aku teringat saat itu. Saat dimana seharusnya Dave menjadi orang yang paling berbahagia. Tapi satu minggu sebelum acara pernikahannya, Alina justru membatalkannya.

Dave berbulan-bulan luntang lantung seperti mayat hidup. Gairah hidupnya seakan terhisap ke inti bumi. Hilang dan nggak pernah kembali. Aku yang sepupunya saja merasakan hal yang dirasakan Dave.

Sekarang, saat aku tahu dari Gingga kalau Dave dan Alina kembali menjalin kasih, aku nggak akan membiarkan itu terjadi. "Bima, kenapa kamu bengong?" tanya oma.

Aku lupa kalau oma masih ada di kamarku. "Nggak apa-apa oma. Bima boleh ke kamar Dave?" tanyaku dan oma bergumam.

Kamar Dave nggak pernah terlihat terbuka. Aku saja segan untuk masuk kesana kalau nggak ada yang penting.
Berkali-kali aku mengetuk kamarnya tapi nggak ada sahutan dari dalam. Tanganku meraih handle pintu dan ternyata dia nggak menguncinya.

"Dave, boleh gue masuk?" tanyaku yang padahal aku sudah berada di dalam kamarnya. Dave nggak ada di.kamarnya. Kemana dia? Saat aku melihat jendelanya terbuka dan pintu yang menuju balkon terbuka, pikiranku langsung mengisyaratkan kalau aku harus kesana.

"Dave.." panggilku. Syukurlah, aku kira dia akan berbuat nekat dengan melompat dari lantai dua. Ternyata dia sedang asyik menghisap rokoknya sambil melamun. "Sejak kapan lo ngerokok?" tanyaku.

Dia kaget dengan kehadiranku. Buru-buru dia mematikan rokok mentholnya yang sudah tinggal setengah itu ke dalam asbak. "Kenapa nggak ngetuk pintu sih. Kebiasaan banget lo" omelnya.

Aku nggak ambil pusing dan langsung saja duduk di sampingnya. "Setau gue lo anti sama asap rokok. Nggak kayak gue"

"..."

"Lo mikirin Gingga? Iya? Kenapa sih lo masih saja jaim. Kalo suka ya ngomong nggak usah dipendam-pendam gitu"

"Tau apa lo soal perasaan. Lo saja pernah nyakitin perasaan dia" Loh, kenapa objeknya jadi aku? Dasar sepupu sialan!

"Gingga pernah terluka sama kita berdua. Nggak mungkin dia bisa maafin gue dengan gampang. Dia akan mikir kalo kita itu nggak jauh beda. Paling nggak kasih waktu buat dia nentuin jalan apa yang akan dia tempuh"

Perkataan Dave memang nggak sepenuhnya salah. Paling nggak Gingga butuh waktu untuk menata ulang hatinya yang hancur untuk kedua kalinya.

--------------

Tetep vomment dan makasih buat yang udah vote..

Jangan lupa yang silent reader, kasih votenya juga. Happy nice week'N..

Lophe,
221092♥

Segitiga Sama SisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang