Aku mulai memasuki restoran KOKi untuk menemui pak Ahmad Dandri. Mataku mengedar mencari sosoknya. Nggak lama seseorang yang duduk di pojok restoran melambaikan tangannya padaku. Segera saja aku menghampirinya.
"Silakan duduk. Kamu mau pesan apa?"tanya pak Dandri.
"Hmm saya pesan minuman saja, pak" jawabku kaku. Lalu pak Dandri mengangkat tangan kanannya untuk memanggil waitress. Segelas strawberry juice dia pesankan untukku. Waitress itu pergi dan meninggalkan kami berdua.
"Sepertinya kamu nggak perlu terlalu formal memanggil saya dengan sebutan'pak' cukup panggil saya om Dandri saja. Sebelumnya saya minta maaf karena sudah mengganggu waktumu. Saya ingin minta bantuanmu, Gingga" kata om Dandri sambil mengaduk-aduk kopi pesanannya.
Dahiku berkerut. Kenapa semua pada minta bantuanku? Jujur aku bukan tim sar yang harus dimintai bantuan. Apalagi..untuk masalah perasaan. Baiklah akan aku dengarkan dulu.
"Bima sangat membenci saya. Dia sudah nggak sudi saya temui. Tolong bicarakan padanya baik-baik kalo saya benar-benar menyesal dan ingin membangun keluarga kami yang pernah hancur" waitress tadi pun datang membawakan minuman pesananku.
"Maaf om sebelumnya, saya nggak punya hak untuk mencampuri urusan keluarga om. Dan juga-"
"Saya mohon Gingga. Saya tahu Bima sangat mencintaimu. Dia pasti akan mendengarkanmu. Saya tahu kamu gadis baik-baik untuk Bima. Saya mengikutimu belakangan ini dan ternyata kamu cukup dekat dengan anak saya itu. Saya mohon.."
Tuhan, saya juga mohon jangan berikan saya tanggung jawab seperti ini.
◆◆
Bima: hay princess, aku punya tiket nonton konser. Mau ikut nggak? *peluk Gingga-ku*
Dave: malam, saya ingin mengajakmu ke suatu tempat yang dari dulu ingin saya kunjungi. Kalo kamu mau, saya akan mengajakmu akhir pekan.
Dalam waktu setengah jam, dua pesan whatsapp aku terima dari Upin dan Ipin alias Dave dan Bima. Bisa-bisanya mereka kompakan mengajakku pergi.
Aku jadi teringat saat om Dandri dan bu Tia meminta bantuanku menyelesaikan masalah keluarga mereka. Apakah aku terlihat seperti pakar rumah tangga. Bahkan aku nggak berbakat untuk memberikan solusi. Justru akulah yang butuh solusi bagaimana terlepas dari perasaan yang amat sangat nggak mengenakan ini.
Sakit tahu nggak sih. Bahkan di hubunganku yang sudah sedikit mencair dengan Dave, harus merenggang lagi karena permintaan bu Tia.
Aku duduk tenang dalam mobil Bima. Dia sesekali melirik ke arahku dan pura-pura saja aku nggak tahu. "Bima.." panggilku. Dia hanya bergumam.
"Aku sudah bertemu dengan papamu"
Ciiitt...
Hampir jidatku yang mulus menjadi lecet karena menabrak dashboard. Untung saja aku pakai safetybelt.
Lagian nggak perlu lebay dengar aku bicara seperti itu."Mau apa kamu nemuin dia, huh?" tanyanya ketus. Aku sedikit bergidik melihatnya seketika keluar dari Bima yang seperti biasanya.
"Dia memintaku untuk bicara baik-baik sama kamu. Dia menyesal, Bim sudah menyia-nyiakan kamu dan mama mu. Dia juga-"
"STOP!! Kalo kamu bahas dia lagi, aku lebih baik mengantar kamu pulang dan kita batal nonton konsernya" Bima benar-benar seperti Hulk. Menyeramkan kalau lagi marah. Lebih baik aku diam dan menunduk. Kemudian Bima menjalankan kembali mobilnya.
"Antar aku pulang, Bim" gumamku.
"Apa?"
"Antar aku pulang lagi. Moodku berubah dan nggak ingin pergi kemana-mana. Cepat antar aku pulang"
KAMU SEDANG MEMBACA
Segitiga Sama Sisi
Romance"Aku suka sama bossku sendiri itu wajar kan? Dia ganteng, charming, bijaksana tapi ya gitu dia nggak suka sama cewek" -Ratu Gingga- "Aku bukannya gay, tapi aku nggak segampang itu jatuh cinta" -Dave Maharaja- "Aku bukannya playboy, aku hanya lagi m...