Bagian Ketigapuluhsatu

5.4K 297 8
                                    

Satria memilih untuk naik kereta menuju Jogjakarta. Dia sudah siap seratus persen untuk menuntut ilmu di kota pelajar tersebut.

Dengan setianya, Caca selalu bertengger mesra di lengan Satria seakan dia nggak ingin terpisahkan oleh waktu. Papa dan mama Satria hanya menggeleng lihat tingkah laku tetangga sekaligus pacar anak bungsunya itu.

"Jaga diri kamu baik-baik disana, Sat. Jangan pernah keluyuran kalo nggak ada masalah penting. Ingat, jangan pernah bawa masuk gadis manapun ke dalam kost-an mu. Paham?" titah sang papa. Satria mengangguk lalu memeluk papanya. Di sebelahnya, Caca mendelik kesal saat calon mertuanya mengungkit-ungkit masalah gadis lain.

Beberapa hari yang lalu, saat Satria memberitahukannya akan kuliah ke Jogja, Caca setengah mati melarangnya. Alasannya selain nggak kuat LDR-an, dia juga takut Satria bakal lirik-lirik manja dengan gadis disana.

Kali ini Satria memeluk sang mama. "Mama kehilangan anak lagi hari ini. Tapi mama sangat bangga sayang. Kalian berdua membuat kami bangga. Sering telpon kami ya, Sat. Jangan lupa makan teratur. Kurangi main PSnya" kata sang mama dengan berurai air mata.

Segera Satria memeluk mamanya dan mencium pipi keduanya. Sekarang Satria menghadap ke arah Caca.

Sekarang Satria menghadap Caca. Dipandanginya gadis manis berwajah sayu itu dengan sebuah senyum merekah. Dipikir-pikir tingkah pola Caca terkadang kekanakkan. Tapi di sisi lain, gadis itu bisa membuatnya nyaman dan sangat terhibur.

Gadis seperti Caca lah yang dia cari. Di tangkupnya kedua pipi Caca oleh Satria dan mendongakkan wajahnya. Nggak ada lagi wajah cerianya apalagi senyum yang nggak pernah absen menghiasi wajah imutnya. Satria mengambil kedua tangan Caca lalu menciumnya. "Jangan pernah sedih ya, Ca. Aku nunggu kamu disana loh" kata Satria meyakinkan.

Setitik air bening jatuh dari kedua kelopak mata sayu Caca. "Kamu jangan selingkuh disana. Ntar kalo aku lulus, aku bakalan minta sama papi aku buat kuliah disana juga ah" bukan Caca namanya kalau dia berlama-lama menangis. Lihat saja wajahnya sudah kembali berbinar.

Satria menarik Caca ke dalam pelukannya. Aroma khas apel dari shampo Caca pun mampir di hidung Satria. "Jangan jelalatan sama cewek-cewek disana ya, yank. Usahain tiap minggu pulang ke Jakarta" gumam Caca.

"Sudah adegan dramanya. Keretanya sudah mau berangkat. Semoga selamat sampai tujuan ya, nak" papa datang dan mengacaukan suasa romantis mereka.
Satria langsung masuk ke dalam gerbong kereta eksekutif jurusan Jogjakarta. Sebelum keretanya benar-benar menjauh dari stasiun, Satria melambaikan tangannya pada Caca.
"I love you so much"

◆◆

Issa mengajakku ke pusat kota New York. Katanya sih dia ingin membelikan sesuatu untuk adiknya yang akan berulang tahun minggu depan. Tanpa aku pikir-pikir lagi, aku langsung mengiyakan ajakannya. Hitung-hitung aku refreshing sebelum ujian tengah semester dimulai.

Kami melewati banyak pertokoan yang menjual barang-barang branded. Aku hanya bisa memandangi tas-tas ataupun dress-dress cantik hasil rancangan desainer ternama dunia dari luar kaca yang begitu tinggi menjulang.

Mataku agak menyipit saat melihat pantulan Dave dari kaca toko. Saat aku berbalik, bukan Dave melainkan seorang laki-laki bule berbaju coklat. Dia tersenyum ramah padaku.
Seharusnya aku nggak perlu memikirkannya lagi.

Bagiku dia sudah nggak hidup di dalam hatiku lagi. Dia sudah mati. Meskipun kata Sinar dia nggak menikah dengan Alina, tapi aku nggak ingin mempercayainya begitu saja.

"GINGGA!! cum kita balik. Aku penat dan ngantuk sangat. Disini banyak toko kado dan aku bingung nak belikan kado ape untuk adikku" kata Issa membuyarkan lamunanku.

Segitiga Sama SisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang