Bagian Ketigapuluh

5.4K 310 11
                                    

Sejak saat itu lebih tepatnya saat Alina mengirimkan email dua tahun yang lalu, aku benar-benar memutuskan kontak dengan keluarga Maharaja. Entah dengan Bima, oma apalagi Dave.

Bersyukurlah aku pun bisa konsentrasi belajar dan berangsur-angsur mulai menata hatiku kembali. Inilah akhir jalan takdirku. Aku dan Dave memang nggak bisa bersama.
Aku tersenyum ketir merasakan pahitnya nasib cintaku.

"Gingga, kenape kau melamun?" tanya Issa teman satu asramaku. Sejak kepulangan Nat tahun lalu ke negara asalnya, aku lebih dekat dengan Issa yang ternyata berasal dari Malaysia.

"Nggak apa-apa kok. Kamu lagi ngapain disini?"

"Aku nak ke toilet tapi nampak dari kejauhan kau terlihat muram. Tell me what's happen going on?" gadis bermata sipit itu terus bertanya padaku.

"I'm serious, Issa. I'm good. Trust me. Dan lebih baik kamu ke toilet daripada kamu menahan sesuatu di bawah sana" kataku dengan wajah senyum dipaksa.

"Oke lah. Tapi jika kau butuh teman sharing, hubungi aku. Aku nak jadi teman mu. Kite kan satu rumpun" lalu aku memeluk Issa sebagai tanda persetujuan.

Issa pun akhirnya pergi. Aku duduk sendiri lagi disini. Sendiri. Di bawah pohon besar yang jauh dari keramaian. Line ku berbunyi. Satu pesan aku terima dari Satria.

Aku bahagia saat tahu dia lulus SMA dan akan melanjutkan kuliah di salah satu universitas negeri di Jogjakarta.

Satria: mbak, aku besok mulai pindah ke Jogja. Sedih sih mesti ninggalin mama sama papa :'(

Anak itu terkadang bisa menempatkan dirinya sebagai adik, kadang pula dia jadi dewasa seperti seorang kakak. Aku mulai mengetik balasan untuknya.

Gingga: Hati2 adikku selama disana. Mama sama papa akan baik2 aja. Asalkan kamu harus sering kasih kabar ke mereka. Mereka pun akan ngerti kok kalo kamu disana menuntut ilmu.

Nggak sampai tiga menit balasan dari Satria kembali aku terima.

Satria: ya mbak. Mbak tau nggak, kalo kemarin mas Dave sama mas Bima dateng kemari. Barengan lagi. Mereka minta alamat email mbak, nomer telpon sampe id line punya mbak. Tapi tenang aja, aku nggak segampang itu disogok pake voucher makan di restoran bintang 5..hahaha

Baru juga dipuji sekarang dia malah merusak moodku. Dasar adik rese. Aku lebih memilih nggak membalas chat-nya. Untuk apa mereka mencariku? Hidup mereka sudah bahagia tanpa aku kan?

♥♥♥♥♥

Dave POV

Dua tahun bukan waktu yang singkat. Dua tahun bukan waktu yang sebentar. Dua tahun sudah aku tersiksa seperti ini.Meskipun belakangan ini aku disibukkan dengan kegiatan kantor yang padat, tapi tetap saja dia selalu hadir di otakku.

Apa oma sengaja menyuruhku untuk mengurusi perusahaannya yang lain agar aku nggak terlalu fokus pada kisah cinta masa laluku?
Kalau iya, selamat oma nggak berhasil!

Rasa sakit dan rasa cintaku sudah mendarah daging di tubuhku ini. Susah untuk dipisahkan.
Jika dipisahkan, aku akan mati.

"Bengong saja lo kayak ayam tetangga" kata Bima mengejutkan ku. Sialan anak itu! Main masuk saja ke dalam apartemenku.

Ya, aku pun pindah dari rumah oma ke apartemen yang sudah lama aku tinggalkan. Alasanku cukup jelas. Aku ingin menghindari Alina. Itu saja.
Dulu, saat aku terluka karenanya, aku membeli apartemen ini untuk mengasingkan diri. Dan sekarang terjadi lagi.

"Sialan lo. Kenapa lo bisa masuk apartemen gue?" tanyaku. Bukannya menjawab, dia justru dengan kurang ajarnya duduk di sofa hitam di ruang tengah.

"Bukan Bima namanya kalo nggak bisa melakukan apa-apa" katanya dengan bangga sambil menepuk-nepuk dada bidangnya. Cih, sombong sekali dia.

Segitiga Sama SisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang