Bagian Kesembilanbelas

5.8K 332 0
                                    

Dave terkejut dengan kehadiran oma di ruangannya yang sangat tiba-tiba tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Dia mempersilakkan oma duduk di double sofa lalu tangannya terulur untuk menelpon pantry untuk membuatkan secangkir teh untuk oma.

"Bagaimana perusahaan mau maju kalau pemimpinnya seperti ayam kurang vitamin" cibir oma sesaat Dave meletakkan gagang telponnya.

"Kok oma begitu ngomongnya? Perusahaan kita terus maju kok. Bahkan salah satu perusahaan bonafid mau menjalin kerja sama dengan Maharaja Group" jawab Dave tersenyum bangga. Oma hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah laku cucunya tersebut.

Dave duduk di sebelah omanya dan bergelayut manja seperti anak kecil pada ibunya. "Oma tumben kemari? Ada apa?" tanya Dave.

"Oma cuma mau ngasih kabar kalo papa dan mama mu besok akan ke Jakarta. Kamu pasti belum tau kan?" Wajah Dave berubah menjadi pias. Kemudian dia berdiri dan berjalan menuju jendela besar yang langsung menghadap ke jalan ibu kota.

"Aku-" obrolannya terputus karena mang Gobin datang membawakan dua cangkir teh untuk oma dan Dave. Setelah mengucapkan terima kasih, mang Gobin pamit.
Diseruputnya teh tersebut oleh oma dengan hati-hati karena masih panas.

"Lanjutkan apa yang mau kamu katakan" kata oma.

Dave menarik nafasnya panjang. "Masih ingat kah mereka sama kota ini? Terutama sama anaknya sendiri? Bukankah prioritas mereka hanya kerja, kerja dan kerja saja?"

"DAVE!" bentak oma. "Jaga mulutmu! Mereka itu adalah orang tuamu. Nggak sepantasnya kamu bicara seperti itu"

"Aku sudah dewasa, oma. Aku sudah mengerti apa yang terjadi dengan keluargaku. Dulu saat aku masih kecil, aku nggak paham artinya mencari nafkah. Tapi sekarang? Mereka tetap saja sibuk, oma" protesnya. Rahangnya menjadi keras dan giginya saling beradu saking menahan amarahnya.

"Papa mu bilang kalo dia akan pensiun dari kantornya dan kaki tangannya yang akan menggantikan posisinya. Jadi, kamu nggak perlu semarah itu, Dave"

Sepertinya urat syaraf di tubuh Dave mulai mengendur nggak seperti beberapa menit yang lalu. Kaku dan tegang.

"Bagaimana hubunganmu dengan Gingga? Kok oma tiba-tiba kangen sama gadis manis itu ya?"
Dave pura-pura menulikan pendengarannya. Bukan apa-apa, dia hanya nggak ingin membuat moodnya jelek lagi.

♥♥♥♥♥

Dia itu sengaja atau nggak sih. Masa aku mesti bolak balik ke divisi keuangan untuk meminjam laporan bulan ini. Setelah memberikan padanya, katanya aku salah mengambil file. Tapi jelas-jelas kata bu Inggrid kalau yang aku bawa memang laporan yang diminta Alina.

"Gingga..ke ruang saya sekarang" perintah Alina. Baru saja aku meneguk segelas air, kini sudah disuruh lagi. Sepertinya bekerja di bawah pengawasan bu Tia nggak begini-begini banget.

Dengan langkah gontai, aku masuk ke ruangannya. Di kursi kebanggannya dia duduk sambil membenarkan make-upnya. Astaga, ini kantor bukan ruang make-up artis.

"Apa kamu lihat-lihat?" tanyanya tanpa melihatku. Aku menggeleng dan mendekat ke arah Alina.

"Ada apa mbak?" tanyaku pelan.

"Vitamin E milik saya abis. Bisa beliin nggak di apotik? Eh sekalian ntar mampir di toko kue yang samping ATM tuh ambilin pesanan cheese cake punya saya. Bilang saja sama pegawainya. Mereka udah pada kenal saya semua kok" ucap Alina panjang lebar dan masih sibuk membenarkan bulu mata anti badainya.

Sepertinya benar, kalo dia memang hanya mengerjaiku saja. Dia ingin membuatku nggak betah dan pergi dari kantor ini. Tenang saja, aku bakalan buktikan siapa Gingga sebenarnya.

Segitiga Sama SisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang