Jimin mencoba untuk selalu ada di dekat Seo Ra, disaat gadis manis tersebut tengah dalam keadaan demam tinggi. Ia merasa tidak tega jika harus meninggalkan gadis itu seorang diri di apartemen dalam keadaan sakit. Sebab Jimin sudah menganggap Seo Ra seperti Adiknya yang telah tiada.
"Tidurlah." ucap Jimin sembari membenarkan selimut yang menutupi sebagian tubuh sang gadis manis. Sedari pagi ia sama sekali tak beranjak dari dalam kamar gadis bermarga Kim tersebut. Rasanya teramat khawatir melihat seseorang yang menurutnya berharga sakit seperti ini.
Ada air mata yang keluar dari manik Seo Ra, rasanya begitu beruntung baginya tinggal bersama dengan Pria sebaik Park Jimin. Perhatian yang ditunjukkan Pria itu padanya cukup membuat dirinya yang tidak pernah mendapatkan perhatian dari kakak kandungnya ini merasa begitu terharu. Andai ia bisa berbicara, mungkin saat ini ia sudah mengungkapkan isi hatinya pada Jimin, jika saja ia merasa begitu beruntung karena bisa bertemu dengan Pria yang awalnya dianggap sosok yang kejam, namun pada kenyataannya memiliki sisi yang begitu lembut.
Tangan Jimin terulur untuk menghapus air mata yang membasahi pipi Seo Ra, "Kenapa kau menangis? Apa sakit sekali? Apa yang kau rasakan?" tanya Jimin sembari mendudukkan dirinya di samping ranjang.
Seo Ra menggeleng, sangat sulit untuk mengungkapkan isi hatinya saat ini. Ia ingin sekali berkata jika dirinya merasa beruntung memiliki Jimin yang sudah menganggap dirinya seperti Adik kandungnya sendiri. Sedangkan kakak kandungnya saja malah membuangnya layaknya sampah yang tak berguna. Tapi Jimin malah memperlakukannya berbeda. Disaat orang lain seringkali menyakitinya baik dari segi ucapan maupun fisik, tapi Jimin malah mencoba untuk melindunginya.
"Aku tak menyangka jika kau akan mengalami demam seperti ini setelah pergi jalan-jalan."
Air mata Seo Ra pun kembali jatuh tanpa bisa ia tahan. Hatinya terasa sesak luar biasa. Ia mati-matian menahan diri untuk tidak membongkar bagaimana sikap Hyura kepadanya. Hatinya sangat sakit karena perlakuan Perempuan itu, namun ia merasa takut jika memberitahu Jimin yang sebenarnya persahabatan keduanya akan renggang.
"Kenapa kau menangis?"
Seo Ra menggeleng, ia mencoba meraih buku catatan kecil yang berada di atas nakas samping tempat tidur. Ia meratapi keadaannya saat ini, bahkan hanya untuk sekedar ingin mengatakan sesuatu pada Jimin saja nyatanya sangat sulit. Seo Ra memahami jika tidak banyak orang yang mengerti bahasa isyarat, terutama Jimin.
Dengan tubuh yang masih terasa begitu lemas, Seo Ra mencoba mendudukkan dirinya. Lantas ia segera menuliskan sesuatu di buku catatan kecil miliknya. Setelah selesai menulis ia segera memberikan buku catatan tersebut kepada Jimin.
Terima kasih untuk perhatian yang kau berikan. Bahkan kakak kandungku saja tidak pernah peduli padaku.
Entah kenapa dada Jimin terasa berdenyut nyeri ketika membaca tulisan dari Seo Ra. Ingatan akan pertama kali dirinya bertemu dengan Seo Ra di Club kembali berputar di dalam kepalanya. Awalnya ia ingin menjadikan gadis manis tersebut sebagai mainannya. Namun saat mengetahui bagaimana keadaan gadis manis itu yang sesungguhnya ada setitik rasa kasihan yang ia torehkan. Padahal sudah lama ia tidak merasakan perasaan semacam itu. Hatinya telah lama terasa mati, hingga ia tak dapat merasakan apapun lagi, termasuk belas kasihan kepada orang lain. Namun saat bertemu dengan Seo Ra dunianya terasa berbeda. Ia seperti merasakan Jimin yang dulu kembali lagi padanya. Sifat yang sudah lama ia kubur dalam-dalam kini kembali lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Alive (PJM)
RomanceSeo Ra tetap mampu bertahan ditengah rasa sakit dan banyaknya hinaan yang selama ini ia terima. Hanya karena ia terlahir berbeda, lantas banyak sekali orang yang memandangnya sebelah mata. Selama hidup Seo Ra selalu berpegang teguh pada apa yang ia...