🌹29

63.1K 2.2K 92
                                    

Happy Reading!

Mawar membawa selimut dari kamar orang tuanya kemudian bergabung dengan suaminya di kasur lipat tipis di ruang tamu. Rumah kecilnya memang hanya punya dua kamar. Satu untuk orang tuanya dan satunya lagi biasanya untuk Mawar dan Arga. Tapi karena Arga masih dalam masa pemulihan, Mawar enggan menganggu istirahat adiknya itu.

"Maaf_"Cicit Mawar pelan saat ia melihat tuan Revan sedang berperang dengan nyamuk.

"Kenapa minta maaf?" tanya Revan setelah membuang nyamuk mati di telapak tangannya.

"Jika mas kesulitan tidur, masuklah ke kamar Arga. Di sana kasurnya lebih tebal dan tidak begitu banyak nyamuk." ucap Mawar membuat Revan mendecih. Sebenarnya harusnya wanita itu yang masuk ke dalam kamar tapi Revan tidak mau tidur di ruang tamu sendirian tanpa Mawar dipelukannya.

"Sudahlah, lebih baik kita tidur. Besok pagi kita sudah harus pulang." ucap Revan lalu merebahkan dirinya.

"Shhh" Ringis Revan tak nyaman. Kasurnya sangat tipis, jika seperti ini sama saja mereka tidur di lantai.

"Masuklah ke kamar Arga, mas." Pinta Mawar lagi membuat Revan kembali bangun.

"Ini bukan tentang diriku, Mawar tapi kamu." tunjuk Revan membuat Mawar mengernyit.

"Aku kenapa?"

"Kasur tipis ini akan membuatmu kesulitan tidur. Dan kalaupun bisa tidur besok pagi tubuhmu pasti terasa pegal." keluh Revan seolah tak ingin Mawar tidur di kasur tipis tapi juga enggan menyuruh istrinya masuk ke dalam kamar.

Mawar tersenyum lalu berbaring. "Aku sudah biasa tidur di sini, bahkan dulu hampir setiap malam tidur di sini." ucap Mawar membuat Revan mendengus lalu kembali menepuk nyamuk yang menggigit tangannya.

"Pakai selimutnya, mas! Supaya tidak digigit nyamuk." ucap Mawar yang langsung bangun dan menggelar selimut untuk menutupi kaki mereka

Revan segera berbaring dan memeluk tubuh istrinya. "Baiklah, sekarang tidur." ucap Revan setelah menarik selimut dan menutupi tubuh mereka hingga bagian leher.

"Mas, sesak." Keluh Mawar saat pelukan tuan Revan terasa sangat erat.

"Mau bagaimana lagi, kasur ini sangat sempit." Ujar Revan namun tetap melonggarkan pelukannya.

Sedang Mawar hanya menghela napas. Apa kaitannya pelukan erat dengan kasur sempit.

"Mas_"Panggil Mawar. Entah kenapa ia jadi ingin mengobrol.

"hm?"

"Apa yang mas katakan sama ibu dan bapak tadi?" tanya Mawar penasaran. Pasalnya setelah tuan Revan bicara dengan orang tuanya, kemarahan orang tuanya mereda. Tidak ada tamparan atau tatapan kekecewaan hanya saja orang tuanya sepertinya masih enggan bicara seperti biasa pada dirinya.

"Kau tidak perlu tau." balas Revan membuat Mawar cemberut.

"Lalu emm__"

"Tidurlah, Mawar!" potong Revan membuat Mawar menggeleng.

"Aku tidak mengantuk." Ucap Mawar membuat Revan berdecak kesal. Ini sudah hampir jam 11 malam dan wanita itu bilang tidak mengantuk.

"Berbalik!" titah Revan membuat Mawar bingung.

"Untuk apa, mas?"

"Lakukan saja!" titah Revan tegas membuat Mawar menurut. Ia langsung berbalik membelakangi suaminya namun tidak lama dapat Mawar rasakan sebuah lengan yang memeluk tubuhnya.

"Anakku pasti sudah mengantuk." Ucap Revan sembari mengelus perut Mawar lembut.

Mawar tersenyum manis lalu mulai memejamkan matanya. Usapan di perutnya terasa sangat nyaman hingga rasa kantuk bisa begitu cepat mendatanginya.

Tidak sampai sepuluh menit, Revan sudah bisa mendengar napas teratur dari istrinya yang menandakan bahwa wanita itu sudah tertidur.

"Hahh" Revan menghela napas kasar lalu perlahan bangun saat suara nyamuk terasa mengitari atas kepala mereka.

"Enghh_"

Revan segera memeriksa wajah Mawar saat wanita itu melenguh dan benar saja ada nyamuk yang menggigit pipinya.

"Ck!" Revan segera membunuh nyamuk itu dengan menekannya pelan. Terlihat bekas nyamuk penyet dengan noda darah di pipi Mawar, namun Revan membiarkannya.

'Nyamuk sialan' maki Revan yang sudah duduk dengan sempurna. Mungkin malam ini ia tidak akan tidur mengingat suara nyamuk yang semakin merajalela dan bahkan saking banyaknya Revan bisa melihat nyamuk beterbangan di atas kepalanya.

Pagi harinya, Mawar membuka mata lalu melirik ke samping. Ternyata tuan Revan masih tidur.

Enggan membangunkan pria itu, Mawar memilih pergi untuk membersihkan diri dan memasak untuk sarapan pagi.

"Ini?" Kaget Mawar saat melihat terdapat tujuh nyamuk penyet yang sudah mengering di wajahnya. Aneh sekali, biasanya tidak pernah terjadi karena ia selalu tidur dengan nyenyak.

"Mungkin aku tidak sengaja menepuknya."Gumam Mawar lalu segera mencuci wajahnya dan menggosok gigi kemudian melangkah menuju dapur kecil dan memasak menu sederhana.

Sedang di tempat lain, tepatnya di sebuah kamar yang kini terlihat sangat berantakan. Seorang wanita sedang meringis kesakitan.

"Besok kita bertemu lagi, di sini!" ucap seorang pria berusia 60 tahunan dengan rambut yang memutih dan perut buncit.

Meysa hanya bisa mengepalkan tangannya. Ia ingin memaki pria tua itu namun harus diurungkan mengingat tujuannya belum tercapai.

"I_iya om. Lalu bagaimana dengan permintaanku tadi malam?" tanya Meysa pelan.

Burhan tertawa. "Menjadi simpananku? Tentu saja tidak. Kau terlalu kotor bahkan untuk menjadi seorang simpanan. Tapi ya_ sebagai pelayan kau pantas mendapat uang dan perlindungan." ucap Burhan lalu melempar kartu kreditnya. "Di luar akan ada dua preman yang akan menjagamu dan siap menuruti semua perkataanmu."

Meysa mengangguk lalu mengambil kartu kredit yang di lempar ke arahnya. Dua preman sangat cukup untuk menghancurkan Mawar. Meysa akan membuat seolah dua preman itu menyakiti Mawar atas suruhan om Burhan dan setelah itu ia harus kabur sejauh mungkin.

Meysa tersenyum licik. 'Kira-kira bagaimana reaksi Revan saat jalang kecilnya disetubuhi oleh dua preman?'

Bersambung

Menjadi Istri Tuan RevanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang