🌹30

70.8K 2.5K 144
                                    

Happy Reading!

Mawar kembali membawa dua piring lauk lalu segera ikut duduk lesehan di lantai. Rumah kecilnya tidak memiliki ruang makan khusus apalagi meja makan. Biasanya mereka hanya makan lesehan di ruang tamu.

"Arga, makan yang banyak supaya cepat sehat." Ucap Mawar lalu mengisi piring sang adik dengan nasi dan telur dadar.

"Terima kasih kak." ucap Arga lalu mulai makan.

Sedang Anwar dan Ina juga sudah mengisi piring mereka. Keduanya memang masih terlihat enggan untuk bicara. Namun Mawar yakin orang tuanya sudah tidak marah lagi, hanya mungkin masih sedikit kecewa karena Mawar merahasiakan banyak hal dari mereka.

Mawar menatap tuan Revan yang masih diam. "Mas mau makan apa?" tanya Mawar lembut. Pasalnya wajah tuan Revan masih terlihat kesal karena ia meminta untuk pulang sore hari. Mawar hanya ingin diberi waktu lebih banyak untuk bicara dan menjelaskan semua yang terjadi kepada orang tuanya.

Revan melirik Mawar malas. Mau makan apa katanya. Memang ada makanan apa saja? Bukannya hanya ada telur dadar dan telur rebus, dan Revan tidak suka makan telur.

Mawar meringis pelan saat menyadari bahwa tuan Revan tidak suka makan telur. Pria itu lebih suka daging atau ikan.

"Emm_ mas Revan mau disuap ya, kayak di rumah?"tanya Mawar lalu tanpa menghiraukan tatapan tuan Revan, ia segera mengisi piringnya lalu mengambil telur dadar.

Semoga saja tuan Revan mau makan karena di rumahnya tidak ada lauk lain selain telur. Lagipula tuan Revan hanya tidak suka telur bukan alergi.

Mawar mengambil sesuap nasi dan secubit telur kemudian mengarahkan ke mulut tuan Revan.

Revan diam sesaat lalu membuka mulutnya membuat Mawar tanpa sadar tersenyum lebar. Karena setelah ini Mawar ingin bicara dengan ibunya maka ia harus memastikan tuan Revan sudah makan.

'Tapi tunggu! Bukankah tuan Revan bisa pergi dan membeli makanan?' batin Mawar tersadar. Dengan begitu bukankah ia jadi punya waktu untuk menjelaskan semuanya pada orang tuanya.

Revan menelan makannya lalu mengangguk pelan. Meskipun hanya nasi dan telur ternyata rasanya lumayan enak. Mungkin karena di suap oleh Mawar.

"Ehem." Revan berdehem karena sudah lebih dari tiga suap wanita itu makan sendiri tanpa menyuapi dirinya.

Mawar menatap ke arah tuan Revan dengan pandangan bertanya.

"Suapi aku!" titah Revan tanpa malu membuat Mawar terdiam kaku. Namun tak urung ia tetap mengambil nasi dan telur kemudian menyuapi tuan Revan yang sepertinya sedang kerasukan jin. Mawar bahkan tidak berani melihat ekspresi keluarganya saat ini.

Selesai makan, Revan kini bersantai di pelataran rumah. Perutnya sangat kenyang setelah menghabiskan tiga piring nasi. Sepertinya makan telur tidak buruk tapi harus disuap oleh Mawar tentunya.

"Kakak."

Revan menoleh dan mengangguk saat melihat Arga di sampingnya.

"Aku boleh memanggil kakak?" tanya Arga pelan. Pasalnya suami dari kakaknya itu terlihat sangat berbeda. Dari mobilnya yang terparkir di halaman saja sudah mampu membuat ia dan keluarganya rendah diri.

"Tentu. Aku adalah suami kakakmu." ucap Revan datar. Revan merasa tidak perlu beramah tamah dengan adik atau orang tua Mawar, tuh ia hanya perlu Mawar bukan keluarganya.

"Terima kasih." Ucap Arga membuat Revan menoleh. "Dulu keluarga kami sangat bahagia meski hidup sederhana. Tapi satu tahun terakhir semuanya berubah kacau saat aku pingsan dan dinyatakan mengidap penyakit mematikan itu."

Revan diam lalu mengelus kepala Arga. "Kau masih sekolah?" tanya Revan membuat Arga menggeleng. Satu tahun berjuang melawan penyakitnya membuat ia terpaksa berhenti sekolah. Bahkan untuk biaya berobat saja terasa berat bagaimana bisa ditambah dengan biaya sekolah.

"Ingin sekolah?" tanya Revan lalu membuat Arga menunduk lalu menggeleng.

"Tidak. Setelah sehat nanti aku hanya ingin mencari pekerjaan dan membantu mencari uang. Aku sudah terlalu banyak merepotkan ibu, bapak dan kak Mawar. Aku tidak bisa terus membebani mereka dengan biaya sekolahku." ucap Arga membuat Revan memperhatikan tubuh Arga yang meskipun cukup tinggi namun sangat kurus.

"Berapa usiamu?" tanya Revan membuat Arga menatap kakak iparmya itu.

"Lima belas tahun."

Revan mengangguk. Lima belas tahun berarti harusnya sudah duduk di bangku SMA.

"Kenapa kakak menyukai kak Mawar?" tanya Arga tiba-tiba membuat Revan kaget.

"Aku tidak__"

"Kakak menyukai kak Mawar, aku tahu." ucap Arga membuat Revan berdehem pelan.

"Arga, kenapa di luar? Masuklah dan istirahat." ucap Mawar yang muncul di depan pintu.

Arga mengangguk lalu segera berdiri dan melangkah memasuki rumah.

Sedang Mawar langsung bergerak memakai sendalnya kemudian berjalan di halaman.

"Mau ke mana?" tanya Revan bingung.

Mawar menunjuk ke atas. "Mau ambil mangga."

Revan menatap pohon mangga yang memang sedang berbuah lebat lalu beranjak mendekati istrinya.

"Mawar!!"geram Revan saat Mawar justru mengambil tangga dan bersiap untuk naik padahal ia sudah menggulung lengan kemejanya bersiap memanjat.

Mawar mengerjap polos. "Mas pegangin tangganya ya." pinta Mawar membuat Revan melangkah cepat merebut tangga lalu mendorongnya kesal.

"Kenapa dibuang tangganya, mas? Aku tidak bisa memanjat." ucap Mawar lirih sembari bergerak untuk mengambil tangga kembali.

"Ya Tuhan."Keluh Revan. "Kau tidak lihat aku di sini?" tanya Revan frustasi. Ia hanya ingin Mawar memintanya untuk mengambil mangga maka dengan cepat ia akan memanjat.

Mawar mengangguk bingung lalu sedetik kemudian tersenyum manis. "A_aku akan memanggil bapak dan memintanya untuk memanjat." ucap Mawar semangat lalu bersiap memanggil bapaknya membuat Revan naik pitam.

"Mawar!!!"

-Bersambung-

Menjadi Istri Tuan RevanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang