🌹27

66K 2.7K 132
                                    

Happy Reading!

Mawar menatap rumah kecil yang dulu ia tinggali bersama keluarganya. Ada sedikit keraguan dalam hati Mawar untuk mendekati rumah itu mengingat saat ini ia tidak datang sendiri, melainkan bersama tuan Revan.

"Ayo!" Ajak Revan yang sudah jengah melihat Mawar yang terpaku di tempat tanpa niatan untuk beranjak.

"Mas" cegah Mawar saat suaminya itu ingin melangkah. "Mas tunggu di sini dulu ya." pinta Mawar membuat Revan melotot. Ia tidak mengajak Mawar pulang ke rumah orang tuanya untuk diperkenalkan sebagai majikan.

"Aku mohon." Pinta Mawar memelas membuat Revan menghela napas lalu mengangguk pelan. Meski enggan ia tak punya niat untuk mendebat lebih jauh. Tuh nanti jika Mawar mencoba menutupi pernikahan mereka maka Revan tidak akan segan untuk membantah dan memperkenalkan dirinya sebagai suami dari wanita itu.

Mawar tersenyum tipis lalu mulai melangkah menaiki pelataran rumahnya. Tadi di rumah saat ingin pergi, Mawar sudah bertekad untuk jujur pada orang tuanya. Lagipula yang Mawar lihat, tuan Revan justru marah jika ia tetap menutupi pernikahan mereka.

Tok tok

Mawar mengetuk pintu, ia sudah sangat merindukan keluarganya. Terutama Arga, Mawar ingin melihat wajah segar adiknya yang sudah kembali sehat.

"Siapa?"

Mawar semakin tak sabar saat mendengar suara ibunya.

Ceklek

"Mawar."

Mawar tersenyum lebar saat sang ibu kini berdiri dihadapannya. Wanita yang hampir berusia 40 tahun itu nampak sangat terkejut akan kehadirannya.

"Ibu." Mawar bergerak ingin memeluk ibunya, namun_

Plakk

Kepala Mawar menoleh ke kiri setelah sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanannya.

Sedang Revan yang sedari tadi menunggu dihalaman langsung menggeram marah dan segera berlari  mendekati istrinya.

"Apa yang anda lakukan?" Bentak Revan marah lalu menarik Mawar agar menghadap ke arahnya. Warna merah di pipi wanita itu membuktikan betapa kerasnya tamparan yang ia terima.

"Ini adalah tamparan untuk anak yang telah membuat malu keluarganya." Ucap Ina, ibu Mawar. Wanita itu terlihat sangat kecewa. Revan bahkan bisa melihat tangan yang sudah menampar istrinya itu nampak bergetar. Sebenarnya apa yang terjadi?

"Hiks_ ibu." Isak Mawar yang kini berusaha mendekati ibunya.

"Jangan sentuh ibu, Mawar!" bentak Ina. Ia bahkan kini tengah melangkah mundur. "Bagaimana bisa kau melakukan itu, Mawar. Kenapa kau tega merebut suami wanita lain?" ucap Ina membuat Mawar dan Revan melotot kaget.

'Wanita sialan itu pasti sudah menghasut keluarga Mawar' Batin Revan kesal.

Sedang Mawar hanya bisa menggeleng lalu menangis keras. Ibunya kini marah dan bahkan mungkin telah membencinya, lalu sekarang bagaimana? Mawar tidak bisa melihat orang tuanya kecewa.

"Ibu hiks_ tolong hiks maafkan Mawar hikss_" Ucap Mawar terisak hebat sedang sang ibu juga ikut menangis.

"Jadi itu be_benar?" tanya Ina tak percaya. Sebenarnya saat wanita yang mengaku sebagai majikan putrinya bercerita bahwa suaminya telah direbut oleh Mawar. Ina sama sekali tidak percaya. Tapi sekarang, putrinya malah meminta maaf yang artinya semua yang dikatakan wanita tadi itu benar.

"Ib_ibuu." Panggil Mawar yang berusaha memegang tangan sang ibu namun Ina segera menepisnya.

"Jangan panggil aku ibu lagi. Aku tidak punya anak seorang pelakor." bentak Ina marah membuat Mawar melangkah mundur. Ia tak pernah mendapat kemarahan seperti ini dari ibunya sebelumnya.

"Aku akan menganggap putriku sudah mat__"

"Cukup!!" Bentak Revan keras. Ia tidak peduli pada siapa ia berteriak. Namun wanita yang bergelar ibu mertuanya itu sudah keterlaluan.

"Anda tidak punya hak untuk membentak istri saya." ucap Revan tegas membuat Ina melotot kaget sedang Mawar dengan cepat berusaha menghentikan suaminya. Ia sangat tahu betapa mengerikannya jika tuan Revan marah.

"Mas_aku mohon." pinta Mawar lirih sembari memegang lengan tuan Revan.

"Jadi kau__?" Ina menatap pria tampan yang kini berdiri dihapannya.

Revan menepis tangan Mawar yang memegang lengannya lalu menghela napas. "Saya adalah pria yang katanya direbut oleh putri anda."Ucap Revan membuat Ina terdiam.

"Apa saya terlihat seperti pria yang bisa direbut oleh putri anda yang__" Revan melirik Mawar sekilas lalu melanjutkan perkataannya. "Biasa saja itu?"

"Kau terpaksa menikahi putriku karena dia hamil." tunjuk Ina ke arah perut putrinya.

Revan menggeleng. "Anda salah." Ucap Revan lalu menarik Mawar agar merapat ke tubuhnya kemudian mengelus perut rata istrinya itu. "Yang sebenarnya adalah saya sengaja menghamili putri anda agar bisa menikahinya."

"Bajingan."Maki Ina membuat Revan tersenyum remeh.

"Kalian?"

Revan dan Mawar menoleh ke belakang. Di sana ada Anwar, bapak Mawar.

Melihat suaminya, Ina segera berlari mendekat. Sedang Revan langsung meminta Mawar untuk masuk ke dalam rumah.

"Masuklah dan temui adikmu! Aku akan menangani ini." Ucap Revan meyakinkan lalu mendorong istrinya agar segera masuk ke dalam rumah.

Revan segera menutup pintu begitu Mawar masuk ke dalam rumah kemudian melangkah mendekati kedua mertuanya.

"Saya Revan, suami dari putri anda." Ucap Revan memperkenalkan diri pada bapak mertuanya.

Anwar menatap garang. "Putriku sudah mati saat dia memutuskan untuk menghancurkan rumah tangga wanita lain."

Revan menghela napas. "Sepertinya kalian tidak bisa diajak bicara baik-baik."Ucap Revan lalu memijat keningnya pelan.

"Pergilah dan ajak istrimu itu pergi dari sini!" usir Anwar membuat Revan menggeram marah. Sedari tadi ia sudah berusaha bersabar walau hampir gagal karena tadi ia sudah membentak ibu mertuanya.

"Kenapa aku dan istriku yang harus pergi?" tanya Revan membuat Anwar melotot marah.

"Ini adalah rumahku."

Revan terkekeh. "Benarkah? Kalian yakin rumah ini masih milik kalian setelah aku menebus sertifikatnya dari bank."

Anwar dan Ina terdiam kaget.

"Aku membayar hutang kalian di bank dan juga dari rentenir. Bagaimana cara kalian berterima kasih setelah ini?" tanya Revan lalu menyeringai. "Dan operasi Arga? Menurut kalian siapa yang membayar semua tagihannya."

Anwar dan Ina saling pandang. Selama ini mereka hanya tahu bahwa Mawar, putri mereka telah meminjam uang pada majikannya untuk membayar semua hutang dan membiayai perawatan Arga.

Revan menatap kedua mertuanya lekat. "Aku tidak tahu apa yang dikatakan oleh mantan istriku tapi aku berani menjamin bahwa dia bukan wanita yang baik. Aku menikahi Mawar karena mencintainya bukan karena kehamilannya ya walaupun saat kami menikah, Mawar tengah hamil." ucap Revan membuat Anwar masih tidak bicara, mungkin masih terkejut.

Revan tersenyum manis lalu mengambil tangan kedua mertuanya bergantian dan mencium punggung tangan keduanya sebagaimana yang harusnya seorang menantu lakukan.

"Aku adalah menantu kalian, dan aku harap kalian bisa menerimanya." Ucap Revan dengan wajah penuh kemenangan.

-Bersambung-

Menjadi Istri Tuan RevanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang