First time ngambek

147 18 1
                                    

Keenan melepaskan pelukan nya dari tubuh Aza. "Percaya kan sama aku?" Tanya Keenan sambil menatap dalam mata Aza.

"Iya kak Ken, Aza percaya. Aza juga minta maaf ya kak," ucap Aza sambil mengusap cairan yang keluar dari hidung nya, menggunakan punggung tangan nya.

Keenan tertawa melihat gadis di hadapan nya ini.

Aza menatap Keenan yang sedang melihat ke arah nya sambil tertawa. "Kak Ken, Aza malu tau," ucap Aza sambil menutup wajah nya menggunakan kedua tangan nya.

Keenan menyingkirkan tangan Aza, dari wajah gadis itu. Di hapus nya sisa-sisa air mata yang masih mengalir, membasahi wajah cantik pacar nya.

"Jangan nangis lagi ya. Sayang air mata kamu cuma karena cowo kaya aku," Keenan menatap dalam mata Aza.

"Refleks langsung nangis tadi, sesak banget dada aku kak," ucap Aza yang masih terisak.

"Ken minta mbb ya sayang," ucapan Keenan membuat dahi Aza berkerut.

"Maaf banget-banget," lanjut Keenan lagi, membuat Aza ingin tertawa.

"Iya kak Ken,"

"Kamu kapan birthday?" Tanya Keenan tiba-tiba.

"Bulan depan kak," jawab Aza singkat.

"Tanggal berapa?"

"3," Semakin singkat. Aza masih menahan sesak di dada nya.

"Ngambek, first time ngambekin pacar nya," ucap Keenan sambil menggenggam tangan Aza.

"Nggak ngambek kak," jawab Aza sambil membuang wajah nya ke arah lain.

Keenan mencium tangan Aza, membuat jantung gadis yang baru selesai menangis itu, berdetak tak karuan.

Setelah mencium tangan Aza, Keenan mendekat ke arah Aza, lalu mencium kening gadis itu.

Jantung Aza yang tadi nya berdetak tak karuan  menjadi diam seketika. Aza benar-benar seperti kehilangan nafas nya untuk beberapa detik. Kecupan tiba-tiba dari Keenan, berhasil membuat Aza melupakan kesedihan nya beberapa menit yang lalu.

"Jangan nangis lagi ya, aku sayang kamu ..."

"Anindira fatila."  Lanjut Keenan dalam hati.

Keenan menjauhkan tubuh nya dari Aza, lalu tersenyum ke arah gadis itu.

******

Fida yang baru saja sampai di kelas, melihat Aza sudah ada di sana. Aza melipat tangan nya di atas meja, dan menyembunyikan wajah nya di lipatan tangan nya itu.

"Za," panggil Fida sambil memegang tangan Aza. Aza mendongak kan wajah nya untuk melihat ke arah Fida.

Aza yang masih setia dengan permen di mulut nya itu, menatap Fida dengan tatapan yang sulit di artikan. Terlihat jelas kesedihan di wajah gadis itu, meskipun wajah nya tetap datar. Mata sembab nya yang jelas terlihat seperti orang habis menangis.

"Lo nangis Za? Siapa yang buat lo nangis? Kak Keenan?" Pertanyaan bertubi-tubi dari Fida membuat Aza semakin pusing. Aza hanya mengangguk kan kepala nya.

"Keren sih, cewe batu yang susah nangis kaya lo, bisa nangis karena kak Ken," ucap Fida yang membuat Aza berdecak kesal.

Fida mengambil kursi nya, lalu duduk di dekat Aza. "Cerita ke gue Za, jangan lo pendam sendiri. Soal sakit hati, gue udah berpengalaman," ucap Fida sambil menaikkan alis nya, dan tersenyum singkat.

Aza menceritakan semua yang terjadi di taman tadi kepada Fida.

"Belum hilang overthinking gue karena perkataan kak Evan di kantin tadi, malah sekarang bertambah lagi karena ucapan kak Ken. Gue pusing Fid, tapi gue nggak tau harus ngapain," ucap Aza sambil menutup mata nya dan bersandar di kursi tempat ia duduk.

"Lo sayang kan sama kak Ken?" Tanya Fida. Aza hanya mengangguk.

"Pertahankan dulu Za, gue yakin kak Ken ngomong gitu juga karena dia kesel, lo nggak ngasih kepercayaan ke dia. Ya walaupun menurut gue, ucapan kak Ken terlalu berlebihan sih. Tapi gue yakin, dia nggak bermaksud buat lo nangis," ucap Fida sambil mengusap bahu Aza.

"Thanks Fid, udah mau dengerin curhatan gue," ucap Aza sambil kembali memasukkan permen ke dalam mulut nya. Fida hanya mengangguk, lalu membawa kursi nya kembali ke tempat duduk nya.

****

Setelah pulang dari sekolah, Aza langsung masuk ke kamar, dan tidak keluar lagi sampai malam.

Bunda Mita yang khawatir pun, meminta Ansel untuk melihat Aza di dalam kamar nya.

"Bang, coba kamu lihat dulu adek kamu. Dari pulang sekolah tadi, dia nggak ada keluar dari kamar," pinta bunda Mita pada Ansel, yang baru pulang kumpul dengan teman-teman nya.

"Iya Bun, Abang ke kamar adek dulu," ucap Ansel yang langsung berlari menuju kamar sang adik.

"Dek, kamu kenapa?" Tanya Ansel yang baru saja membuka pintu, dan melihat sang adik sedang menatap langit-langit kamar. Aza adalah tipe yang sangat tertutup di keluarga nya.

"Ketuk pintu dulu kalau mau masuk bang," kesal Aza.

"Abang udah ketuk pintu dari tadi, kamu nya aja yang nggak dengar," ketus Ansel yang juga ikutan kesal dengan sang adik.

"Hm," Aza hanya berdehem, menanggapi perkataan Ansel.

"Kamu kenapa sih dek, semenjak pacaran jadi lebih sering murung?" Pertanyaan Ansel membuat Aza menatap ke arah Abang nya itu.

"Nggak kok, biasa aja," jawab Aza datar. Walaupun sebenarnya ia juga merasakan hal itu.

Ansel mengambil ponsel Aza yang terletak di atas kasur. "Mana nomor cowo kamu?" Tanya Ansel tiba-tiba.

"What for?" Aza gantian bertanya.

"Cuma mau tau, calon adek ipar abang kaya gimana orang nya," ucap Ansel sambil tersenyum lebar ke arah sang adik.

"Captain love," ucapan Aza membuat Ansel mengerutkan kening nya.

"Nama kontak nya," lanjut Aza lagi karena melihat Ansel yang seperti nya bingung.

"Bucin juga kamu dek," Ansel tertawa sambil mengirim kontak Keenan ke ponsel nya melalui ponsel Aza.

"Udah sana Abang keluar, ganggu aja!" Ketus Aza sambil melempar bantal ke arah Ansel.

"Oke deh, Abang keluar dulu ya. Kamu jangan murung terus, kasian bunda. Bunda bingung mau ngapain, ngelihat kamu nggak mau keluar dari kamar," ucap Ansel sambil mengelus kepala sang adik.

"Hm," Aza hanya berdehem.

"Dasar adek kulkas!" Ansel langsung berlari keluar dari kamar Aza, setelah mengatai sang adik. Aza hanya bisa menahan kekesalan nya.

Tidak lama setelah itu, Aza mendapat pesan dari Keenan. Keenan mengirimi nya pap bersama anak kecil, yang ternyata keponakan Keenan. Aza mengetahui satu fakta lagi tentang Keenan, yaitu menyukai anak kecil.

Aza tidak berhenti tersenyum, saat bertukar pesan dengan Keenan. Namun seperti biasa, Keenan akan pamit untuk tidur saat jam 10 malam.

Ketika Keenan pamit untuk tidur, Aza langsung kembali memikirkan perkataan Evan.

"Apa bener lo telponan tiap malam kak? Tapi sama siapa? Kenapa lo nggak pernah ngomong ke gue?" Begitu banyak pertanyaan yang hadir di pikiran Aza. Hanya saja, ia tidak berani bertanya langsung ke Keenan.

KEENAN  |  Reliable PlayerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang