14. Camping

894 117 1
                                    

"Bunda mau liburan gak?"

Jean yang ditanyai begitu langsung mengerutkan dahi. "Tumben-tumbenan ayah nanya begituan? Mau ngajak aku liburan nih ceritanya?"

"Yap, betul sekali. Ayah mau habisin waktu sama kalian para kesayanganku. Sekali-kali liburan gitu. Refresing."

"Tapi mending gak usah sih, Yah."

"Lah, kenapa?"

"Lagian libur cuma sehari pas hari minggu, apa gak sia-sia? Nunggu liburan panjang juga masih lama. Belum tentu juga kamu ambil cuti cuma buat liburan disaat karyawan-karyawan kamu disibukkan sama banyaknya pekerjaan. Gak adil kesannya karena direktur mereka bisa seneng-seneng sementara mereka pusing."

Raka menepuk keningnya. Sejenak, ia sempat melupakan hal itu. "Kamu bener. Tapi hari minggu gini gak mungkin terus ngerem di rumah. Palingan kegiatan jogging atau bersepeda, itupun cuma sebentar. Agenda lain mungkin sebatas jalan-jalan ke mall atau ke taman, udah terlalu mononton. Liburan aja kita cuma dua kali dalam setahun ini. Terlebih bentar lagi pergantian bulan."

"Aku ada saran."

"Apa tuh?"

"Kenapa kita gak camping aja, Yah? Campingnya gak usah ke puncak-puncak segala, cukup di depan rumah. Pasang tenda juga perlengkapan camping lainnya di bawa keluar. Biar seru, kita undang dua tetangga baru kita juga Nanda biar tambah ramai. Kegiatannya bisa sampai malam, karena nanti ada bakar-bakar juga. Itu udah asyik kalau menurutku."

Raka hendak berseru, tapi kalah cepat dengan Jean yang menyelanya terlebih dahulu. "Aku tahu pasti kamu mau protes karena aku ajak Nanda? Lagian kalian tuh beneran kayak anak kecil, tahu gak sih? Kamu juga, cemburuan. Aku kan istri kamu, mana mungkin sih tertarik sama berondong kayak Nanda? Dia cuma main-main doang, gak mungkin beneran sampai pengen rebut aku dari kamu. Bercandaan anak muda kadang keterlaluan, dulu kamu juga gitu kan? Lebih baik untuk hari ini, pertengkarannya libur dulu. Kita camping sekalian nanti bikin permainan-permainan biar makin seru."

"Hmm, oke. Aku ngikut aja."

"Jawabannya ikhlas gak sih?"

"Ini ikhlas kok bundaku sayang~"

Jean mendecih. Ia memutuskan beranjak dari ruang keluarga, kemudian berjalan menuju dapur. Jean harus mempersiapkan kebutuhan untuk makan siang dan makan malam. Beruntung kemarin Jean belanja banyak, dan kepikiran membeli marshmallow, sehingga kini makanan tersebut berguna juga untuk jadi tambahan bakar-bakar nanti malam.

"Yah, kamu undang dua tetangga kita sekalian jemput adek. Kalo sempet juga, Nanda samperin terus ajak ke sini."

"Iyaaaa!"

Jean memicingkan kedua matanya tak suka mendengar jawaban lesu dan terdengar seperti terpaksa dari sang suami. "Ini beneran ikhlas gak nih, aku gak mau jadi istri durhaka karena minta tolong ke kamu, tapi kamunya kek terpaksa gitu? Biar aku aja yang samperin, kamu urus dapur."

"Iya-iya, ikhlas ini ikhlas. Bunda di rumah aja, biar ayah yang samperin mereka."

...

"Widih, tumbenan nih ke sini?"

"Udah, gak usah banyak cincong. Kamu ke rumah sekarang, ada kegiatan camping bareng, kamu di undang buat ikutan."

"Wih ... serius? Duh, kapan lagi ya tuan rumah mau dateng kemari cuma buat ngajak aku? Harus diabadikan sih ini. Ayo foto, atau enggak kita buat video dokumentasi. Buat kenang-kenangan."

"Tinggal bilang 'iya' atau 'enggak', saya punya kesibukan sendiri ketimbang berlama-lama di sini. Gak ada manfaatnya."

"Iya-iya, mau kok. Kan biar bisa ketemu calon istri, hehe."

Prayogo FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang