02. Kisah Ayah

3K 304 6
                                    

"Ayah, bisa ceritakan adek sebuah kisah?"

Raka yang sedang menemani putranya bermain puzzle, lekas menampilkan raut seakan-akan tengah berpikir. "Adek maunya dibacakan kisah apa?"

Giliran sang anak yang mempertontonkan ekspresi tengah berpikir yang menurut Raka sangat menggemaskan. Hal itu langsung mengundang senyuman Raka. Dia tidak bisa untuk tidak tersenyum barang sedikit saja, Aiden terlalu menggemaskan.

"Kisah adek waktu masih kecil aja, Yah. Adek juga harus tahu waktu pertama kali digendong Ayah sampai buat Ayah menyun karena ngambek sama adek," sahut Jean menimpali. Pria manis itu datang dari arah dapur sembari membawa satu nampan terisi oleh 3 gelas jus jambu serta sepiring kue bolu cokelat yang sempat dibuatnya tadi pagi.

Jean menaruhnya di atas meja, kemudian ikut duduk lesehan di samping Raka beralaskan karpet bulu yang nyaman.

"Yeaaay, boluuu! Makasih Bunda~"

Jean tersenyum seraya mengusak rambut legam Aiden. Dia melirik Raka yang sedang memanyunkan bibir. Sepertinya sang suami teringat sesuatu yang diucapkan Jean tadi.

"Ayah, ayo ceritain kisah pas adek masih jadi dedek bayi!"

"Biar Bunda aja yang cerita. Kayaknya kalau Ayah yang cerita malah kemana-mana pembahasannya," cibir Jean diselingi tawa tatkala menyaksikan Raka makin cemberut.

"Boleh!"

"Waktu adek masih jadi dedek bayi, adek pernah gak sengaja pukul muka Ayah. Itu pas Ayah lagi gendong adek karena kamunya nangis mulu. Eh sehabis kena pukul, adek langsung cakar pipi Ayah sampai berdarah. Bayi besar Bunda ngambek, parno gendong adek karena gak mau kena pukul sampai ke cakar lagi," jelas Jean menahan tawa.

"Terus beberapa hari kemudian, Bunda nyuruh Ayah buat gendong kamu selagi Bunda selesai ngurus cucian. Tau gak apa yang bikin Bunda ketawa?" Jean bertanya kepada Aiden yang hanya dibalas gelengan tak mengerti oleh anak berusia 5 tahun itu. "Bunda dibuat gak habis pikir sama kelakuan Ayah kamu, karena, bisa-bisanya pakai helm cuma buat gendong kamu." Jean melanjutkan cerita bersamaan dengan tawa yang keluar.

"Pas Bunda tanya kenapa pakai helm, Ayah jawab, dia gak mau dianiaya sama adek ...." ungkap Jean sembari tertawa terpingkal-pingkal. Dia memandang sang suami yang menatapnya masam tanpa berniat menghentikan tawa. Terlalu menyenangkan mengerjai Raka, sayang jika dilewatkan.

Raka makin masam waktu Aiden ikut mentertawakannya. Dia membuang muka sambil bersedekap dada. "Ledek aja terus, sampai puas kalau perlu!"

Justru dengan jawaban Raka barusan, semakin membuat Jean tak bisa berhenti tergelak.

"Lihat tuh dek, Ayah ngambek." Jean berseru seraya mengusap bawah kelopak matanya yang mengeluarkan air.

"Ayah mirip seperti paman Marka kalau lagi ngambek," ujar Aiden. Jean yang mendengar itu kembali tertawa keras.

"HAHAHAH ... udah ah, Bunda capek ketawa mulu. Tambah jelek tuh Ayah, HAHAHA."

Wajah Raka semakin kecut seiring dia dijadikan objek kejahilan Jean. Tidak terkena nista oleh kedua orang tersayangnya tidak akan membuat mereka berdua merasa puas. Korban pernistaan pun mesti selalu dirinya.

"Ada satu lagi yang pengen Bunda ceritain ke adek. Ini satu dari semua kisah yang bikin Bunda gak bisa lupain karena saking lucunya."

"Waah, apa Bunda?"

"Bunda, please. Jangan bongkar aib Ayah di depan anak," mohon Raka. Mukanya terlihat memelas supaya Jean mengasihaninya.

Namun bagi Jean, sekali sudah mengerjai, tidak akan bisa berhenti untuk tidak mengusik. Mengusili Raka adalah hiburan tersendiri, sebab pria tampan itu sering berpasrah dan lebih mengalah. Tetapi Jean juga tidak bisa bersikap berlebihan seperti itu, karena itu sama saja mempermalukan Raka meskipun orang yang mengetahui adalah anak mereka sendiri.

"Oke deh, kasihan Ayah, dek. Mukanya melas gitu. Udah cukup ngerjain Ayahnya," ucap Jean. Seketika perkataan Jean tersebut mampu menerbitkan seulas senyum lebar dari Raka.

Rupanya Jean masih mau menyelamatkan harga dirinya di hadapan sang anak. Raka tak bisa untuk menutupi rasa senangnya. Untuk kali ini dirinya aman.

"Padahal tadi Bunda pengen ngomong kalau dulu adek sering banget minta nen ke Ayah, sampai-sampai Ayah terpaksa nempelin empeng ke dadanya biar tahu kalau itu Bunda apa bukan."

Kedua mata Raka membulat. "Bunda!!!" protesnya. Untuk yang kesekian kali, Jean kembali dibuat tertawa.

Prayogo FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang