21. Ayo Bikin Layang-Layang

809 100 4
                                    

Ketika hari minggu, paling menyenangkan itu memang bermalas-malasan. Tidur seharian penuh tanpa perlu memikirkan hal lain seperti dihari-hari sebelumnya. Bahkan untuk sekadar beranjak dari tempat tidur, rasa malas telah mendominasi tubuh untuk tetap tinggal hingga waktu kembali gelap.

Tapi itu tidak akan berlaku bagi keluarga kecil Prayogo ini. Sekitar jam lima subuh, bocil meresahkan yang tiap hari makin seperti belut itu menganggu waktu Raka yang sedang tidur nyenyak sembari memeluk Jean. Mungkin teruntuk pasangan yang sudah sah, berpelukan menjadi hal yang biasa, tetapi Raka mendapatkan hal luar biasa yang jarang sekali diberikan kesempatan untuk melakukannya.

Kali ini, Jean memberi izin kepada Raka guna tidur berpelukan dengan tangan kanan pria itu bermain-main pada puting Jean yang telah mengeras lantaran dimainkan sejak semalam oleh sang suami. Raka full senyum begitu permintaannya langsung dikabulkan tanpa perlu memohon lama. Cuma, Jean hanya memperbolehkan Raka bermain menggunakan tangan, tidak dengan mulut. Padahal Ia ingin sekali tidur sambil menyusu, meskipun tahu puting imut sang istri tidak akan bisa mengeluarkan susu seperti waktu ketika sang anak telah lahir untuk pertama kalinya.

Kembali lagi dengan gangguan Aiden terhadap sang ayah. Bocah itu bersemangat karena telah dijanjikan akan dibuatkan layang-layang oleh Raka. Sebab, kemarin Raka melihat putranya duduk seraya memandang takjub layang-layang yang dimainkan teman-teman sekompleknya. Hanya Aiden sajalah yang tidak bermain. Hal itu mengundang simpati Raka untuk berniat membuatkan sang anak layangan.

Meski Raka sedari kecil hidup tercukupi dan serba mewah, bukan berarti pria itu tidak bisa menciptakan sesuatu yang sangat disukai anak-anak. Berbekal dari objek yang sering dilihatnya ketika di toko, Raka yakin Ia bisa. Membuat layang-layang itu semudah menyalakan kompor.

"Hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari bambu. Kita gak punya bambu, Dek. Masa mau pake kayu?"

Aiden mengangkat tangan kanannya. Berniat menginterupsi. "Emang kalau pakai kayu gak bisa, ya, Yah?"

Raka menggeleng. "Gak bisa, Sayang. Kita adanya kayu yang besar-besar. Kalau pakai kayu, bukannya terbang, malah jadi kayak pancingan. 'Kan kita mau main layangan, bukan mau mancing," ujar Raka diselingi kekehan.

Aiden mengangguk-angguk dengan mulut seolah menyerukan kata 'O'. "Gak usah buat layangan, Yah. Ayo buat pancingan aja. Entar kita mancing di kolam ikannya Om Sutet!"

"No way! Kamu masih kecil gak bisa mancing. Entar ujung-ujungnya kamu yang nyemplung ke air, Bunda yang kasih bom nuklir buat ayah. Agenda kita hari ini berfokus membuat layangan. Lebih baik kita repotin kak Nanda biar dia juga ikutan bikin."

Kedua mata mungil itu membinar. "Ayo, Yah!" serunya bersemangat. Hal yang menyangkut Nanda, percaya gak percaya, ayah dan anak itu akan menjadi partner kerja sama guna membuat tetangganya tersebut merasa terusik. Apalagi hari masih pagi untuk beraktivitas di minggu pagi yang sedang cerah ceria ini.

...

TOK ... TOK ... TOK!

Nanda mendengkus marah. Siapa tamu yang berani mengganggunya pagi-pagi begini? Pemuda yang masih menjadi seorang mahasiswa itu berjalan keluar dari dalam kamar guna membukakan pintu teruntuk gerangan yang membuat tidur lelapnya terganggu.

"Apa, siㅡehh?" Nanda tercekat begitu disuguhkan oleh wujud Raka dan Aiden di depan pintunya. "Wah, calon anak dan mantan calon istriku ternyata," godanya dibarengi tawa menyadari perubahan raut wajah Raka yang menampilkan ekspresi tak bersahabat.

"Ndasmu! Saya ke sini karena Aiden ngajak kamu bikin layangan."

Nanda mengangguk-angguk seraya mengusap dagunya. Membuat mimik muka yang menurut Raka sangat menyebalkan seolah-olah tengah mengejek dirinya. "Oh, ya? Aiden atau lo sendiri yang pengen ngajak gue?"

"Anak sayalah!"

Nanda tertawa lepas. "Oke-oke, bentar gue cuci muka dulu. Gak enak dilihat orang, apalagi kalo sampai dilihat ayang Jean, hehe."

Sebelum Raka benar-benar berubah menjadi monster, Nanda terlebih dahulu kabur meninggalkan dua orang sebagai tamunya itu. Raka sendiri mendengkus. Niat kemari ingin mengerjai pemuda itu, justru malah dirinya yang kena karma.

...

"Lo bisa bikin kagak, sih?" celetuk Nanda ketika melihat cara Raka merakit kerangka layangan secara tidak benar. "Itu gak bakal jadi kalo lo ngiketnya begitu. Nih, lihat pronya buat layangan." Nanda menepuk dadanya, merasa bangga. Mengambil alih bambu yang baru setengah jadi dari tangan Raka.

Nanda melakukannya dengan sangat baik. Aiden sendiri menatap takjub kakak tetangganya tersebut. Hingga tak lama kemudian, layang-layang pun telah jadi. Membuat Aiden seketika bersorak gembira.

"Horeeee ... udah jadi!"

Nanda menyerahkan hasil kerajinannya itu kepada Aiden bersamaan lintingan benang disebuah bambu yang dipotong kecil. Pemuda itu menumpu badannya menggunakan kedua tangan berada di belakang tubuh, lalu melirik Raka yang tengah menampilkan ekspresi murung lantaran tak berhasil membuatkan sang anak layang-layang sesuai janjinya.

"Kek submisif aja lo," celetuk Nanda mengejek. Raka hanya membalas dengan lirikan membunuh. Mengundang gelak tawa Nanda yang merasa puas melihat tetangganya itu kesal. "Iye-iye maap. Gak usah sedih gitu. Tadi insiatif lo udah bagus karena mau bikin kerangka layangan, cuma masih salah aja ngiketnya. Kapan lagi yakan lihat Chief Executive Officer yang biasa sibuk di kantor tiba-tiba merakyat?"

Raka memutar kedua bola matanya jengah. Ia lebih memilih mengawasi Aiden yang sedang berlarian sembari berusaha menerbangkan layang-layangnya. Atensi Nanda pun sama. Pemuda itu berubah posisi jadi menumpu dagunya. Sesekali terkekeh ketika menyaksikan Aiden memberengut lantaran benda itu tak ingin terbang.

"Kamu beneran suka sama Jean, ya?"

Nanda mengangkat kedua alisnya kaget. Memandang Raka dengan kedua mata menelisik wajah Raka yang masih memandang ke depan. Sejurus kemudian, tawa menyebalkan kembali menggelegar. Raka menghela napas.

"Jadi lo beneran nganggep gue suka sama kak Jean?" tanya Nanda alih-alih menjawab pertanyaan Raka. Untuk kesekian kalinya, Nanda dibuat tertawa lagi begitu tak mendapat jawaban. "Astaga ... benar-benar ya lo. Gue cuma bercanda kali. Gak usah dianggap seserius itu. Gue masih tau diri kalo yang gue suka itu udah berpawang. Jujur, gue emang suka sama kak Jean, tapi gak pernah sekalipun sampai kepikiran buat rebut kak Jean dari lo. Gue gak sejahat itu sampai berani nyakitin perasaan lo. Gue cuma main-main aja. Jangan nganggep gue beneran pengen rebut kak Jean dari lo. Gini-gini lo sama kak Jean udah gue anggap sebagai kakak gue sendiri."

"Iyakah?"

"Serah lo dah mau percaya apa kagak. Noh, anak lo nyungsep." Nanda berujar sembari menunjuk di mana kini Aiden tersungkur ke tanah menggunakan dagunya.

Kedua mata Raka membola. Pria itu kelabakan dan segera berlari membantu sang anak berdiri waktu menyadari anak itu hendak menangis. Nanda tertawa keras, sebelum akhirnya menghentikan tawanya memandang ke arah langit biru yang dihiasi awan. Pemuda tampan itu mengembalikan objek lihatnya pada ayah dan anak yang sedang berpelukan. Seulas senyum tipisnya terukir. Seakan menyiratkan sesuatu yang hanya Nanda sendiri yang tahu.

Prayogo FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang