15. Unfaedah

682 121 3
                                    

Mungkin tak seharusnya Jean menyarankan untuk melakukan kegiatan jika paginya semua orang kembali memulai aktivitas mereka masing-masing. Pasalnya, sehari setelah kegiatan camping di teras rumah berlangsung, Raka dan Aiden berbarengan jatuh sakit karena kelelahan. Suami dan anaknya itu paginya sempat menjalankan kewajiban mereka sebagai seorang pekerja dan seorang pelajar, tapi malamnya mereka secara serempak mengeluh sakit.

Jean kelimpungan menghadapi dua bayi besar yang merengek meminta agar Jean menemani mereka. Jean bahkan sampai bolak-balik dari kamarnya bersama Raka, berpindah ke kamar si kecil jagoan Prayogo. Jean pusing. Akhirnya membawa Aiden agar tidur di kamarnya supaya mengurus suami dan sang anak tak menghabiskan banyak tenaga.

"Bunda capek, ya?" Aiden bertanya begitu menatap Jean yang sedang memijat lututnya.

"Banget. Bunda udah kayak kerja nguli."

Raka tertawa keras mendengar gurauan sang istri. Hal itu membuat Jean memicing sengit. "Gak ada yang lucu kenapa ketawa coba? Gak jelas deh, ayah."

"Lagian, apa yang kamu omongin tadi jokesnya dapet banget. Makasih buat bunda karena udah rela capek-capekan demi ngerawat kita."

Aiden mengangguk penuh semangat. "Hu'um. Makasih bunda sayang~"

"Udah jadi tugas bunda buat ngerawat kalian, terutama kamu, dek. Kalo ayah mau sakit juga pasti nanti juga sembuh, karena ayah udah gede. Pasti penyakit juga langsung mati kalo hinggap di tubuh ayah. Kalo adek masih rawan banget sama penyakit, jadinya bunda was-was, khawatir, takut, kalo adek udah jatuh sakit gini."

"Gak ada hubungannya sama masih kecil atau udah gede, bun. Ini tergantung daya tahan tubuh. Bahkan orang yang sehat karena 24 jam ditemenin sama dokter pribadi, bisa tetep sakit kalo dia lengah."

"Tapi, kan, orang dewasa kalo sakit pasti gak lama kemudian juga bakalan sembuh. Bunda juga tau itu tergantung daya tahan tubuh, tapi daya tahan tubuh kita tergantung pada usia kita yang kalo makin gede pasti penyakit juga jarang nempel. Bahkan diusia kisaran 16 tahun ke atas juga udah bisa ngatasin masalah sakit mereka yang cuma minum bodrex atau parasetamol semisal sakitnya demam, habis dibuat tidur, pasti agak mendingan."

"Gak harus, bunda. Temen ayah ada yang kerjanya dokter, dia sebagai dokter kesehatan juga pernah sakit seminggu. Itu gak tergantung usia dewasanya. Bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa, mereka bisa terjangkit segala penyakit apabila gak pandai jaga diri, entah dari makanan atau kesehatan fisik. Jadi, mau anak-anak sampai lansia sakit, itu sama sekali gak ditentukan karena faktor usia."

Aiden memerhatikan perdebatan kedua orangtuanya dengan pandangan polos. Bocah itu tak mengerti. Sesekali kepalanya bergerak kanan-kiri hanya untuk melihat tanggapan masing-masing dari jawaban mengenai 'sakit itu tergantung apa?'.

"Bunda, adek mau susu," serunya menengahi.

"Bentar dek, bunda masih mau ngasih pengertian buat ayah kamu."

Kedua mata cilik itu berkedip beberapa kali. Masih berapa lama perseteruan ini akan usai dan dirinya bisa mendapatkan sebotol dot susu hangat?

...

Jean menaruh segelas wedang jahe di atas nakas. Ia duduk di pinggiran kasur bersama Raka yang tengah bersandar pada headboard tempat tidur.

"Di minum dulu wedangnya. Pusingnya entar mendingan."

Raka mengangguk lesu. Tangannya terulur perlahan mengambil gelasnya. Meniup pelan-pelan, sebab masih terasa panas. Dirasa sudah agak mendingan, ia meminumnya. Rasa hangat dan sedikit pedas mengalir dari mulut berjalan ke tenggorokan dan berhenti diperutnya. Rasanya benar-benar membuat perut jadi hangat.

Pria itu merintih pusing dan ingin muntah. Maka dari itu, Jean membuatkan Raka segelas wedang jahe harap-harap rasa mual yang memicu pusing akan mereda.

"Gimana, Yah? Udah mendingan belum?"

Raka mengangguk. "Masih dikit, tapi gak papa."

"Ke dokter aja, yuk? Aiden aja udah baikan, masa kamu belum? Aku gak mau kamu kenapa-kenapa."

"Gak usah, bun. Bentar lagi palingan aku juga sembuh. Gak perlu sampai pergi ke dokter segala. Percaya ya sama aku, aku udah gak papa."

"Jangan ngeyel. Badan kamu masih panas ini, kalo dibiarin nantinya makin parah," ucapnya sembari menyentuh dahi Raka. Suaminya itu sangat keras kepala sekali!

"Bunda khawatir, ya?"

"Ya, iyalah. Sakitnya kemarin, masa yang sembuh duluan anaknya, gimana gak khawatir coba? Aku makin ngerasa bersalah udah bikin kamu jadi sakit begini."

Raka terkekeh geli. Tangan kanannya tergerak mengusak surai halus Jean dengan perasaan gemas. "Aku kan udah bilang, jangan nyalahin diri kamu sendiri. Kegiatan kemarin gak seberapa bagiku, palingan juga efek karena selama ini aku gak pernah istirahat, sering begadang dan makan gak teratur."

"Nah, kan, kamu sering telat makan! Jadi, selama ini pas aku tanya udah makan belum, kamu jawab udah itu cuma boong! Gitu ya kamu sekarang?! Semisal kamu ketahuan selingkuh dan malah boong saat aku tanya, aku beneran gak bakal ampuni kamu!"

"Loh ... loh ... kenapa malah jadi ke selingkuh sih?"

Jean menatap sinis. "Itu cuma perumpamaan. Lagian, suami gantengku ini gak bakalan sampai tega selingkuh diam-diam di belakang aku, ya, kan, Yah?"

Raka meringis oleh tatapan Jean yang seakan ingin menguliti tubuhnya hidup-hidup. Aura Jean menguar begitu menyeramkan.

"Enggak kok. Aku kan cinta mati ke kamu, bun."

"Halah, bullshit. Mulut-mulut para buaya yang suka banget modus sana-sini."

"Gak perlu curiga gitu, bun. Aku yang harusnya curiga ke kamu. Aku masih gak terima, ya, kalau bocah ingusan itu ngaku-ngaku calon suaminya kamu. Jangan-jangan kamu salting terus baper malah pengen ninggalin aku?"

Jean bersedekap dada. "Heh, mulutnya siapa itu?"

"Mulut aku, kenapa? Kamu mau aku cipok?"

Plak

Raka medesis sakit saat bibirnya mendapat tepukan sayang dari Jean. "Sakit loh bun," ringis Raka seraya menyentuh bibir seksinya yang berubah memerah.

"Lagian kalo ngomong kok ya gak di filter. Mending sekarang kamu rebahan, aku telepon dokter ke sini buat periksa kamu. Udah, gak boleh nolak. Ini demi kesehatan kamu. Kamu dua hari gak kerja, nanti bisa miskin mendadak kita kalo kamu leha-leha di kasur."

"Buset, leha-leha dong katanya."

"Jawab mulu, beneran aku jahit mulutnya nih!"

"Iya, minta maap. Makacih bunda cayang." Raka berujar begitu dengan melakukan flying kiss. Jean bergidik geli, memutuskan untuk keluar dari dalam kamar. Ponselnya ada di ruang keluarga.

Prayogo FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang