23. Piknik Kuy

687 66 1
                                    

Terhitung hampir seminggu lebih di bulan Desember awal sampai pertengahan, kebanyakan para pelajar sudah menyelesaikan ujian akhir semester gasal sebelum akhirnya dapat menikmati liburan natal. Kebanyakan pula biasanya sehabis ujian beberapa sekolah akan mengadakan piknik. Sama halnya dengan sekolah taman kanak-kanak tempat putra tunggal Prayogo ini menempuh pendidikan di sana.

Kini kedua orang tua Aiden tengah bersiap akan mengantar sang anak setelah semalam sempat membuat kedua orang dewasa itu keteteran karena bocah itu baru memberitahu kalau paginya akan piknik. Aiden sendiri dengan polos menjawab kalau dirinya lupa, sehingga pada saat jam dua belas lebih tiga puluh menit, Jean dan Raka musti terbangun. Jean mengemasi pakaian Aiden ke dalam tas mini, sebab tujuan destinasi piknik sang anak adalah ke pantai salah satunya.

Paginya, Raka buru-buru mandi. Setelah selesai, kepala keluarga Prayogo tersebut langsung bergegas ke minimarket untuk membeli camilan yang akan dibawa Aiden nantinya. Ini masih terlalu pagi jika ingin tahu. Toko mana yang sudah buka pagi-pagi begini?

Beruntung pemilik minimarket adalah sobat baiknya Raka, sehingga dengan tidak merasa bersalah sedikitpun, Raka mendatangi rumah sang teman lalu memintanya untuk segera buka toko.

Pemuda bernama Kevin itu sempat misuh-misuh karena Raka menganggu paginya yang seharusnya saat ini dia masih harus tidur sampai baskara tepat berada di atas kepala. Namun, begitu Raka menceritakan jika anaknya akan segera berangkat piknik dan baru semalam diberitahu, membuat Kevin memaklumi gangguan dari kawan baiknya tersebut. Pasalnya dia juga pernah seperti Aiden, hehe. Bahkan berakhir disabet pakai rotan.

Seusai berkutat memilah-milah snack hingga beberapa jenis minuman botol dan minuman dalam kemasan kotak seperti susu, Raka lekas pulang. Aiden tidak akan ditemani Raka ataupun Jean, karena sudah ada beberapa pembimbing guru yang akan mengawasi bocil-bocil tersebut. Itung-itung mengurangi rasa lelah dan bisa lanjut seharian tidur tanpa gangguan dari sang anak. Itu rencana Jean, wkwkwk. Raka tetap harus beraktivitas, yaitu berangkat ke kantor.

"Saat udah sampai di tujuan, adek gak boleh ngeluyur ke mana-mana. Ikutin terus guru pembimbing adek. Pokoknya jangan sampai terpisah sama temen-temen, ingat lho, Dek!" Jean memberi petuah pada sang anak supaya tetap ingat pada larangannya.

"Satu lagi, adek kalo mau jajan, serahin ke guru pembimbing duitnya. Ayah yakin banget kalo anak sekecil adek yang beli gini, bisa dikuras habis sama pedagang. Meski gak semua begitu, tapi namanya kamu juga anak-anak, mudah banget dikibulin dengan harga yang mahal. Pokoknya adek jangan kebanyakan jajan di sana. Oke, Boy?"

Aiden memberi hormat lima jari. "Ai ai kapten!" serunya patuh. Tapi tidak tahu ya nanti bagaimana waktu di tujuan, hehe.

"Mbak Rin, titip Aiden, ya, Mbak? Nanti aku bakal telepon mbak terus, jadi kalau keganggu aku minta maaf banget," tutur Jean sembari menyatukan kedua tangannya di depan dada.

Wanita cantik itu bernama Rin, selaku guru pembimbing Aiden sekaligus tetangga Jean. Wanita itu hanya terkekeh menanggapi keresahan hati Jean. "Santai, Je. Mbak bakal jagain Aiden. Jangan khawatir," ucapnya diselingi usapan lembut di bahu Jean.

"Ya udah, Jean, mbak harus ngurus anak-anak dulu. Kamu jangan khawatir, anak-anak aman sama kita," ujar Rin seraya melangkah ke dekat pintu bus. Jean hanya mengangguk. Ia akan berusaha untuk percaya, sebab selama ini jika bukan langsung dari dirinya, Jean tidak akan tenang.

"Baik, anak-anak, waktunya berbaris. Bu guru mau cek kehadiran kalian dulu. Setelah namanya terpanggil, langsung masuk, oke?"

"Oke, Bu guru!" jawab mereka penuh semangat. Tampak bahagia sekali karena mau jalan-jalan naik bus ber-AC. Siapa yang tidak suka coba?

Acara sesi absensi dimulai. Satu per satu anak-anak kecil itu naik dan mencari tempat duduk di mana mereka mau singgahi. Jean yang melihat itu menahan haru. Putra kecilnya semakin tumbuh, Ia tak menyangka. Apalagi melihat dari jendela bus, di mana Aiden mempersilakan Adena duduk di dekat jendela, padahal yang Jean tahu, putra semata wayangnya itu tidak suka kalau harus duduk tapi tidak didekat jendela.

"Mas, caranya kok kayak kamu banget sih? Kenapa gen kamu lebih banyak di adek ketimbang gen aku?" bisik Jean memproteskan ketidakterimaannya.

Raka terkekeh geli. Ia merengkuh pinggang sang istri sembari mengecup singkat pelipisnya. "Ya 'kan dia anak aku. Dari benih aku, terus aku juga yang berusaha memunculkan adek lewat little Raka," ujarnya bergurau.

"Tapi aku juga ikut andil. Aku yang musti bersusah-susah nanganin keberingasan kamu, terus ngandung adek, melahirkan, eh malah mirip bapaknya. Mirip aku cuma bagian bibir doang pula."

"Ya udah ayok bikin adek buat Aiden, kali ini yang mirip sama kamu, deh."

Jean refleks menyikut ulu hati Raka, membuat empunya meringis kesakitan. Aksi tersebut mengundang perhatian orang tua wali murid yang lain karena Raka mengaduh cukup kencang.

"Maaf, Mas, maaf, nggak sengaja!" pekik Jean panik.

"Akhh ... t-tolong, sakit banget. A-akhh ... rasanya mau mati ... karena nggak dikasih jatah ayank ...."

Jean mendelik sinis. "Apaan sih, lebay deh! Inget umur, Pak!" cibirnya tak suka.

Raka terkekeh geli. Ia menegapkan badannya, kemudian mengacak-acak surai cokelat sang istri.

Perseteruan kecil itupun usai. Kini bus pariwisata berwarna pink tersebut hidup. Tak sampai semenit, bus tersebut mulai melaju meninggalkan area luar sekolah bersama para bokem-bokem yang siap jalan-jalan menghabiskan duit.

Jean sempat dadah-dadah sama Aiden. Aiden membalas tak kalah semangat. Hahh ... akhirnya bisa leha-leha. Begitu isi pikirannya saat setelah bus telah jauh dari mata memandang.

"Yuk, pulang."

Jean mengangguk. Mengekor di belakang sang suami. Nggak sabar, bre, lanjut tidur tanpa gangguan merupakan kenikmatan bagi istri rumah tangga yang sehari-harinya mengurus anak, suami, dan rumah. Kapan lagi yakan, mweheheheh.

Prayogo FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang