Jean dibuat nggak habis pikir oleh kelakuan anak semata wayangnya hari ini.
Iya, benar, Aiden bangun pagi dan dia langsung membantu Jean bikin sarapan. Awalnya Jean tidak mempermasalahkan itu, tapi hampir setengah hari ini putranya itu lebih banyak membantunya melakukan pekerjaan rumah yang biasa Jean urus seorang diri.
Sehabis sarapan Aiden berkata ingin mencuci piring, tapi Jean yang dimintai tolong membawakan piring-piring kotornya ke wastafel. Jean mah setuju-setuju aja.
Aiden cuci piring pelan-pelan, takut jatuh terus pecah. Jean yang menyaksikan dari depan kompor terkikik gemas. Lucu banget. Walau memakan banyak waktu, tapi Aiden berhasil menyelesaikan tugas pertamanya dalam mencuci piring dengan sangat baik.
Sebagai bentuk apresiasi, Jean bertepuk tangan dengan heboh, membuat anak kecil itu tersenyum sumringah bak diberi kejutan ulang tahun.
Lalu setelah kegiatan cuci piring yang penuh dengan momen menggemaskan beres, Jean yang hendak melanjutkan beberes rumah dihentikan lagi oleh anak itu. Aiden berkata ingin membantu Jean menyapu. Untuk ketiga kalinya Jean tidak mempermasalahkan keinginan Aiden.
Tapi karena tubuh anak itu lebih kecil daripada sapunya, Jean tak mengizinkan. Pria manis itu memberikan kemoceng pada sang anak sebagai ganti penyapu. Memintanya membersihkan meja beserta tempat-tempat yang gampang kena debu. Sementara itu Jean bagian menyapu, sesekali melirik pekerjaan Aiden yang melakukan tugasnya dengan sangat hati-hati saat tengah membersihkan guci porselen hias mini yang tersusun di meja laci dekat bingkai foto pernikahannya bersama Raka.
Begitu semuanya selesai, Jean berjalan ke dapur, tepatnya kamar mandi. Sebab, di luar kamar mandi terdapat mesin cuci yang sedang beroperasi menyuci pakaian.
Lagi dan lagi Aiden nyeletuk ingin membantu. Jean mulai merasa aneh aja sama sikap berbeda anak itu, tapi tetap membiarkan sang anak menolongnya.
Selepas berkata Aiden bertugas menjemuri pakaian aja, anak itu dengan anteng duduk sembari menunggu mesin cuci berhenti mengeringkan pakaian. Jean membawakan ember yang diisi lima baju-baju Aiden sendiri, takut sang anak malah keberatan membawa ember dengan muatan baju banyak.
Jean juga mengambilkan kursi mini yang digunakan Aiden supaya bisa meraih tali jemuran yang tingginya sebatad dada Jean. Walau cara Aiden menjemur asal-asalan, Jean tak menegur. Hingga selesai juga agenda jemur baju, kini waktunya Jean memandikan Aiden.
Yang biasanya Aiden sangat sulit sekali dimandikan pas weekend begini, tapi kali ini anak itu nurut-nurut aja. Tanpa perlawanan atau drama menangis, Jean bisa menyelesaikan tugas memandikan sang anak dengan lancar.
Jean memakaikan baju Aiden. Habis itu giliran dia yang mandi karena udah merasa gerah banget. Rencana sehabis mandi pengen leha-leha aja sambil nonton televisi sinetron.
Namun, rencananya gagal total bro. Jean kira anak itu langsung kabur ke tetangga sebelah, biasalah main sama Adena. Tapi oh tapi Aiden asyik di depan televisi menonton kartun Hello Jadoo. Anteng pula. Jean menunduk lesu, terus ikut duduk di samping sang anak yang kelihatan fokus banget nonton kartunnya.
Hanya saja tiba-tiba Aiden arahin remotnya ke depan. Langsung pindah chanel sinetron yang biasa Jean tonton, kemudian bilang, "Bunda suka nonton itu, 'kan? Yaudah bunda nonton aja, Adek temenin."
Woi, Jean nggak tau musti salting atau gimana, beneran seperti bukan Aiden, bocil di sebelahnya ini. Tidak mungkin anak itu mau merelakan kartun kesukaannya demi tontonan gajelas sang bunda.
Jean bahkan sampai menempelkan punggung tangannya ke kening Aiden. Pengen tahu suhu tubuh Aiden panas atau enggak. Tapi enggak sih.
"Dek, kamu nggak papa, 'kan, Sayang?" tanya Jean khawatir. Dia bolak balikin badan sang anak takut ada cedera atau luka yang Aiden dapatkan setelah pulang dari piknik kemarin.
Cuma ya nihil. Jean aja yang terlalu hiperbola.
"Adek nggak papa, Bunda."
"Terus kamu ngapain hampir seharian ini bertingkah aneh?"
"Aneh gimana? Adek nggak aneh ih Bunda!"
Jean menatap sendu. Jujur, bukan berarti Jean tidak suka oleh sikap gentle sang anak hari ini dalam membantunya, hanya saja Jean tak ingin Aiden berubah. Aiden kecil yang bertingkah konyol serta pecicilan, Jean tidak mau semua itu lenyap dalam diri sang anak.
"Coba cerita sama Bunda, kenapa Adek tiba-tiba aneh gini?"
"Bunda, Adek nggak aneh!"
"Yaudah iya, Adek nggak aneh. Cuma hari ini Adek kelihatan berbeda. Nah, sekarang ceritain ke Bunda."
Anak itu mengubah posisinya menghadap Jean. Jean sendiri memandang serius menunggu sang anak memulai sesi menceritakan.
"Kemarin waktu di tempat wisata, Adek lihat ada banyak pengemis. Adek mau kasih, tapi Bu Guru bilang ngasihnya jangan banyak-banyak terus sekali aja karena nanti banyak yang nyamperin dan malah minta-minta uang. Adek nggak paham sama maksud Bu Guru, Bunda. Adek kasihan sama mereka, jadinya kemarin Adek nggak beli banyak oleh-oleh karena sebagian uang Adek kasihin ke mereka tanpa sepengetahuan Bu Guru."
"Terus pas makan siang, Adek ketemu teman baik loh, Bunda!"
"Oh, ya? Siapa temennya?"
"Namanya Danu, tapi dia udah nggak punya Ayah sama Bunda kayak Adek, Bunda" jawabnya berubah murung. "Adek juga mam bareng sama Danu habis itu cerita banyak banget. Danu nggak sekolah, Bunda, dan dia hidup sendirian sambil jadi pengemis. Bunda, Adek kasihan sama Danu."
"Danu ngasih tau Adek, Danu bilang nggak boleh bikin orang tua Adek sedih dan minta buat hargain selagi masih ada. Adek nggak paham Bunda maksud Danu, tapi yang Adek pahamin, Adek nggak boleh bikin Ayah sama Bunda sedih. Adek nggak mau lihat Ayah dan Bunda nangis karena Adek nakal atau nggak nurut."
"Kata Danu bisa punya orang tua lengkap itu bikin seneng. Adek selalu seneng karena Adek punya Ayah dan Bunda. Adek sayang sama kalian. Maafin Adek, Bunda, kalau Adek pernah bikin Bunda sedih." Anak itu tiba-tiba menitikkan air mata, membuat Jean yang mendengarkan cerita sang anak dengan wajah penuh haru, lekas memeluknya.
"Ssssst, Adek nggak pernah bikin kami sedih. Justru Adek bikin suasana rumah ramai dan seru, bikin Ayah sama Bunda jadi lebih hidup lagi sejak ada Adek. Bunda sayang Adek, begitu juga sama Ayah. Cup cup, Sayang, jangan nangis. Temennya Adek anak yang luar biasa, lain kali kita ke sana lagi ketemu Danu, oke?"
Jean merasakan Aiden mengangguk. Pria manis itupun tersenyum lalu mengecup pucuk kepala Aiden dengan penuh kasih sayang. Betapa beruntung Ia memiliki malaikat kecil berhati mulia seperti Aiden. Jean juga sangat berterima kasih kepada Danu. Siapapun anak itu, Jean berdoa semoga Danu mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan senantiasa bahagia di manapun anak itu berada.
Mungkin jika Jean ceritakan kejadian hari ini kepada suaminya itu, Raka akan tertawa dan ikut berbangga setelahnya.
....
Saya balik lagi setelah sekian lama meninggalkan book Prayogo Fams. Maapkeun yeee, semoga masih ada yang baca🗿
KAMU SEDANG MEMBACA
Prayogo Family
FanfictionHanya bercerita sedikit tentang kisah keluarga yang dipenuhi sekali dengan kehebohan di dalamnya. ㅡ Huang Renjun as Raka Andhi Prayogo (top) ㅡ Lee Jeno as Jeanzel Hatta Prawira (sub)