10. Ketemu Temen Lama

899 147 0
                                    

Handphone Jean berbunyi. Begegas pria manis itu mengambilnya di atas meja dan melihat nama si pemanggil yang tak lain tak bukan adalah sang suami.

"Kenapa, Yah?"

Dari arah lain tepatnya berada di ruang kerja Raka, pria itu memegangi ponsel di telinganya sembari membuka-buka berkas yang menunggunya untuk ditandatangani. Raka tampak sibuk.

"Bunda bisa jemput adek di sekolah gak? Ayah gak bisa ninggalin kantor, soalnya habis ini bakalan ada meeting."

"Iya nanti aku jemput. Kamu mau sekalian aku bawain makanan ke kantor?"

"Iya Bun. Perut aku keroncongan kangen masakan kamu."

"Idihh, mulai deh lebaynya. Yaudah aku siapin dulu baru nanti aku ke sana sama Aiden. Semangat kerjanya Ayah~"

"Asyik dapet semangat dari ayang, hahaha."

Jean langsung mematikan sambungan telepon. Tak lama setelah ini kedua pipinya memerah.

Pria manis itu lekas mengambil mantelnya kemudian berjalan ke dapur guna menyiapkan makan siang untuk suami tercinta juga untuk sang anak tersayang.

Setelah itu Jean bergegas meninggalkan rumah dirasa jam pulang sekolah sudah hampir tiba. Beruntung ada taksi yang lewat sehingga Jean tak perlu menunggu.

...

"BUNDAAAA!!!"

Jean terkikik geli melihat Aiden yang berlari kencang ke arahnya. Anak itu langsung menubrukkan badan gembulnya memeluk kaki jenjang sang Ibunda.

Dia mendongak seraya memberikan senyuman yang memperlihatkan deretan gigi-gigi mungilnya. "Bunda tau gak? Adek dapet satu bintang dari ibu guru karena hapal angka satu sampai dua puluh loh. Terus bu guru ceritain dongeng pangeran sama tuan putri. Adek juga dapat banyak teman!"

"Wah, berapa banyak?"

"Emh ... Sella, Janu, Kamal, Yasa, pokoknya ada banyak Bunda!"

Jean terkekeh. Mengusak rambut sang anak saking gemasnya. "Kalau udah berteman jangan sampai berantem ya? Berteman yang sehat aja, berbagi dan suka menolong kalau butuh bantuan, begitu pula sebaliknya. Yaudah yuk pulang, kita ke kantornya Ayah."

"Ke kantornya Ayah? Yeeaay! Ayo Bunda, adek gak sabar mau ketemu Ayah!"

Jean tersenyum lantas mengangguk. Digandeng tangan sang anak lalu membawanya ke mobil taksi yang tadinya tengah menunggu dirinya.

Selang sesampainya mereka di perusahaan Raka, mereka berdua pun lekas masuk. Jean tak pernah melunturkan sedikitpun senyumannya saat para pekerja di perusahaan tersebut menyapa ramah dirinya.

"Jean?"

Empunya nama sontak menengok. Kedua mata sabit itu turut membulat mengetahui si pemanggil berada di perusahaan sang suami.

"Haikal, kamu kok ...?" Jean tak sanggup berkata-kata. Pasalnya sosok pria berjas itu adalah teman lamanya. Bisa dikatakan seseorang yang menyukai Jean waktu keduanya berada di sekolah menengah atas dulu.

"Lama gak ketemu, kamu gak pernah berubah ya ternyata."

Jean tertawa canggung. Jujur, berada di situasi begini membuatnya tak mengerti harus bagaimana.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Jean.

"Menurut kamu aku disini mau ngapain?" Haikal membalikkan pertanyaan seraya memberikan tatapan lembut kepada Jean.

"Kerja?"

"Hahaha, kamu emang gak berubah meskipun udah punya satu anak. Omong-omong, ini anak kamu? Hai little boy, siapa namamu?" tanya Haikal, berjongkok menyesuaikan tinggi badannya dengan anak laki-laki yang sedari tadi mengundang fokusnya.

"Aiden, om," balas anak itu malu-malu.

"Hm, produk Raka bagus juga."

Pletak!

Haikal meringis merasakan kepala belakangnya di jitak cukup kuat oleh seseorang. Saat dia menoleh, mendapati sosok Raka yang memandangnya datar.

"Memangnya anak saya barang? Segera ke ruang rapat sebelum saya membatalkan kerjasama antar perusahaan," ancamnya. Haikal yang pada dasarnya datang untuk tidak memancing keributan, lekas meninggalkan lobi menuju ruang rapat yang dikatakan oleh si pemilik perusahaan.

"Ayah, dilihat anaknya loh!" tegur Jean.

"Lagian dia ngeselin sih. Bunda pokoknya tunggu di ruang kerja Ayah. Aku bakalan balik setelah ngurus ini semua. Dan untuk adek, apa yang adek lihat tadi gak boleh dipraktekin ya?"

"Siap Ayah!"

"Oke, sampai ketemu nanti para kesayangan Ayah." Raka mengelus rambut Aiden, tak lupa memberi kecupan di pipi Jean sebelum berlalu menuju ruang rapat.

"Dih, modus banget anaknya orang," cibir Jean. Hal itu langsung mendapat tatapan polos dari sang anak.

"Kan Ayah anaknya orang, Bun? Emang selama ini Ayah bukan anaknya orang ya?"

Pertanyaan itu membuat Jean mengembuskan napasnya lelah. "Udah ah jangan bahas beginian. Ayo kita ke ruangannya Ayah, kita lihat gedung-gedung tinggi dari lantai atas."

"Horrreee! ayo Bunda!"

Prayogo FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang