Bab 3

848 117 21
                                    

Hai, apa kabar?

Met baca, ya!


Raka kembali ke rumahnya setelah mengunjungi rumah Dinda. Dia mendapati kedua orang tuanya sudah menunggu di ruang tamu rumah mereka. Dia memandang ibunya yang hanya diam dengan pandangan kosong.

"Kamu membatalkan rencana pernikahan?" tanya bapaknya saat melihat Raka memasuki rumah mereka.

"Iya, Pak," jawab Raka singkat.

"Apa alasannya?" cecar bapaknya.

Raka sejujurnya masih belum siap mengatakan yang sesungguhnya kepada bapaknya. Ibunya saja tadi sampai jatuh pingsan karena mendengar itu apalagi bapaknya. Dia takut bapaknya akan kehilangan nyawa jika mengatakan yang sesungguhnya terjadi.

"Kenapa kamu diam saja?" bapaknya kembali menuntut jawaban dari Raka. "Apa yang sebenarnya terjadi sampai kamu harus membatalkan pernikahan? Lihat! Kamu gak sayang ibumu?!"

Raka mengalihkan pandangan ke arah ibunya. Sekarang ada air mata yang mulai mengalir di pipinya. Wajahnya masih terlihat pucat.

"Anak kita salah jalan, Pak," ucap ibunya lirih.

Meskipun lirih ucapan ibunya tetap bisa didengar oleh bapaknya. "Maksud ibu apa?"

"Anak kita sudah melenceng dari agama dan Allah telah menurunkan azabnya kepada dia." Ibu Raka masih belum sanggup mengatakannya secara gamblang.

Kini ayahnya menatap ke arah Raka yang masih berdiri semenjak dia datang. "Kamu bisa jelaskan apa maksud ibu kamu?"

Menarik napas panjang Raka mendekati bapaknya. Lalu dia bersimpuh di kaki bapaknya. "Ampuni Raka, Pak!" ucapnya. Lalu dia beranjak ke kaki ibunya. "Ampuni Raka, Bu! Raka sudah meninggalkan hal itu beberapa bulan lalu. Raka tahu itu salah. Tapi ternyata Allah tidak mau mengampuni Raka begitu saja. Menikahi Dinda adalah salah satu ikhtiar Raka untuk lepas sepenuhnya dari hal itu, Bu, Tapi Allah sepertinya sangat menyayangi Dinda. Dia tidak mau Dinda berpasangan dengan imam yang berlumur dosa seperti Raka."

Ibunya hanya diam saja. Air mata masih terus mengalir dari matanya meskipun kini dia sudah lebih kuat mendengar apapun yang keluar dari mulut Raka. Ibunya juga mengkhawatirkan bapaknya jika mendengar apapun yang akan dikatakan oleh Raka.

"Jelaskan sama Bapak apa yang sedang terjadi!" perintah bapaknya saat Raka masih bersimpuh di kaki ibunya.

"Raka penyuka sesama jenis, Pak. Dan dia sekarang terkena HIV." Itu bukan suara Raka melainkan suara ibunya.

"Ibu bilang apa?" Bapak Raka merasa tidak mempercayai pendengarannya. Oleh karena itu, dia menanyakannya sekali lagi pada istrinya.

"Raka terkena HIV, Pak." Kali ini Raka yang berbicara. Dia memeberanikan diri menegakkan dirinya untuk menjawab pertanyaan bapaknya. "Raka sempat salah jalan dengan melakukan hubungan sesama jenis. Tapi sekarang Raka sudah tidak seperti itu lagi."

"Astaghfirullah!" Bapaknya kini mendengar dengan jelas apa yang diungkapkan Raka. Tapi dia masih berusaha tidak mempercayainya. "Apa yang Raka bilang bener, Bu?"

"Bapak gak salah dengar," jelas ibu Raka.

"Astaghfirullahaladzim!" Bapaknya mengusap muka dengan kasar.

"Ya Allah, kita punya salah dan dosa apa, Pak, sampe diuji seperti ini?" ucap ibunya sambil meremas baju di bagian dadanya. Gestur itu dilihat oleh Raka, dia tahu betapa sakit hati ibunya mendengar kenyataan ini. Bukan hanya pernikahan yang sudah sangat dia idam-idamkan yang harus gagal tapi juga kenyataan tentang perbuatan anaknya yang melenceng jauh dari agama.

Di Senja Itu Kita BertemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang