Hallo!!!
Apa kabar? Maaf banget baru bisa meneruskan cerita ini.
Selamat membaca 🥰
***
"Mas, sebenarnya ada banyak lho masakan yang cara masaknya simpel dan mudah," beritahu Citra pada Raka di sela-sela makan siang mereka.
Yang dikatakan Citra membuat Raka menjeda makannya sejenak. "Bekal makanan saya menyedihkan banget, ya?"tanya Raka dengan nada sendu.
Nada bicara Raka membuat Citra meringis tidak enak. "Tapi lauknya aja, kok. Kalo sayuran yang Mas Raka makan gak masalah. Sehat malahan karena hanya direbus saja." Citra buru-buru menambahkan supaya Raka tidak salah paham.
Kejujuran Citra membuat Raka tersenyum, antara miris dan malu. "Saya memang gak bisa masak, Cit. Saya hanya bisa merebus dan menggoreng aja. Makanya bekal saya sayur yang hanya direbus dan lauknya sesuatu yang goreng."
"Tawaran saya untuk ngajarin masak masih berlaku kok, Mas. Kalau Mas Raka mau saya bisa ngajarin Mas Raka masak."
Kemudian Citra menunjuk pada kotak bekal yang dibawanya berisi daging tipis-tipis mirip dengan yang dijual sebuah makan cepat saji bertema Jepang.
"Contohnya bekal yang saya bawa ini. Ini gampang banget. Mas Cuma butuh motong bawang bombay aja. Paprikanya bisa diganti cabai gede-gede biar gampang motongnya atau gak pakai juga gak papa. Terus tumis dagingnya. Bumbunya hanya saus tiram dan kecap manis. Bisa juga dengan bumbu jadi. Tumis gak jauh beda dengan menggoreng," urai Citra penuh semangat.
Mendengar Citra yang antusias menjelaskan resep masakan membuat Raka tersenyum. "Kamu suka masak, ya?"
Pertanyaan Raka membuat Citra menyadari kalau dia sudah terlalu bersemangat. Dia lalu tersenyum malu karenanya. "Iya, Mas. Sejak kecil Ibu selalu mengajarkan saya memasak. Waktu SMP saya sudah bisa masak resep-resep sederhana sendiri. Di rumah saya yang lebih banyak memasak daripada Ibu."
Ada nada sendu yang Raka tangkap di akhir kalimat Citra. Raka berpikir kalau Citra pasti teringat akan kedua orang tuanya. Tanpa sadar Raka mengapai tangan Citra yang ada di atas meja lalu menggenggamnya.
Genggaman tangan Raka membuat Citra terperanjat. Matanya membola menatap Raka. Dan sontak Raka menyadari apa yang dilakukannya.
"Maaf, maaf!" Raka langsung menarik tangannya. Atmosfer di antara mereka pun berubah menjadi canggung. "Maaf jika saya lancang. Saya sama sekali tidak bermaksud untuk berlaku tidak sopan."
Raka segera bergerak mengambil cairan pembersih tangan miliknya yang terletak di samping tumbler miliknya. Tapi setelah benda itu sudah berada di tangannya Raka tiba-tiba menghentikan gerakannya untuk memberikannya pada Citra. Dia kembali meletakkan cairan pembersih itu ke tempatnya semula.
Raka tersadar kalau itu bukan hal yang perlu dilakukannya. Penyakitnya tidak menular karena mereka besentuhan seperti itu. Dia juga tidak ingin membuat Citra jadi curiga. Apalagi sebelumnya dia pernah memaksa Citra untuk mencuci tangan saat menyentuh dahinya. Kini ada rasa takut di hatinya jika Citra mengetahui penyakit yang dideritanya. Raka takut Citra akan menjauhinya. Sama seperti kedua orang tuanya.
Tentu saja Citra melihat apa yang dilakukan Raka. Dia kembali teringat saat Raka dengan gusar meminta mencuci tangan saat dahinya disentuh. Dan hal itu kembali memunculkan tanya di kepalanya. Sebenarnya apa yang terjadi pada laki-laki yang disukainya itu. Tapi Citra memilih untuk melupakan keingintahuannya sejenak dan memutuskan untuk mengabaikan perilaku Raka yang ditangkap matanya tadi.
"Saya tahu Mas Raka cuma mau menenangkan saya. Beneran gak papa kok, Mas." Citra tersenyum tulus pada Raka. "Mendingan kita ngomongin resep masakan lagi, Mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Senja Itu Kita Bertemu
General FictionRaka pernah tergoda dan salah jalan. Kini dia mendapatkan teguran dan balasan dari kesalahannya. Karena itu dia berusaha memperbaiki diri dari apa yang tersisa. Raka tidak tahu kalau Tuhan sangat menyayanginya. Karena ternyata bukan hanya teguran da...