Bab 20

1.2K 145 40
                                    

Selamat membaca

Bab terakhir sebelum epilog


"Hamil?" Mata Citra terbelalak saat melihat stik pipih bergaris dua di tangannya. Dia masih merasa tidak yakin dengan apa yang dilihat matanya. "Aku beneran hamil?"

Tadi sewaktu Citra mengatakan keluhannya kepada Tante Deswita dia langsung disarankan untuk melakukan tes kehamilan. Oleh karena itulah hari ini Citra tidak hanya melakukan tes HIV tapi juga tes kehamilan.

Citra pun segera keluar dari kamar mandi lab tempatnya melakukan tes. Dia berjalan mendekati petugas yang tadi mendampinginya. "Mbak, ini," katanya sambil memberikan stik tersebut.

"Garis dua, Bu. Selamat, ya!"

Pipi Citra serta merta merona. Suntikan semangat baru masuk ke dalam dirinya. Ini keajaiban indah yang tak terduga dan menjadi kado perayaan pernikahan mereka hari ini. Alhamdulillah, ucapnya dalam hati. "Makasih, Mbak."

"Hasil tes rapidnya akan kami kirimkan lewat pesan, ya, Bu. Mudah-mudahan 20 menit lagi sudah ada hasilnya," beritahu petugas itu lagi.

Citra yang merasa sangat senang kini disadarkan kembali saat mendengar kenyataan itu. Hasil tes HIV-nya. Itu akan menjadi kebahagian yang sempurna jika hasilnya negatif. Tapi jika sebaliknya dia harus mengusahakan yang terbaik untuk dia dan bayi di dalam kandungannya. Citra juga memikirkan kemungkinan Raka akan tertekan jika dia hamil dalam keadaan positif HIV.

Setelah semuanya selesai Citra pun bergegas kembali menuju rumah sakit tempat Raka dirawat. Dia tidak sabar ingin memberitahu kabar bahagia yang dibawanya kepada Raka. Akan tetapi sepertinya dia harus menunda hal itu terlebih dahulu. Karena saat tiba di kamar rawat Citra melihat mata Raka terpejam dan wajahnya mengkerut dalam.

"Mas?"suara Citra bergetar khawatir."Ada apa?Sakit lagi, ya kepalanya?"

Mendengar istrinya sudah kembali Raka langsung membuka matanya tapi ekspresi kesakitan di wajahnya masih tersisa. "Iya, sedikit," bohong Raka. Tapi tentu saja Citra tidak bisa dibohongi.

"Kita makan dulu, ya, Mas. Obat nyerinya masih jam dua nanti." Sebelum makan Citra memberi Raka obat anti mual terlebih dahulu.

"Iya," jawab Raka lemah.

Citra mengamati dari sejak bangun tidur tadi Raka terlihat lebih lemah dari hari-hari sebelumnya. Dia menduga hal itu dikarenakan jadwal tesnya hari ini. Energi Raka mungkin terkuras oleh stres dan rasa cemas yang menderanya.

Raka mulai makan dengan disuapi oleh Citra. Tapi baru suapan ketiga Raka sudah menolak. "Sudah?" tanya Citra memastikan.

"Sudah dulu. Mual." Raka segera mengantupkan mulutnya untuk menahan keinginan untuk muntah.

Dan Citra hanya bisa menghela napas pasrah. "Nanti kita coba lagi kalau mualnya sudah hilang." Dia pun meletakkan piring Raka kembali ke atas nakas. Lalu Citra memberikan pijatan di kepala Raka untuk mengurangi sakit kepala dan mualnya.

"Hasilnya tiga hari lagi?" tanya Raka saat mualnya sudah mulai berkurang. Setiap kata bagikan terseret-seret keluar dari mulutnya.

Pertanyaan Raka membuat Citra teringat kabar yang tadi dia bawa. "Iya tapi aku juga melakukan tes rapid tadi." Muram di wajah Citra karena kondisi Raka langsung berganti menjadi binar-binar ceria.

"Udah ada hasilnya?" tanya Raka lagi. Citra menganggukkan kepala semangat yang membuat Raka bisa menebak apa hasilnya. "Negatif?"

Tadi Citra sudah melihat hasil tesnya dalam perjalanan ke rumah sakit.

Di Senja Itu Kita BertemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang