Bab 7

665 109 8
                                    

Halo, semuanya! Hari ini jatahnya Raka dan Citra yang di-up, ya!

Met baca!


Tidak terasa sudah tiga bulan berlalu Raka, Citra dan Vidi menghabiskan makan siang bersama di pantry kantor mereka. Kadang-kadang Citra mengajak Lidya untuk ikut serta tapi Lidya yang kurang suka membawa bekal lebih memilih makan di kantin karyawan atau pergi ke restoran dan mal yang dekat dengan kantor mereka.

Sepanjang waktu itu Citra mengamati jika Rika tidak mau mengambil makanan yang dia dan Vidi tawarkan meskipun dia tidak pernah menolak kalau makanan itu langsung mereka berdua taruh di kotak makan Raka. Tentu saja itu membuat Citra memiliki kecurigaan terhadap semua perilaku Raka. Citra curiga kalau ada alasan lain yang membuat Raka berubah selain desas-desus yang beredar.

"Siang, Mas Raka," sapa Citra di suatu siang saat dia memasuki ruang pantry lantai sepuluh tempat mereka biasa makan siang.

"Siang," jawab Raka dalam nada yang tidak sedingin dulu meskipun juga tidak hangat. Raka memang tidak banyak mau ikut serta dalam setiap pembicaraan Citra dan Vidi setiap makan siang. Tapi dia sudah tidak menanggapi dingin keberadaan dua orang itu di sana.

Citra lalu mengambil duduk di kursi yang biasa dia duduki setiap makan siang.

"Mas Vidi mana, Mas? Biasanya sudah duluan datang." Citra menyadari Vidi yang tidak hadir siang itu padahal Citra terlambat sekitar sepuluh menit datang ke pantry untuk makan siang.

"Saya gak tahu." Raka memberitahu Citra.

"Oooh, baik, Mas." Citra menjawab dengan kikuk. Meskipun sudah tiga bulan berinteraksi cukup sering dengan Raka tapi dia merasa masih sungkan. "Mas Raka bawa apa hari ini?" tanya Citra. Dia berusaha menghilangan rasa sungkan karena tidak ingin makan siang mereka hanya dilakukan dalam diam.

"Tumis kangkung dan ayam goreng." Raka masih menjawab singkat-singkat.

"Wah, kayaknya kemampuan masak Mas Raka meningkat sekarang!" Karena terlalu senang mendengar menu yang dibawa oleh Raka Citra tidak sadar berseru senang.

"Saya beli." Entah mengapa Citra mendapati nada malu dari jawaban singkat Raka dan itu malah membuat dia ikut tersipu.

"Maaf, Mas. Saya kira Mas Raka masak sendiri." Citra lalu membuka kotak bekalnya. Hari ini dia membawa tumis labu siam, udang asam manis dan tiga buah pisang yang rencananya akan dia bagi dengan Raka dan Vidi. "Pisang buat Mas Raka."

"Makasih." Akhir-akhir ini Raka pasti mengatakan itu setiap kali Citra dan Vidi membagi makanan mereka. Dan Raka mengatakan itu dari lubuk hatinya, tidak hanya ucapan di bibir. Perubahan yang cukup baik tentunya. Dulu dia hanya diam saja dan merasa jengah.

"Sama-sama, Mas. Mas Raka sebenarnya tinggal di unit berapa? Saya jarang banget ketemu Mas Raka padahal kita tinggal di lingkungan yang sama." Citra berbicara di sela-sela makannya.

"Saya memang jarang kemana-mana." Raka beralasan.

"Mas Raka sudah gak belanja sayur di warung Pak Mamat, ya?" Sejak pertemuan waktu itu, Citra memang tidak pernah lagi bertemu Raka belanja sayur.

"Saya belanja di supermarket sekarang sekalian pulang kerja."

"Oh, pantesan. Kalau dipikir-pikir belanja di warung Pak Mamat memang gak beda jauh sih sama di supermarket. Sayur di warung Pak Mamat memang agak mahal kalau menurut saya."

"Iya, benar. Sayuran hijau saja yang agak jauh bedanya."

"Mas Raka mau saya ajari memasak?" Tiba-tiba Citra bertanya.

Di Senja Itu Kita BertemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang