Selamat membaca!
Melihat makanan yang Raka makan saat mereka makan siang tadi membuat Citra menyadari kalau kondisi Raka pasti sedang tidak amat sehat sehingga dia tidak sanggup untuk memasak sesuatu bahkan yang sederhana sekalipun. Oleh karena itu, setelah menyelesaikan pekerjaannya dia segera bergegas pulang.
"Mbak Lidya, aku langsung pulang, ya. Gak papa, kan, kalau aku duluan?" pamit Citra pada Lidya.
"Duluan aja, Cit. Gue ngerjain ini sekalian nunggu Kevin jemput, kok."
"Oke, Mbak. Hati-hati, ya, di jalan." Citra pun mengambil tasnya dan segera meluncur ke bawah untuk menunggu ojek online yang tadi dia sudah pesan sebelumnya.
Sampai di rumah dia langsung memeriksa isi kulkasnya. Dia melihat bahan makanan apa saja yang masih tersisa di sana. Ternyata masih cukup lengkap bahan makanan yang masih dimilikinya.
Citra akhirnya memutuskan membuat bubur serta sup sayuran dan ayam. Citra berpikir kedua jenis makanan itu akan lebih mudah dimakan Raka yang tadi terlihat kesulitan mengunyah dan menelan makanannya. Kedua makanan itu juga mudah dan cepat untuk dimasak karena dia harus berpacu dengan jam kepulangan Raka. Citra tidak tahu di unit berapa Raka tinggal jadi dia sudah berencana akan menunggu Raka di depan lift setelah masakannya selesai dimasak.
Di sisi lain, Raka masih berkutat dengan pekerjaannya. Kondisi tubuhnya saat ini membuatnya kesulitan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat. Tadi saja dia sudah terus menerus diteror oleh atasannya yang meminta dengan segera hasil pekerjaannya.
Tapi kepalanya terasa sangat sakit begitu juga dengan tenggorokkannya. Ditambah lagi sariawan yang muncul di mulutnya membuatnya kehilangan nafsu makan. Tapi tadi siang makanan yang diberikan oleh Citra terasa sangat enak sekali dan itu sukses membangkitkan nafsu makannya sehingga dia bisa mengisi perutnya dengan perasaan senang.
Sungguh dia sangat berterima kasih dengan apa yang dilakukan Citra tadi. Makanan yang dia makan tadi setidaknya memberikannya tenaga untuk bekerja.
"Mas Raka, gimana data yang diminta Pak Buwono sudah selesai dikerjakan?" tanya Rafli, rekan kerjanya.
"Sedikit lagi, Raf." Raka melihat jam tangannya yang saat ini sudah hampir menunjukkan pukul tujuh malam. "Lima belas menit lagi pasti selesai."
"Tolong segera, ya, Mas. Ditunggu, nih! Biar gak makin malam kita pulang."
"Oke, terima kasih."
Sejujurnya Raka merasa tidak nyaman karena membuat rekan kerjanya harus menunggu data yang dikerjakannya untuk dikolaborasikan. Biasanya dia tidak pernah membuat orang sampai menunggu seperti ini.
Raka mulai khawatir kondisi kesehatannya akan menurunkan kinerjanya. Tapi dia tidak ingin berhenti bekerja. Dia menjadikan pekerjaannya sebagai pengalih dari kondisinya saat ini. Bila dia hanya di rumah Raka hanya akan terus menerus menyalahkan dirinya dan tenggelam dalam penyesalan.
Sesuai dengan janjinya Raka akhirnya menyelesaikan tugasnya tepat lima berlas menit kemudian. Setelahnya dia membereskan mejanya lalu menuju mobil yang dparkirkan di basement kantor.
Raka lalu teringat kalau malam ini dia tidak memiliki makanan apapun untuk dimakan tapi untuk mampir membeli dia sepertinya tidak memiliki kemampuan lagi. Suhu badannya masih naik turun dan saat ini ia lelah sekali. Jadi Raka berpikir akan memesan layanan antar saat sudah sampai di apartemen saja.
Raka membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk sampai di apartemen yang dia tinggali. Saat dia keluar dari lift dia dikagetkan dengan sosok gadis rekan kerjanya yang sepertinya sedang menunggu seseorang tepat di depan lift yang membawanya naik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Senja Itu Kita Bertemu
Fiction généraleRaka pernah tergoda dan salah jalan. Kini dia mendapatkan teguran dan balasan dari kesalahannya. Karena itu dia berusaha memperbaiki diri dari apa yang tersisa. Raka tidak tahu kalau Tuhan sangat menyayanginya. Karena ternyata bukan hanya teguran da...