Bab 19

709 108 12
                                    

Selamat membaca ❤


Citra berjalan santai di lorong apartemen menuju unit miliknya. Di perjalanan pulang tadi dia mampir terlebih dahulu di tukang buah untuk membelikan jambu biji merah yang dijanjikannya pada Raka tadi pagi. Meskipun tubuhnya lelah tapi dia merasa senang karena akan segera berjumpa lagi dengan suami yang sangat dicintainya.

"Assalamu'alaikum," ucap Citra di muka pintu apartemennya sambil mengetuknya. Tapi setelah menunggu beberapa saat Citra mendapati tidak ada jawaban dari dalam. Tadi saat menunggu lift dia juga sudah mengirimkan pesan kepada suaminya seperti biasa. Karena itu dia kembali mengetuk pintu. "Mas Raka? Aku pulang, Mas!" ucap Citra dengan suara lebih keras takut Raka tidak mendengar. Tapi tetap tidak ada jawaban dari dalam.

Mas Raka lagi di kamar mandi kali, ya? batin Citra, berusaha berpikir positif.

Oleh karena itu dia segera mengeluarkan kunci miliknya dan membuka pintu itu. Saat membuka pintu matanya langsung menangkap sesuatu yang membuat jantungnya berpacu cepat. Wajah Citra memucat dan sorot panik memenuhi matanya.

"Mas Raka!!!" teriak Citra histeris.

Citra langsung menghempaskan barang bawaannya sembarang dan menghambur ke arah tubuh Raka yang tergeletak di ruang keluarga. Citra menjatuhkan tubuhnya di samping tubuh Raka kemudian mengguncang-guncangnya.

"Mas Raka!!! Mas!!!" Citra berusaha menyadarkan Raka. "Bangun, Mas!!!" pintanya kalut. Tapi Raka tetap bergeming dan tidak merespon.

Ketakutan akan hal terburuk langsung menghampiri pikiran Citra. Dia kemudian memeriksa napas di hidung Raka dan kemudian denyut nadi di lehernya. Citra berucap penuh syukur saat mendapati hembusan napas dan denyut masih ada di sana. Suaminya hanya pingsan. Dia lalu bergegas menghubungi satpam di bawah untuk meminta bantuan.

Dengan bantuan satpam yang mengemudikan mobil Citra membawa Raka ke rumah sakit terdekat. Lalu merelakan Raka diberikan penanganan oleh petugas medis setelah ia ditanyai beberapa pertanyaan oleh perawat mengenai kondisi Raka. Setelah beberapa lama Citra kemudian dipanggil oleh seorang perawat. "Dokter mau bicara," begitu yang diberitahu perawat itu sambil mengarahkan Citra ke arah sebuah meja di samping nurse station.

Dokter laki-laki itu memperkenalkan diri setelah meminta Citra duduk di hadapannya. Sebelum memulai penjelasnnya dokter itu memberi Citra sebuah senyum simpatik. "Bapak Raka sudah siuman," beritahu dokter Restu.

Informasi itu disambut dengan ungkapan syukur oleh Citra. "Kondisi suami saya gimana, Dok? Apa yang terjadi?"

"Kondisinya saat ini sudah cukup stabil. Tadi kami sudah melakukan pemeriksaan fisik dan penanganan terhadap kondisi Bapak Raka. Lewat pemeriksaan itu kami mendapatkan beberapa dugaan. Tapi kami butuh pemeriksaan lain untuk menentukan diagnosis, seperti pemeriksaan darah dan juga MRI." Citra mengernyit mendengar penjelasan awal dokter. Dia menyadari kalau kondisi Raka sepertinya cukup serius. "Kami menduga nyeri kepala hebat yang dirasakan Bapak Raka disebabkan oleh radang selaput otak atau yang biasa disebut meningitis. Pemeriksaan MRI akan memastikan dugaan itu."

"Meningitis?" ucap Citra tidak percaya. Rasanya seperti ada lebah yang menyengat dirinya. Sakit. Nyeri. Dan sengatan itu kemudian membuatnya merasakan reaksi alergi berat karena saat ini dia merasa seperti ada yang mencengkram lehernya kuat dan membuatnya sulit bernapas.

Citra mengenali penyakit itu. Beberapa waktu lalu ada orang tua salah satu anak di panti asuhan meninggal dunia karenanya. Dia juga pernah melihat berita di televisi ada selebritis pernah terserang penyakit itu. Ada yang mampu bertahan karena pengobatannya berhasil tapi ada juga yang akhirnya menyerah. Tak terelakkan, kondisi Raka saat ini serius.

Di Senja Itu Kita BertemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang