Epilog

1.8K 173 42
                                    

Halo!!! Akhirnya bab terakhir cerita ini, sebuah epilog tanpa prolog.

Selamat membaca ❤


Sekitar satu tahun kemudian

Suara bel berbunyi di pagi yang cerah itu. Setelah mengucapkan salam seorang wanita berkata, "Cit, aku udah dibawah."

"Oh, iya, Mbak. Aku buka dulu," katanya sambil membuka akses masuk apartemen. "Naik, Mbak."

Sekitar lima menit kemudian tibalah sepasang suami istri dan anak laki-laki mereka yang beberapa hari lalu baru merayakan ulang tahun pertamanya.

"Hai, Ezra!" sapa Citra riang pada balita montok yang menggemaskan itu di pintu apartemennya. "Masuk, yuk, masuk!"

Mereka pun mengikuti Citra masuk dan duduk di ruang keluarga setelah dipersilakan.

"Bayu mana, Cit?" tanya Dinda.

Pertanyaan itu membuat Citra tersenyum teringat pada bayinya sendiri. "Lagi bobo. Tadi bangun jam lima terus sekarang bobo lagi."

Tiga bulan yang lalu Citra telah melahirkan bayi laki-laki yang sehat. Bayi yang akhirnya dia beri nama Bayu Putra Raka. Nama yang sama dengan nama ayahnya. Ya, Citra hanya membolak-balikkan nama suaminya, Raka Bayuputra.

Citra berharap dengan begitu Raka tetap hidup bersama mereka dan tidak akan terlupakan. Dan nama itu nama yang tepat untuk anak mereka. Karena Bayu benar-benar seperti kloningan ayahnya. Rasanya gen Citra sama sekali tidak bekerja. Bayu mewarisi mata tajam, hidung mancung, warna kulit, rambut tebal bahkan lesung pipi milik Raka.

"Sehat, kan? Soalnya perjalanan kita cukup panjang," gantian Vidi bertanya.

"Alhamdulillah, sehat, Mas. Kayaknya Bayu udah gak sabar mau ketemu ayahnya." Kata Citra dengan senyum agar menghalau sendu yang biasanya terasa ketika dia membicarakan ayah Bayu, suaminya.

Hari ini mereka akan bepergian ke Malang untuk menghadiri peringatan satu tahu kematian Raka. Sekaligus mengantarkan kepindahan Citra dan Bayu ke sana. Vidi dan Dinda menawarkan diri untuk membantu Citra membawa mobil Raka ke Malang.

"Saya ke kamar dulu, ngeluarin sisa barang yang mau dibawa," beritahu Citra pada setelah menyuguhkan tamunya air mineral dalam kemasan.

"Oke. Nanti saya yang bawa ke bawah," ujar Vidi.

"Makasih, ya, Mbak, Mas."

"Ih, makasih terus, ah!" Citra tersenyum karena protes Dinda. Dia tahu wanita yang dulu pernah dijodohkan dengan suaminya itu orang yang sangat baik. Orang yang baik akan bertemu dengan orang baik lainnya.

Citra pun melangkah menuju kamarnya. Setibanya di kamar ponselnya yang berada di atas nakas bergetar menunjukkan sebuah panggilan masuk. Citra pun bergegas mengambilnya untuk mengangkat panggilan itu supaya tidak membangunkan anaknya yang masih tertidur pulas.

"Halo, wa'alaikum salam, Bu," jawab Citra pada salam yang terucap.

"Sudah mau berangkat, Nak?" tanya sang penelepon.

"Sebentar lagi, Bu. Ini Mas Vidi dan Mbak Dinda baru sampai," beritahu Citra pada ibu mertuanya.

Ya, penelepon itu adalah ibu mertuanya.

Raka benar-benar menepati janjinya untuk tidak meninggalkan Citra sendiri dan kesepian. Selain bayinya, kini Citra memiliki orang tua baru. Citra sekarang memiliki keluarga bersamanya.

Semuanya bermula saat Citra pergi ke Malang untuk memakamkan Raka. Ibu dan ayah mertuanya terlihat sangat terpukul dengan kematian anak bungsunya. Mereka sangat menyesal karena sudah mengusir Raka dulu. Mereka meminta maaf pada Citra sealan-akan itu Raka sendiri. Saat itu Citra akhirnya memberitahu kepada kedua orang tua Raka mengenai kehamilannya. Syukurlah itu sedikit menghibur mereka meskipun duka tetap menyelimuti.

Di Senja Itu Kita BertemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang