Bab 4

792 103 14
                                    

Selamat malam dan selamat membaca 🥰


Minggu siang Raka kembali ke rumah kosnya. Saat sampai di sana dia berpapasan dengan Eki yang terlihat akan keluar. Melihat Raka, Eki jadi ingin bertanya padanya.

"Raka," panggilnya. "Gimana? Lo udah tes?"

Tapi Raka tidak mengacuhkannya sama sekali. Dia tetap melanjutkan langkah kakinya menuju kamarnya. Hatinya sungguh sangat semrawut saat ini. Dia tidak mau marah-marah untuk melampiaskan itu. Dia sadar kalau semua yang terjadi itu salahnya sendiri yang tidak bisa bertahan dari godaan.

'Bahkan banyak lelaki yang bisa menghindar dari godaan. Kenapa dia tidak bisa?! Segitu lemah kah imannya?!' batinnya dalam hati.

Yang dia pikirkan saat ini adalah dia harus segera pindah dari tempat kosnya. Rumah kos itu adalah bukti kalau imannya tidak kuat melawan godaan. Dia tidak mau teringat lagi masa-masa kelam itu.

Lagipula apartemen yang sebelumnya Dinda ditinggali sudah dia sewa selama dua tahun. Dinda pun sudah memberitahunya kalau dia sudah tidak tinggal di sana. Jadi dia bisa segera menempati tempat itu.

Dia juga merasa lebih nyaman tinggal di apartemen yang lebih memberikan privasi dan lebih aman untuk dirinya dan penyakitnya.

Raka yang sudah menyadari dirinya menderita penyakit yang dapat menular pun memikirkan hal-hal yang bisa dia lakukan untuk mencegah penularan kepada orang lain. Dia ingin meminimalkan kontak dengan orang lain, memisahkan alat makannya dengan orang lain, dan juga dia harus mencuci pakaiannya sendiri. Dia tidak boleh mencucinya lagi di laundry langganannya.

Sebenarnya Raka tahu bagaimana HIV bisa menular ke orang lain. Hanya karena bertukar alat makan, keringat, ataupun ciuman tidak akan menularkan virus. Virus baru akan ditularkan oleh cairan tubuh penderita yang masuk ke dalam tubuh orang lain. Dan cairan tubuh yang dimaksud bukan keringat ataupun ludah tapi darah dan cairan organ intim.

Tapi entah kenapa ada perasaan dalam diri Raka yang berusaha untuk lebih secure. Dia merasa ketakutan, tidak ingin sampai menularkan penyakit itu pada orang lain. Baginya penyakit itu cukup berhenti di dia saja.

**

Keesokan harinya saat Raka tiba di kantor, dia melihat Vidi yang sepertinya sudah menunggunya.

"Mas Raka," panggil Vidi menyadari keberadaan kedatangan Raka.

Raka hanya memberikan senyum tipis sungkan kepada Vidi. Dia belum mau bicara apapun dengan laki-laki itu. Vidi yang mengerti gestur dari Raka pun kembali duduk di kursinya.

Meskipun belum mencintai Dinda tapi Raka sudah bersiap untuk menikahinya. Dia sudah mempersiapkan hatinya untuk hanya mencintai calon istrinya itu. Bagaimana pun rasanya tetap tidak nyaman ketika apa yang sudah kita niatkan tidak dapat terlaksana. Apalagi itu karena kebodohannya sendiri.

Mungkin nanti ketika hatinya sudah lebih siap dia akan menerima Vidi untuk berbicara. Raka tahu kalau Vidi pasti ingin mengucapkan terima kasih padanya yang sebenarnya sudah laki-laki itu katakan Jumat lalu. Sebelumnya Dinda juga sudah mengirimkan pesan berisikan ucapan terima kasih padanya. Entah kenapa dia merasa semua ucapan terima kasih itu bagaikan sembilu yang menyayat hatinya.

Tapi mulai hari itu Raka bukan hanya menjauhi Vidi tapi juga sebagian besar rekan kerja satu departemennya. Dia sama sekali tidak bergabung untuk mengobrol dengan mereka seperti yang biasa dia lakukan bersama dengan rekan kerjanya sebelum jam kerja dimulai. Raka hanya akan membuka pembicaraan yang berkaitan dengan pekerjaan.

Apalagi dia juga curiga ada beberapa rekannya yang mengetahui kalau dia salah satu orang yang ikut terjaring dalam berita yang sedang banyak dibicarakan semingguan terakhir ini. Dia melihat beberapa rekannya melihatnya dengan pandangan aneh dan canggung. Meskipun begitu dia tidak pernah mendengar mereka membicarakannya langsung dengan telinganya sendiri.

Di Senja Itu Kita BertemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang