Bab 9

1.1K 125 20
                                    

Malam! Udah pada bobo belum, ya?


Citra sedang mengingat-ingat kembali mimpi apa dia semalam ketika mendapati Raka berada di depan unitnya saat membuka pintu yang diketuk. Dia pun berpikir kalau apa yang terjadi saat ini adalah sebuah mimpi.

"Boleh, Mas?" tanya Citra tidak percaya dengan ajakan Raka.

"Saya yang mengajak kamu. Tentu saja boleh," jawab Raka sambil memberikan senyum malu. Raka sendiri bingung kenapa dia jadi malu-malu seperti itu. Dia laki-laki dewasa yang sudah pernah beberapa kali berpacaran.

"Kalau gitu Mas Raka masuk dulu," ucap Citra ragu. Khawatir Raka tidak merasa tidak nyaman diminta masuk ke dalam apartemennya. "Saya sedang membungkus makan siang. Hanya sebentar saja kok, Mas."

Raka berpikir tidak masalah dengan itu karena dia sendiri yang sudah memutuskan untuk memberi izin dirinya untuk berdekatan dengan Citra. "Oke."

Citra mempersilahkan Raka masuk ke dalam apartemen satu kamar tidurnya. Selain kamar tidur dan kamar mandi hanya ada sebuah ruangan multi fungsi berukuran lima kali tiga meter. Di sana dapur, ruang makan, ruang keluarga berada. Di ruang keluarga yang berbatasan dengan jendela Citra meletakkan sebuah sofa dua dudukan, sebuah meja, televisi layar datar berukuran 40 inci yang dia taruh di atas meja televisi dan sebuah lemari buku tinggi.

Citra berjalan diikuti Raka di belakangnya. Saat itulah dia mencubit tangannya sendiri untuk memastikan kalau peristiwa yang terjadi saat ini bukan bagian dari bunga tidurnya.

"Mas Raka, silahkan duduk. Saya masukkan masakan ke kotak bekal dulu." Citra lalu berjalan kembali ke arah pintu masuk tempat dapurnya.

"Makasih," jawab Raka.

"Oh iya, kondisi Mas Raka gimana hari ini?" Citra tiba-tiba teringat. Kalau dilihat dari wajahnya hari ini Raka terlihat lebih segar. Mukanya tidak sepucat dua hari sebelumnya.

"A lot better. Sepertinya berkat makanan dari kamu saya bisa cepat pulih. Makasih, ya! Hari ini saya sudah bisa memasak lagi. So, nanti malam kamu gak usah repot-repot kirim makanan buat saya."

"Alhamdulillah kalau Mas Raka sudah merasa lebih baik. Oke berarti nanti malam saya gak kirim makanan buat Mas Raka lagi. But for your information, saya gak akan bikinin Mas makanan kalau merasa repot."

Citra lalu mulai mencari tempat makan untuk mengemas makanan yang sudah dia masak. Tempat makan yang dia miliki sebenarnya tidak banyak dan beberapa yang dipakai untuk mengirimkan makan untuk Raka belum dikembalikan. Untung saja dia masih menyimpan wadah plastik bekas dia membeli makanan dari restoran. Jadi dia bisa menggunakan itu untuk membungkus makanan hari ini.

Mata Raka menelusuri ruangan tempatnya duduk. Ada foto-foto Citra dan kedua orang tuanya yang dia letakkan di dinding di atas televisi. Karena itu dia teringat dengan kedua orang tuanya di Malang. Apa kabar kedua orang tuanya saat ini? Sebenarnya ada keinginan untuk sekedar mengirim pesan kepada mereka, menanyakan kabar. Tapi Raka takut kalau pesan darinya akan membuat orang tuanya makin marah dan kecewa kepadanya.

"Kamu anak tunggal, ya?" tanya Raka setelah melihat tidak ada foto yang menunjukkan saudara kandung Citra.

"Iya, Mas." Citra yang sedang memasukkan capcay yang dia masak tadi memutar badannya sembilan puluh derajat untuk menghadap Raka. Citra senang mendengar pertanyaan Raka karena itu berarti Raka mulai ingin mengenalnya. Citra lalu memberanikan diri untuk bertanya balik. "Kalau Mas Raka berapa bersaudara?"

"Saya anak bungsu dari dua bersaudara. Tapi setahun lalu kakak saya sudah dipanggil Yang Maha Kuasa." Raka berusaha membuka dirinya pada Citra. Dia ingin Citra mengenalnya.

Di Senja Itu Kita BertemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang