Rey benar-benar tidak bisa menebak apa yang akan terjadi hari ini. Kejadian kemarin saja sudah cukup janggal baginya. Mungkin kemarin Devan masih memberi kebebasan pada Rey, tapi kali ini, Rey tidak yakin bahwa Devan akan melakukan hal yang sama.
Dengan malas-malasan, Rey bangkit dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi.
Setelah selesai dengan aktivitasnya di kamar mandi, Rey segera berpakaian dan keluar dari kamarnya menuju ruang makan.
Mata Rey meneliti ke segala penjuru ruang makan. Di sana hanya ada Ibu Rey yang sedang memakan sarapannya.
Rey duduk di kursi samping ibunya. "Devan mana, Ma?" tanya Rey.
"Devan udah berangkat dari jam 6 tadi," jawab Ibu Rey santai.
Rey terdiam sebentar sambil berpikir. Tumben-tumbenan Devan berangkat sepagi itu.
Rey mengambil roti cokelat yang ada di meja makan lalu memakannya. "Tumben banget? Ada kegiatan apa emang Devan?"
Ibu Rey mengedikkan bahunya. "Tau tuh. Bilangnya sih cuma ada urusan penting."
Rey menganguk-angguk lalu bangkit dari duduknya setelah roti yang ia ambil tadi sudah habis ia makan. "Ya udah, aku berangkat ya, Ma."
"Oh iya, Rey," panggil Ibu Rey. "Ini ada kertas dari Devan." Ibu Rey mengeluarkan secarik kertas kecil yang digulung dari kantong celananya.
Rey mengerutkan keningnya lalu mengambil kertas tersebut dari tangan ibunya. "Berangkat ya, Ma." Rey keluar dari rumahnya dan masuk ke dalam mobilnya.
Rey memandangi kertas kecil yang ia pegang. Perasaannya mendadak tidak enak.
Rey membuka gulungan kertas tersebut perlahan lalu terlihatlah dengan jelas tulisan tangan Devan.
Siap-siap buat nanti di sekolah ya, Adekku Tersayang. :) -Devan
Ritme jantung Rey mendadak tak karuan. Ia benar-benar tidak tahu apa yang akan direncakan oleh Devan. Dengan keringat yang bercucuran di sekujur tubuhnya, Rey mengendarai mobilnya ke sekolah dengan perasaan tidak tenang.
》》》《《《
Rey turun dari mobilnya setelah sekitar sepuluh menit ia berdiam diri di mobilnya itu sambil melamun.
Sekitar tujuh menit lagi, bel masuk akan berbunyi. Rey berjalan menyusuri koridor lantai satu. Biasanya, jam segini koridor pasti sudah dipenuhi murid-murid SMA Pramudja yang asyik mengobrol satu sama lain. Tapi hari ini tidak.
Koridor sangat sepi dan nyaris tidak ada orang sama sekali di koridor ini. Rey mengerutkan keningnya bingung. Kelas yang dilewati Rey pun semuanya kosong.
Rey mengedikkan bahunya dan berusaha tidak peduli.
Tangga untuk Rey naik ke lantai dua pun sudah terlihat. Rey sudah berniat naik tangga, namun suara keributan yang terdengar tak jauh darinya itu menarik perhatiannya.
Rey melihat segerombolan murid-murid sedang mengerubungi papan mading. Hampir seluruh murid SMA Pramudja berbondong-bondong untuk melihat apa yang ada di papan mading tersebut.
Karena penasaran dengan apa yang ada di papan mading tersebut, Rey akhirnya berjalan ke arah gerombolan murid-murid itu dan berusaha menerobos kerumunan.
Murid-murid yang tadinya ramai dan berisik karena berebut untuk melihat mading, langsung berbisik dengan yang lain dan menatap Rey dengan sinis. Rey tidak sadar ditatap seperti itu dan melanjutkan menerobos kerumunan.
Seseorang yang ada di bagian paling depan kerumunan tersebut bertepuk tangan tiga kali. Seketika murid-murid yang tadinya berisik, langsung diam dan memusatkan perhatiannya ke orang yang ada di bagian paling depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Race
Teen FictionBerawal dari sebuah balapan yang membawa petaka. Demi memertaruhkan harga diri masing-masing, Rey rela buat adu balap sama kakaknya sendiri. Sampai akhirnya, karena sebuah tragedi mengerikan itu, pacar Rey pergi ninggalin dia. Dan yang lebih parahny...