Devan menatap wajah Dytha lekat-lekat. Cewek itu sekarang sedang terbaring lemah di dalam ambulance dengan matanya yang tertutup rapat.
Tak bisa dipungkiri, bahwa ada sedikit rasa bersalah yang menghantui Devan. Rasa bersalah karena telah mencelakai Dytha demi ambisinya menjatuhkan Rey.
Devan menggelengkan kepalanya berulang-ulang. Ia menyingkirkan rasa bersalah yang menghinggapinya dan mulai fokus ke rencananya kepada Rey. Dia tidak mau rencananya yang sudah ia jalankan akan berakhir sia-sia.
Devan memalingkan wajahnya menghadap ke jalanan. Rumah Sakit Tadika sudah di depan mata. Mesin ambulance pun berhenti dan tak lama pintu belakang mobil ini dibuka.
Dengan sigap, para perawat langsung datang menuju ambulance sambil mendorong ranjang berjalan. Tubuh Dytha dipindahkan ke ranjang berjalan tersebut lalu dibawa ke dalam rumah sakit untuk tindakan lebih lanjut.
》》》《《《
Setelah menunggu beberapa jam di kursi tunggu rumah sakit, akhirnya Devan diperbolehkan masuk ke kamar rawat Dytha.
Tanpa menunggu apa-apa lagi, Devan langsung masuk ke kamar itu dan pandangannya langsung terpaku pada gadis yang sedang terbaring di tempat tidur dengan luka di sekujur tubuhnya.
Devan duduk di kursi samping tempat tidur Dytha. "Hai, Dyth."
Mata Dytha terbuka perlahan saat mendengar sebuah suara. "Eh, Kak Devan? Kok disini?" tanya Dytha. Devan tersenyum kecil. "Ya, gue jagain lo. Berhubung orang tua lo belum tau kalo anaknya lagi di rumah sakit dan Rey yang ... ya gitu lah."
Dytha tersentak. "Orang tua aku belum tau?" Devan mengangguk kecil. "Belum. Gue bingung ngehubungin orang tua lo gimana."
"Oh ... ya udah. Aku mau telpon orang tuaku dulu deh," ucap Dytha. "Hm, boleh pinjem handphone kakak gak?" tanya Dytha. Devan mengangguk. "Boleh, nih." Devan menyerahkan ponselnya kepada Dytha.
"Gue keluar dulu ya," pamit Devan. Dytha mengangguk. Devan pun berjalan mendekati pintu lalu keluar dari kamar rawat Dyhta.
Devan duduk di kursi tunggu depan kamar rawat Dytha. Ia menunggu kedatangan teman-temannya.
Beberapa menit kemudian, teman-teman Devan yang daritadi ia tunggu akhirnya datang juga. Mereka semua langsung menghampiri dan ikut duduk di samping Devan. "Sorry, bro, kita telat. Tadi mampir dulu di pinggir jalan, makan," ucap Edgar. Devan pun langsung menempeleng kepala Edgar. "Makan mulu lo. Gue tungguin daritadi juga." Edgar hanya nyengir melihat Devan.
David yang duduk di samping Devan langsung menepuk bahu Devan. "Eh, Van. Kok lo bisa menang lawan Rey sih?" tanya David. Devan mengernyitkan dahinya. "Maksud lo apaan?"
David mengalihkan pandangannya. "Ya ... perasaan pas tadi udah mau nyampe garis finish, motor lo ada di belakang motor Rey deh. Yang berarti, Rey yang harusnya menang dong. Padahal tinggal dikit lagi tuh dia menang ... tapi tiba-tiba gak ada petir, gak ada ujan, motor dia oleng gitu dan malah jatoh ke kursi penonton. Gak mungkin 'kan motor dia oleng sendiri gitu?" tanya David dengan polosnya.
Devan langsung menjitak kepala David. "Dasar bego. Mimpi apa gue punya temen sebego dan setelmi lo ini," ucap Devan gemas. "Gini. Jadi pas kita udah deket garis finish, emang Rey lebih unggul dikit di depan gue. Dan gue yakin pasti Rey bakal menangin balepan itu. Nah, lo pikir aja, emangnya gue bakal biarin Rey menang? Gak lah."
Mata David membulat. "Jadi motor dia oleng karena lo dorong? Lo dorong motor dia supaya menang?" tanya David.
Devan menyeringai. "Ya iyalah. Kalo gue gak dorong motor Rey, pasti dia udah menang. Dan gue gak bakal biarin itu terjadi. Dan ... lo pikir aja deh, masa iya motor dia oleng gitu aja tanpa ada angin atau hujan? Ya lagian 'kan gue pernah bilang ke lo semua kalo gue bakal bikin suatu rencana ke Rey, nah ini dia awal rencananya."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Race
Teen FictionBerawal dari sebuah balapan yang membawa petaka. Demi memertaruhkan harga diri masing-masing, Rey rela buat adu balap sama kakaknya sendiri. Sampai akhirnya, karena sebuah tragedi mengerikan itu, pacar Rey pergi ninggalin dia. Dan yang lebih parahny...