10. Langit Malam

537 39 10
                                    

Sudah dua jam lamanya, Rey dan Dytha duduk di bangku halaman belakang sekolah sambil mengobrol, dari yang penting, sampai yang tidak penting sekalipun.

"Eh, Rey, kemaren masa gue ketemu anak kucing nyemplung ke got, terus kasian banget itu kucingnya, terus--"

"--Dyth." Rey memotong ucapan Dytha.

Dytha tidak mengacuhkan Rey dan melanjutkan ucapannya yang tadi dipotong. "Terus gue tadinya mau pelihara di rumah 'kan, tapi gue jijik bawanya, soalnya kucingnya bau sama kotor lagi, jadinya--"

Rey mendengus. "--Dyth."

"Jadinya gue tinggalin aja deh kucingnya, daripada--"

"--Dyth!" bentak Rey, karena mulai tidak sabar dengan gadis di sebelahnya. "Dengerin gue dulu."

Dytha mengerucutkan bibirnya sambil memalingkan wajahnya. "Apa sih?"

"Kita udah dua jam ngobrol di sini. Sekarang udah jam lima, lo gak dicariin nanti sama orang tua lo?" tanya Rey lembut.

"Oh, jadi lo gak suka ngobrol lama-lama sama gue?" Dytha meletakkan tangannya di depan dada.

Rey menghela napas. "Bukan gitu, Dyth. Cuma--"

Kali ini, Dytha yang memotong ucapan Rey. "Cuma apa? Lo ada janji sama orang, makanya gak bisa lama-lama sama gue?"

Rey membulatkan matanya. "Oh iya! Gue emang ada janji sama orang!"

Rey bangkit dari duduknya dan hendak berlari meninggalkan halaman belakang sekolah, kalau tangannya tidak dicekal oleh Dytha.

"Lo mau kemana?" tanya Dytha. Rey melirik arloji yang terikat di pergelangan tangannya. "Gue buru-buru, Dyth. Gue lupa ada janji sama orang dari dua jam yang lalu!"

Dytha menarik tangan Rey dengan kencang, hingga Rey terduduk lagi. "Lo di sini aja. Lagian, percuma juga kali. Orang yang janjian sama lo juga pasti udah pergi. Mana mungkin, dia mau nunggu lo selama dua jam. Udahlah, mending lo gak usah mikirin orang itu lagi. Tinggal besok minta maaf aja ke orangnya."

-flashback on-

Saat sedang mengobrol berdua dengan Rey, tiba-tiba ponsel yang ada di dalam saku rok Dytha berbunyi. Dytha mengambil ponselnya, lalu melihat siapa yang telah menghubunginya. Keningnya langsung berkerut melihat nama yang tertera di ponselnya. Devan.

Dytha melihat ke arah Rey yang sedang melihatnya balik.

"Siapa yang nelpon?" tanya Rey.

Dytha menggigit bibir bawahnya. "Hm... i--itu, supir!"

Rey mengangguk. "Oh, ya udah angkat aja, siapa tau penting."

"I--iya, bentar ya." Dytha meninggalkan Rey yang sedang duduk di bangku halaman belakang sekolah, ke belakang pohon besar yang berada cukup jauh dari tempat Rey duduk.

Dytha menatap ponselnya yang terus berbunyi, lalu segera menjawab panggilan tersebut.

"Halo?" Dytha membuka pembicaraan.

"Lo lagi sama Rey ya?" tanya lawan bicara Dytha di telpon, Devan.

"Hm," gumam Dytha. "Kok lo tau?"

"Gak penting," jawab Devan malas.

"Ih, tinggal kasih tau aja sih!" seru Dytha.

Devan menghela napasnya. "Liat ke arah ruang janitor. Gue ada di deket situ."

Dytha mengerutkan keningnya lalu mengedarkan pandangannya ke arah ruang janitor. Mata Dytha langsung terbelalak saat melihat Devan yang sedang berdiri di depan ruang janitor sambil meletakkan ponselnya di telinga.

The RaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang