9. Balas Dendam

587 35 13
                                    

Rey terdiam di tempat duduknya sambil senyum-senyum sendiri, atau bahkan tertawa kecil. Andra yang duduk di samping Rey, menatap teman sebangkunya heran.

"Woy! Kesurupan ya lo?" Andra menempeleng kepala Rey.

Bukannya marah, Rey malah menatap Andra sambil tersenyum lebar. "Gak lah."

Andra mengernyitkan dahinya. "Terus, lo kenapa senyum-senyum sendiri gitu?"

Rey mengabaikan Andra dan pergi ke luar kelas. Andra yang penasaran dengan sikap Rey, mengikuti Rey ke luar kelas juga.

Andra menghampiri Rey yang sedang berdiri di depan balkon. "Kenapa sih lo? Stres ya?"

"Bentar lagi juga lo tau," ucap Rey.

"Eh, tuh liat, Ndra!" Rey menunjuk ke arah gerbang sekolahnya.

"Ada apaan sih em--" Andra memicingkan matanya. "Eh, itu Devan ya!"

Rey mengangguk semangat. "Iya."

Andra melirik arlojinya. "Gila, udah setengah delapan, dia baru dateng?"

Rey tertawa terpikal-pikal sambil memegangi perutnya. Setelah tawanya reda, ia melihat ke arah Andra. "Udah gak niat sekolah, kali."

Devan yang tadinya berada di luar gerbang, mulai masuk ke dalam sekolah, setelah gerbang itu dibukakan oleh satpam sekolah.

Di pos satpam, ternyata sudah ada guru piket yang menunggu. Devan mendatangi guru piket itu dan mengisi daftar murid-murid yang telat di buku yang diberikan oleh guru piket.

Devan sempat berdebat dengan guru piket, karena tidak terima dengan hukuman yang diberikan padanya. Namun, akhirnya Devan pasrah juga dan mengikuti guru piketnya dari belakang menuju lapangan.

Setelah diberi perintah oleh guru itu, untuk lari keliling lapangan lima kali, Devan langsung mengikuti perintah guru itu dan menjalankan hukumannya.

Devan berlari mengitari lapangan yang cukup besar ini dengan napas terengah-engah. Baru satu putaran saja, Devan sudah berhenti dari larinya untuk istirahat sebentar.

Tiba-tiba, teriakan yang cukup kencang, terdengar dari balkon lantai dua. "Sukurin lo!"

Devan menoleh ke sumber suara lalu menggeretakan giginya saat tahu siapa orang yang meledeknya. "Berisik lo, Rey!"

Rey yang ada di balkon lantai dua, malah tertawa sejadi-jadinya melihat Devan dengan raut mukanya yang kesal itu.

Rey berjalan meninggalkan balkon dan memasuki kelasnya. Tak lama, Rey keluar lagi dari kelasnya dengan membawa air mineral dingin di tangannya.

Andra menatap Rey heran. "Buat apaan?"

Rey tersenyum miring. "Ya, buat minum lah."

"Maksud gue," jeda Andra. "buat apa pake dibawa ke sini minumnya? Kenapa gak minum di dalem aja?"

Rey tidak mengacuhkan Andra dan memanggil Devan yang sedang melanjutkan hukumannya di lapangan. "Woy, Van!"

Devan menghentikan larinya dan menoleh ke arah Rey. "Apaan?" tanyanya dengan setengah teriak.

Rey mengangkat air mineralnya, agar bisa terlihat oleh Devan. "Mau minum gak?"

Devan berdecak. "Halah, paling lo mau ngeledek gue doang."

"Gak, serius ini. Kalo lo mau, biar gue lempar minumnya ke bawah." Rey berancang-ancang untuk melemparkan minumannya.

Devan tampak berpikir sebentar. Ia bingung mau menerima minuman yang diberikan Rey atau tidak. Karena sejujurnya, Devan memang sangat butuh air mineral dingin itu.

The RaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang