9. Papa, kau membuat wajahku merona.

37 5 0
                                    

Jika ini benar-benar mimpi, aku tidak tahu kapan aku akan bangun. Jadi, aku ingin melakukan semua hal yang tidak dapat kulakukan bahkan untuk waktu yang singkat ketika aku sedang bermimpi.

Aku berkeringat dingin ketika aku berpikir untuk melihat wajahnya lagi.
Bagaimana aku bisa makan bersamanya ketika aku menunjukkan keburukanku?

Aku mencoba untuk tidak pergi, tetapi akhirnya aku pergi karena bujukan Lina yang berulang kali.

"Masuklah!"

Ayahku sudah menungguku. Aku duduk, masih merasa canggung.

"Maaf telat, ayah."

Hah? Apakah dia meringis padaku? Karena gerakannya sangat kecil, aku tidak tahu apakah aku telah melihatnya dengan baik.

Aku memiringkan kepalaku sambil menggerakkan garpu dalam diam. Kenapa dia membuat ekspresi seperti itu? Apakah dia tidak senang dengan perilaku ku?

"Anda tidak terlihat baik. Apakah Anda baik-baik saja, ayah?"

Kali ini gerakannya agak besar. Bukankah dia sangat menyukai makanannya?

"Oh tidak."

"Anda terlihat tidak nyaman. Apakah Anda benar-benar baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja."

"Lalu, ada apa dengan Anda? Jika Anda memberitahuku, biarkan aku memberitahu mereka untuk segera memperbaikinya."

Aku bertanya lagi mengapa dia bertindak tidak wajar hari ini. Dia terdiam untuk waktu yang lama, dengan wajah mengeras, dan akhirnya berkata, "Mengapa kamu tidak memanggilku seperti sebelumnya?"

"Maaf?"

"Maksudku, kenapa kamu tidak memanggilku seperti yang kamu lakukan di lapangan latihan?"

Hah? Lapangan latihan? Lalu aku memanggilmu apa?

"Papa.."

Wajahku memerah. Ya Tuhan. Apa yang aku lakukan di sana?

Aku menyadari bahwa aku melakukan sesuatu yang bahkan tidak dapatku bayangkan secara normal.

Meskipun aku bersumpah bahwa aku akan bertindak bebas seperti yang aku inginkan, aku sangat malu.

Karena aku tidak bisa melihatnya secara langsung, aku melihat ke bawah. Seolah- olah dia merasakan hal yang sama, dia berdeham beberapa kali dan berkata, "Ya, itu masalahnya."

" ... "

"Panggil aku seperti itu di masa depan."

"Apa?"

"Hummm... biarkan aku pergi dulu karena ada yang harus kulakukan." Aku menatap kosong pada ayahku saat dia dengan cepat meninggalkan ruang makan.

Apakah maksudnya aku harus memanggilnya papa di masa depan? Oh, tidak mungkin. Kupikir aku salah dengar. Sebagai seseorang yang terkenal blak- blakan, dia tidak mungkin ingin aku melakukan itu.

Ketika aku berdiri, menggelengkan kepala, tiba-tiba aku melihat koki dan pelayan menatapku dengan tatapan kosong. Aku curiga dengan tatapan bingung mereka.

Bukankah aku salah dengar? Lalu, dia ingin aku memanggilnya papa mulai sekarang?

Aku tertawa tanpa sadar. Jika ini adalah mimpi, aku tidak pernah ingin bangun karena tidak seperti kenyataan pahit yang ku alami, aku bahagia dalam mimpiku.

Aku mengingay ayahku, yang mengeratkan cengkeramannya di tangannya sambil memelukku, karena takut aku jatuh. Aku juga mengingat dadanya yang kuat dan detak jantung yang cepat. Kehangatan ayahku yang kurasakan untuk pertama kalinya menenangkan pikiranku yang lelah.

The Abandoned EmpressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang