32. Mari memulai dari awal lagi.

14 0 0
                                    

"Ayah..."

Aku menutup mulutku dengan tangan gemetar. Frustrasi, dan perasaan putus asa yang mengintai jauh di lubuk hatiku meluruh dengan air mata panas.

Aku merasa bodoh karena aku salah memahami ayahku. Mengapa aku salah paham dengannya ketika dia begitu mengkhawatirkanku? Meskipun dia tidak mengungkapkannya kepadaku, dia mendukungku.

Aku tidak mempercayainya karena aku melihatnya hanya lewat dengan senyum di mata birunya ketika aku berkata aku ingin belajar berpedang. Meskipun aku yang menjawab dengan kekanak-kanakan bahwa aku ingin tinggal bersama ayahku alih-alih menjawab dengan jujur, aku mengabaikan fakta bahwa persetujuannya terhadap pembelajaran berpedangku menunjukkan kepercayaannya padaku.

Meskipun dia selalu menjadi pendukung yang kuat untukku, aku berjuang untuk melakukannya sendiri daripada mempercayai dia sepenuhnya.

Aku memutuskan bahwa alih-alih mengandalkan Tuhan, aku akan hidup sambil menjaga orang-orang di sekitarku. Aku memutuskan bahwa aku akan hidup dengan melakukan kontak mata dengan orang-orang, tertawa bersama, mengungkapkan kesedihanku ketika aku mengalami kesulitan, dan mengeluh ketika alu harus.

Mengapa aku melupakan hal seperti itu untuk waktu yang lama? Aku tidak sendirian lagi. Ada orang di sekitarku, yang peduli denganky dan ingin mencoba membantuku.

Aku ingin melihat Allendis. Melihat ke belakang, aku selalu bertemu matanya. Aku juga ingin melihat ayahku. Dia selalu memelukku setiap kali aku terjebak dalam bayang-bayang masa lalu.

Aku merindukan mereka. Aku merindukan orang-orang berharga ini yang aku tinggalkan lagi. Aku merindukan mata penuh kasih sayang dan sentuhan hangat mereka.

Menyeka air mataku, aku bersumpah bahwa aku tidak akan menjadi tidak sabaran lagi, berpikir seperti yang dikatakan ayahku dan Allendis, sekarang ada orang yang memelukku setiap kali aku mengulurkan tangan, dan yang harus kulakukan hanyalah melakukan yang terbaik karena orang lain akan melakukannya.

"Bisakah saya masuk sebentar, nona?"
Berapa lama waktu telah berlalu? Aku menyadari suara rendah seseorang di luar. Aku buru-buru melihat ke cermin. Hidung dan mataku merah. Apa yang harus kulakukan?

Pasrah dengan situasinya, aku memintanya untuk masuk, dan pintu terbuka. Segera seorang kesatria berseragam putih melangkah masuk. dia menatap wajahku dan tersentak sejenak, tetapi mengatakan mengapa dia datang menemuiku tanpa bertanya apa-apa. Sebagai seorang kesatria Kekaisaran, dia pasti telah melihat banyak wanita lain di istana.

Pada kenyataannya, dia datang untuk mengucapkan selamat tinggal karena malam telah mengambil alih sekarang sehingga shiftnya selesai. Aku membuka mulutku perlahan saat dia hendak memberi hormat.

"Sir Seymour."

"Apa ada masalah nona?"

"Bisakah kamu membantuku?"

"Apa yang anda bicarakan?"

"Baiklah, akankah kita pindah ke tempat lain dulu. Kupikir melihat baru percaya?"

Aku tersenyum lembut pada kesatria berambut pirang muda yang menatapku dengan rasa ingin tahu.

Sekarang aku tidak bisa mendapatkan bantuan dari Lars, aku membutuhkan bantuan kesatria ini.

"Saya tidak tahu anda sedang belajar berpedang sampai sekarang."

Sir Seymour, yang bingung saat aku memasuki tempat latihan, terkejut saat aku mengambil pedang latihan dengan terampil.

"Kamu benar."

"Tapi anda akan menjadi..."

"Yang ingin kamu tanyakan adalah mengapa aku membuang-buang waktu berlatih berpedang karena aku tidak akan menggunakannya saat menjadi anggota Keluarga )ekaisaran, bukan?"

The Abandoned EmpressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang