13. Kaisar yang mengujiku dengan kebijakan yang akan diambilnya.

21 3 0
                                    

Ayahku berbicara dengan suara serak. Dia menegakkan tubuh dan menatapku, membenarkan rambutnya yang acak-acakan.

"Selamat pagi ayah."

"Selamat pagi. Kemarin kamu tertidur sesaat setelah kamu naik kereta. Apakah kamu baik-baik saja sekarang?" Dia menatapku dengan khawatir.

Aku tertawa terbahak-bahak ketika dia melihat sekelilingku dengan hati-hati. Hatiku yang kosong terasa sedikit hangat.

"Aku baik-baik saja ayah, aku minta maaf membuatmu khawatir tentangku, ayah."

"Baiklah. Hmm, Tia."

"Ya?."

"Maukah kamu memberi tahuku apa yang terjadi di kuil?"

"Itu...!!"

Aku terdiam. Apa yang bisa kukatakan? Aku dibunuh pada usia tujuh belas atas tuduhan pengkhianatan, tetapi ketika aku membuka mataku, aku berusia sepuluh tahun lagi? Aku hanyalah pengganti gadis yang dipilih? Seandainya aku mendengar ramalan dewa dari yang terpilih di antara para pendeta yang melayani dewa.

Aku diam karena aku tidak bisa mengatakan semua itu. Dia akan mengiraku gila jika aku memberitahunya karena ingatanku sebagai gadis tujuh belas tahun hanya ada di pikiranku dan itu belum saja terjadi.

Menatapku dalam diam, ayahku berkata, "Menerima ramalan dewa ketika kamu berada di ruang doa, semua orang di kuil sangat senang."

Apa maksudnya?

"Ya, ramalan dewa itu adalah dia akan memberimu nama."

Kalau dipikir-pikir, hanya ketika nama tengahku Fionia diberikan, aku merasa mendengar seluruh ruang bergetar dalam pikiranku. Apakah itu ramalan dewa? Ya Tuhan. Apakah ini hadiah yang dimaksud?

"Jadi..."

"Jadi, Tia. Yang Mulia ingin bertemu denganmu."

"Yang Mulia?"

"Ya."

Karena sebelumya aku tidak pernah menerima ramalan dewa, sudah pasti bahwa Kaisar akan memanggilku. Aku menghela nafas dengan cemas.

Dulu, aku sering bertemu dengan Kaisar, tapi kali ini berbeda. Di masa lalu, Kaisar melihatku sebagai Permaisuri berikutnya dan menantu perempuannya, tetapi kali ini dia akan mencoba untuk memeriksa ramalan dewa, yaitu namaku.

"Baiklah. Kapan saya harus menemuinya?."

"Dia mengatakan kepadaku ingin melihatmu segera setelah kamu bangun."

"Baikalah, biarkan saya bersiap untuk bertemu dengannya."

"Ya, silahkan."

Setelah ayahku meninggalkan ruangan, aku segera mendesak para pelayan untuk membuat persiapan yang diperlukan untuk pertemuanku dengan Kaisar. Karena aku tidak bisa membuatnya menunggu lama, aku bersiap-siap secepat mungkin.

"Kairan, senang melihatmu di sini."

"Arkint."

"Ya, Kapten."

Ketika aku sedang berjalan menuju Istana Pusat, dua pria berseragam mendekat. Rambut merah dan mata merah dan penampilan yang sama. Mereka adalah Duke Lars dan putra sulungnya.

Aku membungkuk dan tersenyum lembut melihat mereka.

"Kemana kamu ingin pergi?"

"Hmm, sepertinya kamu akan bertemu dengan Yang Mulia bersamamu putrimu."

"Ya, itu benar."

"Jangan terlalu khawatir bukankah dia bijak?"

"Aku tahu itu, tapi..."

The Abandoned EmpressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang