31. Surat dari Allendis dan ayah.

16 1 0
                                    

Aku berjalan pergi dalam keheningan. Apakah karena aku merasa sangat tegang? Atau karena sikap dinginnya yang brutal? Tiba-tiba, aku merasakan demamku datang kembali. Ketika aku menutup bibirku erat-erat, tanpa sadar aku menghembuskan nafas panas. Kepalaku berdenyut, jadi aku meremas ujung rokku dengan erat tanpa sadar.

'Bertahanlah sedikit lagi, Aristia.'

Mencoba menegakkan badan karena merasa goyah, aku segera keluar ke lapangan luas di mana ada banyak gerobak berbaris. Aku menghela nafas lega dan membungkuk pada anak laki-laki berambut biru itu.

"Terima kasih banyak telah mengantar saya ke sini. Biarkan saya pergi sekarang."

"Sir Hank!"

Dia berbalik, mengabaikan selamat tinggalku, dan memanggil seorang kesatria Kekaisaran di dekatnya.

Ketika kesatria itu mendekat, dia berkata dengan suara dingin, "Siapkan gerobak secepatnya. Aku akan pergi ke kediaman Monique."

"Ya yang Mulia!"

Aku membuka mata lebar-lebar. Apa sih yang dia bicarakan?

Dia menatapku setelah memberinya instruksi. Jelas, dia kesal.

Saat ini, terpikir olehku bahwa Putra Mahkota ingin mengantarku ke rumahku karena Kaisar tidak menentukan seberapa jauh dia harus mengantarkanku. Dia harus mengantarku ke rumahku karena dia tidak mau disalahkan oleh Kaisar.

Aku buru-buru menurunkan mataku. Aku takut bahwa aku akan semakin mengganggunya ketika dia sudah merasa tidak enak. Aku terus berusaha menenangkan diri saat aku merasa goyah, menggigit bibirku.

Aku menghibur diriku sendiri, bersumpah aku akan bertahan sedikit lebih lama.

Aku melihat sebuah kereta kuda berornamen yang diukir dengan lambang Keluarga Kekaisaran mendekati kami. Aku masuk ke dalam kereta kuda dengan gugup. Aku memusatkan pandanganku pada tanganku yang terlipat di atas lututku, dan aku mengangkat mataku ke tatapan seseorang. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan saat ini, tetapi anak laki-laki dengan mata biru itu menatapku. Saat aku terengah-engah karena gugup, dia mengalihkan pandangannya dariku dan melihat ke luar jendela. Lagi, keheningan berat jatuh di dalam kereta kuda.

Setelah sekian lama diperjalanan pulang, aku tiba di rumahku dan keluar dari kereta kuda dibantu oleh kesatria. Aku merasa seperti aku masih hidup sekarang.

Aku merasa butuh waktu lama untuk kembali ke rumah hari ini. Seandainya aku berduaan dengannya lebih lama lagi, kupikir aku mungkin akan tercekik dengan suasananya.

Ketika aku membenarkan pakaianku dan mengucapkan selamat tinggal, anak laki-laki yang menatap jendela sampai aku turun berkata, "Selamat tinggal."

"Ya, Yang Mulia, terima kasih ..."

Bang!

Pintu kereta kuda tertutup sebelum aku mengucapkan selamat tinggal. Aku tersenyum pahit, melihat kereta kuda itu yang menghilang secara bertahap. Dengan tanganku di dahiku yang pusing, aku berjalan ke rumahku dengan berat hati.

***

Apakah istana Kekaisaran berbeda dari tempat lain? Tiga hari setelah aku kembali dari istana, aku hampir tidak meninggalkan tempat tidurku. Aku masih merasa tubuhku berat, meskipun aku merasa jauh lebih baik dari sebelumnya.

Segera setelah aku membuka pintu kamarku, aku menghela nafas pada seragam putih.

'Bagaimana aku berakhir seperti ini?'

Kaisar mengirim beberapa kesatria Kekaisaran untuk melindungiku. Memperkenalkan diri mereka masing-masing sebagai Seymour dan June, mereka bergantian menjagaku. Mereka bahkan begadang semalaman di depan pintu kamar tidurku setiap hari, mengatakan bahwa malam hari adalah yang paling berbahaya.

The Abandoned EmpressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang