satu

193 11 0
                                    

"Arrrgh! Sial!" Pria itu baru saja membuka matanya dan langsung memaki tak jelas kala kepalanya terasa pening tiba-tiba.

Javas, dia beranjak dari ranjang dan mematut dirinya di depan cermin kamar. Rambut coklat yang berantakan, wajah kusam dengan mata sembab khas bangun tidur dan pakaian kemarin yang masih melekat sempurna di tubuhnya. Pria itu berdecak sebal sambil mengacak-acak rambutnya frustasi kala pikirannya mengingat kejadian semalam. Dia mabok berat dan sempat membuat gaduh di club malam. Club miliknya sendiri.

Dan itu semua gara-gara satu nama. Jeremy Pramana. Seorang Ayah yang selalu ingin mengatur kehidupan anak-anaknya meski sudah beranjak dewasa.

Jadi, siang kemarin Ayahnya yang selalu ia panggil Dad itu memintanya berkunjung sebentar ke kantor. Javas sebenarnya sudah merasakan feeling tak enak ketika Jeremy memintanya ke kantor. Pasti itu berkaitan dengan hal yang tidak Javas suka.

Dan itu benar!

Ketika memasuki ruang kerja Jeremy, pria 56 tahun keturunan Jerman itu langsung mengutarakan niat awalnya. Jeremy meminta Javas untuk segera bergabung di perusahaannya. Saat itu Javas langsung menolak mentah-mentah. Itu adalah hal yang sangat tidak ingin Javas lakukan. Bergabung di perusahaan sang Ayah yang berjalan di bidang e-comerce adalah hal memuakkan baginya. Javas enggan bekerja di ruangan monoton yang kebanyakan di hiasi oleh buku-buku tebal dan disibukkan oleh laporan-laporan yang memusingkan. Belum lagi ketika ada banyak problem.

Javas kembali berdecak, kali ini sambil berlalu keluar dari kamar nyamannya. Dia butuh minum dan sedikit makanan untuk mengganjal perutnya. Mengingat kejadian kemarin membuatnya tiba-tiba lapar.

Menuju dapur, dia mengambil air mineral dingin kemudian duduk di kursi meja counter. Disana sudah tersaji roti panggang selai kacang makanan andalan ketika pagi.

Menyantap sarapan sambil matanya mengelilingi area dapur rumahnya. Rumah yang sangat jarang ia kunjungi karena Javas lebih sering bermalam di apartemennya atau ketika malam weekend dia akan bermalam di hotel yang tentunya ditemani oleh wanita cantik bayaran.

Javas akui, dia memang pria bejad. Dulu ketika kuliah, dia sering keluar masuk club malam bersama Chandra—sahabatnya. Berkunjung ke club sudah seperti hal biasa mereka lakukan. Sampai akhirnya mereka memutuskan membuka club malam sendiri. Awalnya dengan tempat sederhana, tapi karena Javas dan Chandra giat mempromosikan akhirnya club itu menjadi banyak pengunjung dan sekarang sudah memiliki dua cabang di Bali dan Surabaya.

Kali ini ia sengaja pulang ke rumah rahasianya karena sedang di buron oleh Jeremy. Bahkan Ayahnya itu sampai menghubunginya terus-menerus ketika tadi malam ia di club. Sampai akhirnya Javas memutuskan untuk menutup akses ponselnya.

Baru ingat ponselnya masih ia matikan,  Javas bergegas mengambil benda itu di kamar kemudian kembali duduk di dapur. Ada 20 panggilan tak terjawab dari nomor Jeremy dan 5 panggilan tak terjawab dari sang Mama. Ada juga nomor Chandra yang sempat menghubunginya dua kali. Javas mengabaikan semua itu untuk beralih membuka aplikasi WhatsApp. Ada pesan dari Chandra yang bilang kalau Jeremy mengancamnya. Tanpa pikir panjang Javas menghubungi nomor Chandra.

"Hape lo kecebur got apa gimana sih?! Di telpon susah amat kayak abege SMA!" Itu adalah kalimat makian pertama ketika panggilannya diangkat oleh Chandra.

"Langsung ke intinya aja."

"Intinya ya itu tadi! Bokap lo ngancem mau ngobrak-abrik usaha club kita kalo lo masih nggak mau join di perusahaannya. Lagian, lo kenapa sih, Jav? Tinggal join aja di perusahaan Om Jemy, toh itu perusahaan Bapak lo. Lo tinggal duduk-duduk santai sambil ngerokok." Javas membiarkan Chandra bicara panjang. Selain pandai berbisnis hal haram, Chandra juga pandai ngomel khas emak-emak.

Another TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang