dua puluh satu

82 2 0
                                    

Sudah satu mingguan ini Javas tidak mengganggu kehidupan adik Ratama dengan rayuan dan ajakan-ajakannya. Bukan karena sibuk dengan pekerjaan atau terlalu malas dan mulai tak berminat melanjutkan misinya untuk menghancurkan Ratama lewat adik pria itu. Javas berhenti sebentar lantaran akhir-akhir ini Laras sedang gencar mengajaknya jalan.

Seperti kemarin, Laras memintanya untuk ditemani mencari kado yang cocok untuk Mama wanita itu. Javas yang kebetulan hari itu tak ada jadwal penting hanya mau-mau saja ketika ada wanita cantik mengajaknya jalan.

Kemudian minggu pagi ini, dia mendapat pesan dari Mamanya untuk berkunjung ke rumah karena Laras akan bertamu. Mamanya dan Laras akan bereksperimen di dapur. Javas hanya bisa geleng-geleng kepala saja dengan apa yang dikatakan Mamanya.

Semakin kesini Javas semakin memikirkan apa yang pernah dikatakan istri Chandra—Citra. Citra pernah mengatakan, ada kemungkinan kalau Mamanya menginginkan menantu seperti Laras, itu mengapa Mamanya suka sekali mengajak Laras main ke rumah dan gencar memintanya untuk mengajak jalan Laras.

Amanda memang sampai sekarang tak pernah mengatakan secara langsung kalau wanita tua itu ingin Javas bersama Laras. Tapi kalau di pikir-pikir, ucapan Citra ada benarnya juga.

Kalau memang begitu kebenarannya, Javas tak menolak. Toh, ia belum memiliki pasangan. Tidak ada salahnya untuk menjalin hubungan dengan Laras. Meski hatinya belum sepenuhnya menghapus Kirana, meski ketika bertemu Kirana, hatinya masih meletup-letup tak jelas. Tapi jika Laras lebih giat memberikan sesuatu yang membuat Javas bisa melupakan Kirana. Semuanya bisa saja terjadi.

Dengan stelan santai kaos hitam polos dan celana jins panjang, Javas mengendarai mobilnya menuju rumah Orangtuanya.

Setibanya disana, Amanda langsung mengomel. "Lama banget sih, Jav! Mama bilang kan jam sembilan sudah harus sampai, ini malah ngaret satu jam!"

"Jakarta macet, Ma."

"Makanya Mama minta kamu kesini lebih awal, tau Jakarta macet." Omel Amanda lagi pada anak sulungnya.

Sedang Laras dari tadi menahan tawa melihat Javas di omeli.

"Terus kalau sampai juga mau ngapain? Toh yang mau main masak-masakan kalian. Bukan aku." Sungut Javas.

"Masak beneran, Javas! Bukan masak-masakan." Ralat Laras.

"Yaa antar Laras belanja lah." Timpal Amanda.

Javas mengernyitkan kening. Mulai was-was dengan apa yang Mamanya katakan. "Kenapa jadi aku? Yang mau masak kan Mama sama Laras. Ya kalian lah yang belanja."

"Tapi kan kamu yang mau icip-icip."

"Suruh ART saja yang belanja kalau begitu." Saran Javas tentu saja dia tak mau di repoti untuk mengantar belanja. Sekalipun yang belanja Laras atau adiknya. Javas tak mau. Ini weekend. Javas ingin bermalas-malasan. Setidaknya, di rumah Orangtuanya Javas bisa duduk santai sambil main Playstaion seperti kebiasaan Chandra.

Aah.. andai ia bisa merasakan hidup santai seperti kehidupannya yang dulu. Hanya mengecek club kemudian bisa main semaunya.

Kadang-kadang Javas merasa rindu dengan kehidupannya sebelum terjun menggantikan posisi Jeremy. Sekarang Javas sibuk bekerja pergi pagi pulang malam. Dan hanya bisa bermain ketika weekend—itupun bila ia tak di ganggu Mamanya seperti sekarang ini.

"Kalau begitu aku sama Jeni saja yang belanja, Tan." Usul Laras yang tak enak hati melihat wajah lelah Javas.

"Nggak bisa lah. Harus Javas, dia harus ikut andil. Gih sono kalian belanja." Usir Amanda mendorong Javas dan Laras.

Pada akhirnya Javas hanya mampu mengalah dan melakukan apa kata Mamanya.

"Bukan aku loh ya, yang maksa." Ucap Laras ketika keduanya sudah masuk ke mobil dan bersiap untuk jalan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Another TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang