lima belas

36 1 0
                                    

"Soya, panggilkan anak buah Dandi untuk ke ruangan saya!" Suruh Javas.

Soraya mengernyitkan kening mendengar perintah Javas. "Maksud Bapak, Tiur?"

"Ya! Siapa lagi?!" Sahut Javas malah ngegas tanpa alasan.

Soraya sampai mundur satu langkah karena kaget dengan sahutan Javas yang teramat garang itu. Aneh. Ini aneh menurut Soraya. Semenjak kejadian kemarin saat ia dan Javas akan berangkat ke restoran Katsukaki untuk melakukan pertemuan dengan pemilik restoran dan tak sengaja melihat Tiur yang berantakan dengan wajah penuh lebam. Javas jadi lebih sensitif. Javas memang galak dan tidak pernah berlaku baik untuk Soraya, tapi kali ini seperti berbeda. Javas benar-benar sensitif.

Apalagi saat Soraya lihat, Javas hari ini beberapa kali mengunjungi ruangan Tiur untuk mengajak wanita itu makan siang seperti biasanya. Namun kali ini tawaran Javas di tolak. Entah karena apa, Soya juga tidak tau. Soya pikir, semua ada kaitannya dengan kejadian kemarin saat Javas mengejar Tiur.

Dan ya, sore hari di jam tiga ini Soya mendapat tugas lagi untuk memanggil Tiur ke ruangan pria itu. Padahal sudah di tolak, tapi Javas seperti tidak tau malu.

Akhirnya Soya memutuskan untuk ke ruang data analyst. Ia meminta langsung pada manajer Tiur agar Tiur dapat segera ke ruangan Javas tanpa menunda waktu. Begitu manajer Tiur bertindak, Soya akhirnya dapat membawa Tiur ke ruangan Javas.

"Mbak Soya?" Panggil Tiur setelah mereka sudah keluar dari ruang divisi.

Soya yang kini memandu jalan berbalik untuk melihat Tiur. "Masih ingat nama gue, lo?" Sindirnya menatap sinis mantan adik kelas sewaktu SMA.

Sempat terkejut melihat respon Soya tapi Tiur mencoba menyimpan rasa terkejutnya itu. "Mbak Soya sekretaris Pak Javas."

Kini giliran Soya yang di buat terkejut dengan jawaban Tiur. "Gue kakak kelas elo dulu waktu SMA!" Terangnya setengah sewot sambil melanjutkan perjalanannya diikuti Tiur dari belakang.

Tiur terdiam di tempat. Kakak kelas waktu SMA? Pikiran Tiur langsung melayang pada masa-masa dimana ia dijadikan pembantu oleh teman-temannya sendiri dan di bully habis-habisan. Kemungkinan besar Soraya pasti tau bagaimana kehidupan Tiur semasa di SMA.

"Saya nggak pernah ketemu Mbak Soya sebelumnya." Sahutnya sambil mengikuti Soya dari belakang untuk menuju ruang kerja Javas.

"Ya iyalah, lo kan dulu cupu. Sekarang juga masih kan ya."

Tiur tidak menyahuti lagi. Tebakan Tiur benar, Soya mengenalnya sejak mereka duduk di bangku SMA.

Tiba di depan pintu ruang kerja Javas, sebelum masuk Soya memperhatikan Tiur dari atas sampai bawah dengan pandangan menilai. "Sebelum masuk, gue peringatkan ya. Jujur, gue nggak tau masalah lo sama Pak Javas. Yang jelas, doi lagi sensi banget dari pagi. Jadi hati-hati aja. Kalau dia mau ini itu lo turutin aja biar cepet kelar dan nggak ngeribetin gue lagi."

Tiur hanya mengangguk patuh saja meski sebenarnya ia pun tidak janji bisa menuruti apa kemauan Javas. Pria itu bukan anak kecil yang segala macam keinginannya harus di turuti kan? Tapi yah, Javas dengan segala kekuasaannya mampu melakukan apapun agar kemauannya tercapai.

"Yaudah gih masuk. Gue mau duduk cantik lagi." Suruh Soya sebelum melipir duduk di kursi cantiknya.

"Permisi." Tiur mencicit kecil ketika sudah berdiri di dalam ruang kerja Javas. Pria itu sedang fokus pada layar komputer kemudian segera mengangkat kepala ketika mendengar suara kecil dari Tiur.

"Ahh akhirnya saya bisa melihat kamu disini!" Seru Javas memberi senyum bangga pada keberadaan Tiur.

Tiur menunduk. Mengapa Javas terlihat bahagia sekali melihatnya disini? Dan entah kenapa kedua pipi Tiur terasa memanas. Itu bukan karena efek bekas tamparan dari rekan kerjanya kemarin. Rasa panas di pipinya saat ini seperti berbeda. Membuatnya semakin menundukkan kepala memandang lantai ruang kerja Javas yang kelihatan mengkilap dan selalu bersih.

Another TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang