sembilan belas

671 30 0
                                        

Bibir Javas tak henti-hentinya mengumbar senyum. Setelah beberapa bulan semenjak Kirana menikah, baru sore ini ia bisa melihat langsung sosok itu. Dengan status yang berbeda dan penampilan berbeda. Tapi hal itu tak membuat rasa bahagianya berbeda. Rasa bahagianya masih sama seperti dulu ketika Javas merindukan Kirana yang lebih sering bekerja di luar kota dan jarang bisa Javas temui.

Kirana. Sekilas ketika tadi Javas lihat, tubuh wanita itu kelihatan lebih berisi. Javas akui, hal itu membuatnya sedikit lega. Setidaknya Ratama tak membuat Kirana kelaparan meski gaji pria berprofesi dokter hewan itu kecil.

Di sela perjalanan menuju apartemen untuk mengistirahatkan diri sebelum esok pagi kembali beraktivitas kembali, Javas menyambar ponselnya yang dia letakkan di dashboard. Dia menghubungi Chandra, memberitahu sahabatnya itu kalau baru saja ia melihat Kirana.

"Chand? Lo tau apa yang gue lihat sore ini?" Mulai Javas langsung ketika suara berisik dari Chandra di seberang sana mulai terdengar.

"Apaan? Kayaknya bikin lo seneng banget sampai mau berbagi cerita ke gue." Sahut Chandra.

"Lo dimana sekarang?"

"Rumah."

"Gue kesana sekarang! Bentar lagi sampai." Ucap Javas kemudian tanpa menunggu tanggapan dari Chandra ia langsung mematikan panggilannya sepihak.

Tak sampai satu jam, Javas sudah tiba di rumah megah milik Chandra. Seperti biasa Javas melewati begitu saja pintu rumah sahabatnya tanpa perlu mengucap permisi. Anggap saja rumah sendiri, begitu pikirnya. Toh, lagi pula Chandra mendapatkan rumah megah ini juga karena Javas. Karena usaha haram mereka berjalan dengan lancar sampai sekarang. Yah, meski cabang mereka ada yang gagal satu gara-gara Tuan besar Jeremy. Aah.. Javas benci jika harus mengingat hal itu. Ia dan Chandra kehilangan ratusan juta uang gara-gara keangkuhan Jeremy.

Menuju ruang tengah, Javas menemukan Chandra tengah bermain Playstaion ditemani banyak camilan di meja. Sudah mirip remaja pemalas yang hanya bisa menghabiskan uang Mama.

"Padahal gue belum bilang boleh, tapi lo malah maen kesini aja!" Ujar Chandra begitu melihat Javas menghampirinya dan duduk di sampingnya. Pria beristri ini terpaksa mempause permainannya demi meladeni ocehan Javas yang sebentar lagi akan di mulai.

Javas mengabaikan sindiran halus dari sahabatnya. Pria yang masih menggunakan jas kerjanya ini lantas mengambil camilan milik Chandra bak milik sendiri.

"Gue mau pamer sama lo." Ungkap Javas.

"Oh, ya. Jadi, apa yang lo lihat? Sampai-sampai rela pulang kerja langsung kesini."

"Gue habis ngantar Tiur pulang ke rumahnya dan, gue lihat ada Kirana depan rumah. Dia lagi main sama kucing. Astaga.. Kirana, Chand! Akhirnya gue bisa lihat dia lagi." Terang Javas begitu bangga dengan apa yang telah ia lihat sore tadi. Javas seperti baru melihat bidadari cantik yang turun dari langit ketujuh.

"Terus, habis itu lo baku hantam depan pagar rumah bareng Ratama?" Tebak Chandra terlalu jauh berpikir negatif kepada Javas.

Javas melempar pilus ke wajah Chandra yang berujung dimakan pria itu juga. "Nggak lah! Dia nggak ada."

"Habis lo lihat Kirana, lo langsung pamer ke Tiur kalau lo pernah punya gebetan secantik Kirana—sebelum dinikahi kakaknya dia, gitu?" Chandra kembali melontarkan tebakannya yang lagi-lagi meleset salah.

Javas mendesis kesal mendengar tebakan Chandra yang terlalu mengada-ada. "Yaa nggak lah! Kalau gue bilang begitu, semua rencana awal gue bisa gagal!"

Chandra menganggukkan kepalanya. "Bagus. Berarti lo masih ingat rencana awal. Jangan sampai kelolosan. Jangan terlalu bangga juga karena habis lihat Kirana. Ingat, Jav! Dia udah jadi bini orang."

Another TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang