empat belas

26 2 0
                                    

Semenjak makan siang di luar yang terjadi beberapa hari lalu, ternyata hal itu membuat kedekatan Javas dan Tiur semakin sering terjadi.

Javas sering kali mengunjungi ruangan tempat kerja Tiur untuk mengingatkan wanita itu makan siang bersama di kantin kantor. Meski setiap kali saat mendekati kubikel Tiur, Javas harus menahan rasa penasarannya setengah mati tentang kopi cup berlogo disana. Pasalnya hampir setiap kali Javas ke kubikel Tiur, dia pasti menemukan gelas plastik berlogo O'Gara dan selalu berisi kopi. Ah ya, di meja Tiur juga sering terdapat egg tart. Sepertinya itu makanan favorit Tiur.

Sering makan siang bersama di kantin, namun hal itu tidak membuat Javas bisa pula mengantar Tiur pulang. Sudah beberapa kali Javas menawarkan untuk pulang bersama namun tetap saja berujung pada penolakan. Terakhir adalah kemarin, saat tak sengaja melihat Tiur berdiri di pinggir jalan depan kantor sedang menanti ojek. Tiur menolak tawarannya karena wanita itu bilang sudah memesan ojek online dan sedang menunggunya. Alhasil, Javas menunggu Tiur sampai wanita itu berhasil naik di jok motor si ojek online itu. Namun ternyata, sampai beberapa menit Javas menunggu, ojek online yang di pesan Tiur tak kunjung menghampiri. Sampai akhirnya Javas justru melihat Tiur naik bus.

Padahal, alasan lain mengapa Javas ingin sekali mengantar pulang Tiur, karena ia ingin melihat sosok sang mantan calon pacar. Tentu saja itu Kirana. Karena yang Javas dengar dari istri Chandra, Kirana memilih ikut tinggal dengan suaminya, meski sempat di tentang oleh keluarga Kirana. Tentu saja orangtua Kirana menolak anaknya ikut tinggal di rumah kumuh milik Ratama. Kirana lebih pantas tinggal di rumah rahasianya. Rumah yang bahkan hanya Kirana yang tau. Tapi, ya sudahlah jika itu sudah pilihan Kirana. Toh, itu bukan menjadi urusan Javas. Beda lagi kalau Kirana ingin bercerai, itu akan menjadi urusan terdepan Javas untuk mensuport Kirana agar segera cerai saja.

Untuk hari ini, Javas akan menahan dirinya untuk tidak menawarkan pulang bersama kepada Tiur. Makan siang bersama dengan sedikit obrolan itu sudah cukup untuk mendekati Tiur. Javas benci di tolak. Ia sudah lelah selalu mendapat penolakan bahkan oleh wanita yang sangat ia cintai. Ah sudah lah, kalau diingat-ingat, membuat Javas ingin semakin membunuh Tiur saja agar semua balas dendam selesai saat itu juga.

Javas memanggil Soraya untuk masuk ke ruangannya. Dua jam lagi jam istirahat tiba, sebelum benar-benar istirahat dan makan dengan tenang Javas harus memastikan lagi bahwa jadwalnya tidak ia lupa.

"Bapak manggil saya?" Tanya Soraya sudah berdiri di depan meja kerja Javas.

"Bacakan jadwal saya setelah jam istirahat."

Dengan cekatan seperti biasa, Soraya mengeluarkan buku catatan yang selalu ia bawa dan isinya tentang hal yang perlu diingatkan kepada Javas. "Setelah jam istirahat, Pak Javas ada jadwal meeting dengan tim IT untuk pembahasan event. Sebenarnya meeting itu dilakukan kemarin, Pak. Tapi Bapak yang undur sendiri karena katanya lagi sibuk banget. Sudah sih itu saja. Selanjutnya Bapak free. Oh ya, setengah jam lagi Bapak harus on the way ke restoran Katsukaki untuk bertemu dengan pemilik restoran itu. Mereka ingin mengajak kerja sama. Itu penting sih, kata Bapak."

Javas mengernyitkan kening memandang Soraya tak percaya. "Kenapa kamu nggak ngomong dari pagi kalau saya ada jadwal di luar kantor sebelum jam istirahat?" Tanyanya setengah kesal. Ah, sebenarnya Javas sudah kesal sih. Lihat saja wajahnya, sudah memerah.

Sedang Soraya membuat gerakan memundurkan kepala ke belakang dengan mimik wajah terkejut. "Loh, kan tadi pagi sudah saya bacakan semua jadwal Bapak hari ini! Tuh, kan! Bapak pasti lupa! Susah emang kalau punya atasan pelupa. Muka boleh ganteng tapi pikun!"

Javas sampai menahan napas mendengar kalimat terakhir Soraya. Muka boleh ganteng tapi pikun? Bukankah itu kalimat menyakitkan dan terlalu lancang?

"Kamu—"

Another TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang