Javas merayakan keberhasilannya karena sudah membuat Tiur sedikit percaya padanya. Malam ini ia meluangkan waktunya untuk mengunjungi club. Ia merasa perlu merayakan keberhasilannya karena sudah menjadi 'teman' Tiur. Kali ini teman dengan porsi yang lebih dekat lagi. Yah, meski hanya teman tapi itu cukup bagi Javas. Cukup untuk lanjut membuat wanita itu takluk menjatuhkan hati padanya. Lihat saja nanti.
"Jadi, sudah sampai mana progres lo untuk mendekati adik Tama?" Tanya Chandra sembari menghembuskan asap rokok ke udara.
Javas tersenyum miring. Pertanyaan Chandra membuat ingatan Javas memutar kembali membayangkan dirinya saat meluluhkan Tiur.
"Berteman." Jawabnya dengan bangga kemudian menyambar gelas bening yang diisi dengan alkohol. Jangan lupakan posisi Javas yang kini tengah duduk di sofa di temani oleh seorang wanita bayaran. Namanya Cindy. Wanita bayaran yang menurut Javas tidak terlalu membosankan. Cindy selalu mampu membuat Javas melepaskan lelah dan pikiran beratnya. Dan kini wanita itu tengah mengelus-elus lengannya, memberi sentuhan-sentuhan yang sesekali membuat Javas meringis lantaran tak tahan.
Bukan Javas namanya kalau minum di club tidak di temani oleh wanita. Itu sudah menjadi ciri khasnya.
Jawaban singkat yang menurut Javas cukup membanggakan justru di tertawakan oleh Chandra. Pria beristri itu tertawa mengejek sambil geleng-geleng kepala. "Udah sebulan lebih lo deketin dia dan lo cuma dapat status sebatas teman aja? Parah sih. Lemah banget lo, Jav!" Ejeknya tanpa takut.
Javas berdecak kesal. Ia meraih tangan Cindy yang hendak menyentuh dadanya. Ucapan Chandra jelas melukai harga dirinya. "Lo belum tau gimana susahnya gue buat ngajak ngomong orang mirip patung itu."
Chandra semakin mengeraskan tawanya mendengar keluhan Javas. "Berapa kali lo di cuekin?"
"Bukan berapa kali, hampir setiap hari."
"Cewek tipe-tipe pendiam emang susah sih di taklukin. Mereka itu naif. Diamnya mereka, sebenarnya lagi mikirin kita juga."
Javas mengedikan bahu meski ia akui ucapan Chandra ada benarnya juga.
"Ehm, tapi lo masih ingat kan rencana awal lo untuk deketin dia?"
"Ingat lah! Buat balas dendam." Sahut Javas setengah kesal. Javas yakin kalau sekarang otak sahabatnya itu sedang memikirkan hal yang mustahil untuk terjadi.
"Yaa mana tau lo tiba-tiba khilaf terus naksir beneran sama dia. Bisa hancur semua rencana lo." Nah, kan. Dugaan Javas benar. Pikiran Chandra memang selalu pendek.
Javas cukup tertawa saja mendengarnya. Naksir dengan adik Ratama yang culun itu? Javas meludah ke sembarang tempat. Bahkan untuk membayangkannya saja Javas tidak sudi. Wanita seperti Tiur tentu jauh dari tipenya. Tipe Javas itu paling tidak seperti Kirana. Cantik, berwawasan luas dan tentunya mampu memikat hati Javas. Sedang Tiur? Wanita culun dan pendiam itu bahkan seringkali menolak Javas, seperti sudah merasa pantas saja mendapatkan perhatian Javas. Andai bukan karena untuk balas dendam, Javas tidak sudi mendekati wanita sejenis Kutu buku itu.
Bagi Javas, wanita sejenis Tiur seharusnya di punahkan saja. Dari penampilan saja sudah membuat Javas bosan untuk memandangnya.
"Omongan lo terlalu mustahil untuk terjadi, Chand! Dia bukan tipe gue banget. Lo tau tipe-tipe cewek yang gue mau kan? Lo nggak hilang ingatan kan, Chand?"
Chandra mengangkat bahu. "Gue bilang kan siapa tau lo khilaf. Di dunia ini, nggak ada yang mustahil terjadi. Dan gue cuma mengingatkan aja, semoga hal itu benar nggak akan terjadi sih."
Javas meneguk minumannya lagi kemudian mengangguk-anggukkan kepala setuju dengan ucapan Chandra. "Tenang. Itu nggak akan pernah terjadi. Gue jamin!"
"Terus, rencana lo selanjutnya mau gimana?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Another Taste
Fiksi UmumJavas tidak terima ketika perasaannya diabaikan begitu saja oleh seorang model cantik bernama Kirana. Wanita itu justru memilih Ratama seorang Dokter hewan yang berpenampilan biasa saja dan dari kalangan orang bawah. Ketika mengetahui Kirana akan me...