06

548 77 8
                                    

.

.

Sudah enam minggu sejak peringatan yang diberikan oleh Sasuke pada Hinata. Enam minggu pula Hinata tidak bisa mendekati Naruto. Setiap kali Hinata menghubungi Naruto untuk mengajaknya pergi makan seperti enam minggu lalu, selalu ada saja alasan yang diberikan oleh Naruto. Kadang Hinata berharap Naruto menolaknya karena sibuk kegiatan sekolah atau sibuk membantu ibunya. Yang membuat kesal, Naruto lama sekali membalas pesannya dan penolakan Naruto sering sama.

"Maaf Hinata, aku sudah ada janji dengan Sasuke."

"Maaf Hinata, hari itu aku, Sakura, dan Sasuke akan mengunjungi guru kami saat SD."

"Maaf Hinata, Sasuke sedang bermain di rumahku."

"Ah, maaf Hinata, aku sedang makan bersama dengan Sasuke."

Sasuke, Sasuke, Sasuke. Hinata sampai kesal sendiri membaca namanya di setiap pesan yang diberikan oleh Naruto. Jika begini lama-lama Hinata ingin menyerah saja. Siapa yang bisa mengalahkan Sasuke sebagai saingan dalam merebut Naruto? Satu, Sasuke lebih diuntungkan karena dia memiliki jenis kelamin yang sama dengan Naruto. Yah, walaupun bagian ini Hinata agak bergidik membayangkannya. Kedua, Sasuke dan Naruto sudah berteman sejak kecil. Tentu Naruto menjadi lebih terbiasa jika Sasuke di dekatnya. Cih, memikirkannya membuat Hinata kesal saja.

"Kak, sedang apa?" Hinata menoleh ke belakang. Posisinya yang sedang tengkurap di atas kasur membuatnya tidak dapat melihat Hanabi di depan pintu kamarnya.

"Tidur." jawab Hinata singkat.

"Memangnya aku bodoh?" Hanabi mendekati Hinata dan duduk di samping kasur. "Kau kenapa sih akhir-akhir ini? Cemberut terus. Ada masalah?"

"Tentu, sangat ada masalah."

"Kenapa? Kau ditolak Kak Naruto-mu itu, ya?" Hanabi tersenyum jahil saat melihat Hinata memberikan death glare kepadanya. "Heee, sudah kalah rupanya, kau."

"Uh, kau menyebalkan, Hanabi!" Hinata bangkit untuk duduk. "Aku tidak ditolak –yah belum sih tepatnya."

"Terus kenapa kau cemberut?"

"Bagaimana aku tidak kesal? Sepertinya aku kalah."

"Dari siapa? Perempuan pink itu ya?" Hinata menggeleng. "Terus siapa?"

"A-adalah, kau tidak perlu tahu." Hinata bergerak gusar. "Tapi sepertinya aku tidak bisa mengalahkannya."

Hanabi prihatin melihat kakaknya. Padahal Hinata baru merasakan jatuh cinta pada laki-laki sejak awal masuk SMA tapi sudah kandas saja. Hanabi jadi khawatir kalau ia mengalami hal yang sama saat masuk SMA tahun depan. Itu pun kalau perasaan Hinata pada kakak sepupunya saat kecil tidak dihitung, ya.

"Ah, sudahlah. Persetan dengan para laki-laki. Mending kau menemaniku saja."

"Kemana?"

"Mall. Aku ingin membeli baju baru." Hanabi nyengir.

"Bajumu sudah banyak, Hanabi."

"Tapi ini koleksi terbaru." Hanabi cemberut membuat sang kakak menghela napas.

"Hah... Yasudah, aku mau ganti baju dulu."

"Yes! Aku tunggu di bawah ya, Kak. Kau harus cepat!"

"Iya, iya." Hinata melambai pada adiknya yang pergi. Hah, sebenarnya Hinata malas. Rasanya ia ingin bermalas-malasan saja di atas kasur. Tapi kalau dipikir-pikir sudah lama ia tidak pergi berduaan dengan Hanabi. Mungkin ini saat yang bagus untuk menyegarkan pikirannya juga.

.

.

Hinata menyesali keputusannya untuk ikut Hanabi ke mall. Niatnya ingin menyegarkan diri, Hinata malah menjadi suruhan Hanabi untuk membawa barang-barang belanjaan Hanabi. Yah, iya sih Hinata beli juga satu pasang baju dan satu mini dress. Tapi, 'kan tetap saja enam kantung lain itu adalah miliki Hanabi. Memang Hanabi itu dikenal sebagai anggota keluarga yang paling boros, apalagi jika soal fashion.

Denganmu [SasuHina X Shikamaru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang