20

395 55 4
                                    

.

.

"Hai!"

Hinata baru membuka pintu apartemennya dan menemukan Sasuke yang sudah menunggu di depan pintu. Senyuman terpatri di wajah tampannya. "Pagi sekali. Kelasku masih lebih dari setengah jam lagi." Hinata mengunci pintu apartemennya. Begitu berbalik, Sasuke membantunya membawa sebuah buku undang-undang dan buku teori besar.

"Mulai sekarang kita harus biasa berangkat lebih awal. Jadwal pertamaku sama sepertimu. Jadi, aku perlu waktu tambahan setelah mengantarmu ke fakultas hukum." Sasuke dan Hinata berjalan beringingan menuju basement.

"Makanya, kita tidak perlu berangkat bersama." kata Hinata lenggang.

"Oh, hei?" Sasuke menghadang di depan Hinata. "Ayolah, jangan begini, Hinata. Aku ingin lebih banyak menghabiskan waktu denganmu. Sampai akhir masa ujian saja, aku janji. Kumohon, bertahanlah, oke?" Sasuke menatap dengan wajah khawatir. Rautnya memelas, memohon pada perempuannya.

"Iya, iya. Tapi kau tetap tidak bisa melarangku untuk mengeluh." decak Hinata. "Ayo, nanti terlambat." Hinata mendengus, meskipun begitu hatinya berbunga diam-diam.

"Hari ini aku selesai jam dua siang. Kelas terakhirmu jam empat sore, ya?" Sasuke memulai pembicaraan selama di dalam mobil.

"Bagaimana kau bisa tahu jadwal kuliahku?" Hinata mendelik curiga. Matanya memicing pada Sasuke yang masih fokus mengemudi.

"Aku menguntitmu selama seminggu, dulu." Sasuke bicara tanpa beban. Membuat Hinata melolot kesal. "Ha?! Sudah kuduga! Kau memang memalukan!" Hinata bersidekap. Kemeja satinnya membentuk tubuh bagian atasnya.

"Aku hanya memerhatikan jam kuliahmu. Tidak lebih." Sasuke menghela napas. "Oke, maaf. Dulu aku memang berengsek. Aku juga tidak janji kalau sekarang aku lebih baik. Tapi percayalah, aku melakukannya karena aku menyukaimu." Sasuke menjelaskan. Sesekali matanya melirik Hinata yang duduk di sampingnya.

"Cih, mulutmu memang suka berkilah. Dasar pembual!" Hinata menggembungkan pipinya. Gemas. Sasuke terkekeh melihatnya. Detik berikutnya Sasuke melotot. Kancing kemeja Hinata terbuka satu, sedikit menampilkan bahu dan tulang selangkanya yang mulus.

CITTTT

Sasuke menginjak rem dadakan di lampu merah. Hinata sampai-sampai musti memegang pegangan di atas pintu karena hampir terlonjak. "Apaan sih? Kau tidak bisa mengemudi dengan pelan?!" rutuk Hinata.

"Maaf. Bahumu membuatku salah fokus."

"Hah?!" Hinata mendelik tajam. Ia menatap tubuhnya sendiri. Penampilannya biasa saja tapi Hinata segera menarik ujung kerah kemeja ke atas. "Matamu saja yang jelalatan! Bajuku formal, sopan untuk memasuki kelas."

"Iya. Bagus kau tidak bergaul lagi dengan Shikamaru Nara. Aku yakin dia yang memengaruhi gaya berpakaianmu sebelumnya." Sasuke mengangkat sebelah alisnya. "Yah meskipun aku suka melihatnya sih... tapi tetap saja aku lebih suka kau apa adanya." Ia tersenyum. Mengacak pelan rambut Hinata, menatapnya sedikit lebih lama sebelum kembali memajukan mobil karena lampu apil sudah berubah.

Ah, ia tidak memakainya. Sasuke berdesis dalam hati. Matanya sempat memerhatikan leher Hinata yang tak berhias kalung. Entah pemberiannya ataupun pemberian Shikamaru. Sasuke bilang ia akan merasa tenang dengan Hinata menyimpannya saja. Tapi, kenapa Sasuke masih berharap?

Hinata membuka pintu mobil begitu sudah sampai di pinggir jalan gedung fakultasnya. Ia melepaskan sabuk pengaman, berbalik ke kursi belakang untuk mengambil buku-bukunya. "Hinata, kau yakin tidak ma–"

"Tidak. Kesepakatan, jangan mencolok di kampus. Aku tidak mau menjadi pusat perhatian." Hinata selesai mengambil kedua bukunya, merapikan tote bag dan penampilannya sebentar. "Aku akan pergi sekarang. Terima kasih sudah memberi tumpangan."

Denganmu [SasuHina X Shikamaru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang