21

817 76 13
                                    

.

.

"Apa yang kalian bicarakan?"

Sasuke mencegat Shikamaru yang baru akan berbelok menuju elevator. Selama kurang lebih dua puluh menit, Sasuke menunggu di balik tembok dekat elevator. Bohong kalau ia tidak was-was perasaan Hinata akan goyah saat ditinggal bersama pria berambut nanas.

"Sudah kuduga. Kau pasti menunggu." sindir Shikamaru. Ia tersenyum miring, ikut terdiam untuk berhadapan dengan Sasuke di depan elevator. "Jadi, apa yang kalian bicarakan?" Sasuke bertanya lagi tak sabaran.

"Tidak banyak," jawab Shikamaru. Mendengarnya membuat Sasuke ingin terbahak. Apapun bisa terjadi dalam dua puluh menit, 'kan? Misalnya saja melakukan ci–

"Kami hanya berbincang soal kakak sepupunya, kuliah, dan kerjaanku." lanjutan ucapan Shikamaru seolah menyadarkan Sasuke. "Tidak perlu khawatir. Hinata tidak akan berubah hanya karena obrolan selama dua puluh menit."

Sasuke mengernyit. Tangannya yang semula berada di dalam saku celana kini bersidekap di bawah dadanya. "Apa maksudmu?"

Shikamaru terkekeh pelan. "Ternyata aku salah. Kau bukan lagi anak-anak." Shikamaru ikut menyandarkan punggungnya pada tembok. Bersisihan dengan Sasuke. "Apa kau mau menanggapinya sekarang?"

"Menanggapi apa?" Sasuke bertanya dengan ketus. Shikamaru bersandar pada sisi lain tembok. Mereka menghadap dua kubu yang berbeda. Sasuke menghadap barat sedang Shikamaru menghadap utara. "Apa kau bermain-main dengan Hinata?"

Sasuke menoleh ke kanan. Ia bisa melihat samping tubuh Shikamaru. "Ya, aku sempat bermain dengannya." Sasuke kembali menatap ke arah depannya. "Tapi, entah kenapa perasaan itu hilang. Tiba-tiba aku merasa ingin membelikan kalung yang ia tatap lama di mall. Ingin mengetahui perguruan tinggi yang akan dipilihnya."

"Kalung?" Shikamaru menoleh ke kiri, agak ke belakang tubuhnya. Kerutan terlihat di dahinya. "Lucu bukan? Kita bahkan membelikan kalung yang sama untuknya." Shikamaru menghela napas. Sudah ia duga –lagi. Kini Shikamaru kembali menatap ke arah depan tubuhnya.

"Aku sudah mengutarakan perasaanku padanya," kata Shikamaru pelan.

"Bohong!" Sasuke menoleh ke arah Shikamaru lagi. Matanya melotot kesal. "Kapan kau bilang padanya?"

Shikamaru mendongak, menatap ubin apartemen yang sebenarnya tidak ada apa-apa. "Sebulan? Dua bulan yang lalu? Aku lupa tepatnya. Yang pasti aku menemuinya di kampus setelah kelas sorenya." ingatan Shikamaru menerawang pada candaannya tentang poligami dengan Hinata.

"Hah..." terdengar helaan napas dari belakangnya. Sasuke bernapas lega, sekaligus merasa bersalah. Ia sudah salah paham rupanya. "Lalu, bagaimana? Apa Hinata menjawabmu?"

Shikamaru menggeleng. Ia tak peduli jika Sasuke musti susah payah memajukan badannya untuk melihat. "Dia menolakku secara tidak langsung –mungkin?"

Sudut bibir Sasuke tidak bisa tinggal diam. Seringaian muncul di wajahnya. Untunglah Shikamaru membelakanginya. "Aku juga mengutarakan perasaanku." aku Sasuke dengan lenggang. "Dan jawaban Hinata?" Shikamaru melirik melalui ekor matanya.

"Dia belum bicara apapun."

Shikamaru bangkit, melepaskan dirinya dari sandaran di dinding. Ia berjalan sedikit untuk mendekat pada Sasuke. "Maksudmu?"

Tangan Sasuke bergerak turun seiring tubuh lelaki itu menjauhi dinding. "Kau tidak perlu tahu. Itu hanya perjanjianku dengan Hinata." Licik. Shikamaru bisa melihat seringaian Sasuke seolah ia sudah menang. "Yang penting, kau tidak perlu terlalu khawatir tentang Hinata. Aku yang akan menjaganya mulai sekarang. Dan kau?" Sasuke menepuk bahu Shikamaru, "cukup jadi sosok kakak yang baik untuknya saja."

Denganmu [SasuHina X Shikamaru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang