J-Hope bergegas meninggalkan kantornya setelah memberitahu Miran untuk mengundur jadwalnya hari ini. Miran duduk lemas menatap tablet berisi jadwal Jhope hari ini.
Hati J-Hope terbakar cemburu. Dalam otaknya hanya ada satu tersangka tentang sosok pria itu. Dia yakin, itu adalah pria yang sama dengan yang dia lihat semalam. Bel di atas pintu toko berbunyi, membuatku spontan menyapa.
"Selamat datang." Ucapku renyah sebelum tau siapa yang muncul.
"Sayang." Panggil Jhope membuatku menoleh.
"Oppa?" Ku lirik jam dinding lalu padanya yang berdiri membawa buket bunga segar.
"Apa yang oppa lakukan pagi-pagi begini di sini?" Mataku menatapnya tajam.
"Entahlah, aku hanya ingin kesini." Jawabnya enteng sambil menyodorkan buket yang membuatku mengerutkan wajah.
"Kau pergi pagi-pagi sekali tadi. Apa kau sudah sarapan?" J-Hope bertanya ragu-ragu.
"Oppa sudah sarapan?" Tanyaku balik.
Dia menggeleng lemah.
Kami berdua duduk di restoran sebuah hotel untuk sarapan. Ini adalah pertama kalinya aku diajak makan di luar setelah rentetan pertengkaran kami. Perut ku makin nampak lebih besar sekarang.
Orang-orang melakukan kegiatan mereka masing-masing tanpa peduli pada kami. Kami pun sama, aku dan Jhope hanya makan. Berbeda dengan ku, Jhope makan dengan lahap. Aku? Ku pilih toast dan buah saja.
"Kau harus makan banyak. Aak?!" J-Hope menyuapkan makanan padaku.
"Nah begitu, ibu hamil tak boleh hanya makan roti dan buah. Anak ku perlu makanan sehat." Ucapnya kemudian.
"Aku sudah sarapan." Aku kesal dipaksa makan.
"Maaf, aku tak tau. Kau tadi tidak bilang." J-Hope nampak merasa bersalah.
Sarapan pertama kami di luar menjadi sangat canggung. Entah mengapa keberanian ku untuk menolak, mendebat, berpendapat muncul. Selama ini aku merasa harus menjaga perasaannya. Hari ini aku menunjukkan kesal hanya karena hal sepele.
"Oke, apa kau ingin menambah buah mu? Biar aku ambilkan." J-Hope berusaha mencairkan suasana.
Aku menggeleng masih kesal.
"Hyung." J-Hope menoleh ke asal suara.
"Ohh Taehyung, kau juga sarapan di sini?" J-Hope berdiri menyambut koleganya.
"Selamat pagi tuan Kim." Aku juga menyapa pria itu. Pria itu menyambut sapaanku.
"Aku mendapat kabar dari sekretaris mu jika meeting kita di undur. Apa yang terjadi?" Taehyung bertanya.
"Ahh tak ada apa-apa. Jangan khawatir." J-Hope berusaha tersenyum.
"Oke, tapi aku harap segera ada reschedule hyung. Ada hal yang ingin ku bicarakan."
"Tae, apa kau hanya sendirian?" J-Hope menyadari sesuatu.
"Istriku tak ikut kali ini. Apa sebaiknya kapan-kapan kita jadwalkan untuk sarapan bersama seperti ini,ya?" Ide Taehyung disambut anggukan dari Jhope.
"Apakah anda setuju nyonya?" Tatapan Tae terasa lain menyorot padaku.
"Kedengarannya bagus." Jawabku berusaha tersenyum.
"Baiklah, sepertinya aku harus lebih dulu selesai." Taehyung bersiap pergi.
"Kau buru-buru sekali." J-Hope mencoba menahannya.
"Aku harus menemui NamJoon hyung, dia sedang kumat gilanya." Taehyung terkekeh-kekeh sendirian sambil melirik tipis kearahku.
Aku hanya berharap Jhope tak menyadari raut ku karena ulah Taehyung. Pikiran ku juga ikut melanglang buana dengan sikap aneh Taehyung padaku. Sejauh mana dia tau tentang aku dan NamJoon?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake apologize, The Path I Choose
FanfictionDia bersamaku, namun masih berkutat dengan cinta lamanya juga. Apa alasannya menikahi ku? Apakah kata cintanya bukan kebohongan? Orang bilang bahwa cinta abadi berawal dari persahabatan. Itu tidak berlaku untukku. Start may, 21 2022