"Kau masih punya nyali rupanya?" Jungkook berdiri dari kursinya.
"Kookie-aa." Cegah ku sambil menahan lengan pria kekar itu.
Mata NamJoon mengkilat tak suka menatap kearah kami berdua.
"Nunna, dia perlu diberi pelajaran." Jungkook masih bersikeras.
"Tunggulah di sini, aku akan bicara berdua dengannya."
Aku memilih bicara di luar toko dengan NamJoon. Restoran JiMin yang ku pilih. Tempat paling aman yang bisa ku tuju. Tentu saja NamJoon menolak dan memberi saran untuk ke tempat lain. Tapi tidak, masalahku sudah banyak jadi tak perlu ku tambah lagi.
"Aku minta maaf." Katanya tertunduk terlihat menyesal.
"Untuk?"
"Karena aku mencintai mu."
"Mwo?"
"Suamimu tak bisa membahagiakan mu, tapi aku bisa."
"Seyakin itu? Kau yakin aku akan lebih bahagia bersamamu?"
"Aku punya segalanya, termasuk cinta." NamJoon berkeras.
"Tapi aku tak mencintaimu."
"Seiring berjalannya waktu kau akan bisa."
"Bahkan Jhope tak pernah bisa mencintaiku. Apa kau tau berapa lama kami telah bersama? Belasan tahun. Apa kau sanggup menunggu selama itu?"
"Lalu apa kau yakin akan menemukan cinta dari suamimu?" NamJoon bertanya.
"Tuan Kim, kita berdua dipertemukan oleh takdir tapi tidak ditakdirkan bersama. Tolong anda harus bisa membedakan antara bisnis dan urusan pribadi. Kita berdua adalah penjual dan pembeli, saya harap kita hanya sampai dilevel itu saja."
NamJoon menatapku teduh. Tak ada sorot mata berat darinya. Senyumnya mengembang, tanpa beban. Aku dibuatnya salah tingkah.
"Aku mengerti posisiku juga posisi mu. Aku pria lajang dan kau wanita bersuami. Apa salahnya jika aku jatuh cinta padamu?" NamJoon masih ngotot. "Right person in the wrong time, ya?" Tanyanya kemudian.
"Terimakasih sudah mencintaiku NamJoon-ssi, maaf aku tak bisa menambahkan tingkatan dalam hubungan kita selain sebagai teman."
Tegas! Itu yang harus kulakukan. Lebih baik sakit hati sekarang dalam kejujuran daripada aku harus melakukan permintaan maaf yang palsu. Ini adalah jalan yang kupilih. Hanya belajar dari keadaan ku dan Jhope yang tak kunjung membaik.
"Aku akan menunggumu, sampai kapan pun. Aku juga akan menjadi ayahnya jika kau perkenankan." Mata NamJoon lekat pada perut besarku.
Tekanan nada bicaranya tegas dan yakin. NamJoon seperti tak memikirkan masa depannya. Terdengar dusta dan omong kosong di telingaku. Prianyang berstatus suamiku saja baru akhir-akhir ini punya perhatian untuk ku. Lalu pria ini serta-merta mengambil bagian dalam hidup ku?
Aku hanya bisa diam mendengar kalimat terakhirnya. Setelah semua yang terjadi dalam hidupku, janji pria hanya seperti semilir angin yang segar namun hanya sebentar. Mungkin dia sanggup, tapi kekaurganya tak akan pernah bisa, tak akan pernah!
Tanpa kami duga, JiMin memperhatikan kami dari jauh. Pria itu sedang stand by. NamJoon menyandarkan punggungnya sambil tetap tersenyum. Aku yakin dia tau bahwa dia telah ditolak. Agaknya pria itu tidak akan bergeming.
"Mau ku antar pulang ke toko mu?" Tawarnya merubah keadaan menjadi rasa bersalah di hatiku jika aku menolaknya.
Kami berdua berjalan beriringan kembali ke toko. Jungkook menunggu didepan pintu toko ku. Wajahnya cemas dengan gestur tak sabar dan gelisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake apologize, The Path I Choose
FanfictionDia bersamaku, namun masih berkutat dengan cinta lamanya juga. Apa alasannya menikahi ku? Apakah kata cintanya bukan kebohongan? Orang bilang bahwa cinta abadi berawal dari persahabatan. Itu tidak berlaku untukku. Start may, 21 2022